Pages

Kamis, 08 Agustus 2013

Lebaran nih...(3)

Mampir, menikmati  nasi boranan khas Lamongan.
Pagi, adzan subuh menggema. Hari kedua lebaran. Kami bertiga bangun, melakukan ritual pagi, bersiap melaksanakan munajad kami. Apa lagi kalau bukan......bersepeda. Taratataaaaaa......

Tapi Arga mengingkari janji. Sebenarnya tidak mengingkari janji. Dari kemarin dia sudah bilang kalau ingin memburu sunrise di pantai. Maka selepas salat, dia langsung melesat menuju pantai, lengkap dengan peralatan fotografinya.

Kami tidak jadi bersepeda bertiga, tapi berempat. Lho? Ya, kedua keponakan, O'im dan Sa'ad, ikut serta. Mereka kami minta untuk mengenakan jaket, karena pagi masih dingin. Teringat kapan itu, waktu O'im ikut kami bersepeda, dia 'njebeber' kedinginan karena tidak mengenakan jaket. Terus batuk-batuk....uhuk uhuk....

Maka berangkatlah kami menembus pagi yang masih gelap. Sawah di kanan-kiri, pepohonan di sepanjang jalan, dan makhluk-makhluk kecil yang namanya 'samber moto', menemani perjalanan kami. 

Tujuan kami jelas. Nasi uduk dan serabeh Merakurak. Jarak tempuh, untuk 5 kilometer itu, biasanya tidak sampai tiga puluh menit. Mungkin untuk pagi ini kami tempuh sedikit lebih lama, karena kami membawa pasukan anak-anak kecil itu.

Alhamdulilah, meski serabeh tidak buka, tapi nasi uduknya buka. Yang ngantri, wow....bakule sampek gak ketok bokonge. Kami mengambil beberapa buah tempe goreng yang masih hangat, tiga gelas teh panas, dan secangkir kopi. Sambil menunggu nasi uduk bungkus, kami menikmati hidangan itu, duduk-duduk di bale-bale, sebuah tempat duduk dari bambu. Nikmat nian......

Kami juga memanfaatkan menemui Sumarno dan Thoifur, dua teman SMP dan SMA saya, yang rumahnya di sekitar itu. Bertemu dengan anak istrinya, serta dengan orang tuanya. Bapak ibu mereka, yang sudah sepuh-sepuh, bahkan sudah ada yang bungkuk, nampak bahagia sekali dengan kunjungan kami. Mereka semua ikut 'njagongi' kami. Mereka juga menyilakan kami untuk singgah setiap kali mudik, meski pun mungkin Thoifur dan Sumarno sedang tidak di rumah. Indahnya silaturahim....

Nasi uduk, 23 bungkus, sudah siap dibawa pulang. Sepeda kami kayuh lagi. Ditemani matahari yang mulai menggeliat dan membagikan sinarnya yang hangat, kami melaju, menyibak kebekuan pagi. 

Sebentar lagi pesta nasi uduk. Kalau biasanya kami hanya minta Rp. 2.000,- per bungkus, kali ini kami minta Rp. 2.500,-. Jadi porsinya sedikit lebih besar. Padahal dengan dua ribu rupiah sebungkus itu saja sudah kenyang. Tapi tidak masalah. Sedikit kekenyangan tidak apa-apa. Ini kan lebaran?

Tuban, 9 Agustus 2013

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...