Pages

Jumat, 18 November 2011

Sumba (5): Ketulusan dan Kepolosan

Pukul 08.00, aku dan pak Pram sdh tiba di kantor Dinas PPO Sumba Timur diantar Aryanto. Tujuan kami adalah mengambil data dari dewan pendidikan dan dinas pendidikan, serta mengambil surat dari dinas pendidikan dan bupati utk rektor. Surat utk rektor merupakan surat permohonan supaya tes dan  kegiatan prakondisi SM-3T untuk peserta dari Sumba Timur dan sekitarnya bisa dilaksanakan di Waingapu.

Kami langsung menuju ke ruang kasubag pendidikan dan Olah Raga. Ibu Rambu, kasubag umum dan kepegawaian (baru dua hari berdinas. Kasubag yang lama, ibu Naomy, dimutasi ke dinas pertambangan, bersamaan dengan kedatangan kami di Sumba Timur Senin lalu), menemui kami. Meskipun sebelumnya saya selalu kontak dengan bu Naomy (bahkan sampai kemarin bu Naomy masih terus membantu kami), bu Rambu langsung nyambung ketika kami tanyakan tentang persiapan tes dan prakondisi. Artinya bu Naomy pasti sudah mengkomunikasikan semuanya pada beliau.

Surat dan data sudah di tangan. Kami disilakan masuk ke ruang kepala dinas utk pamit. Laki-laki tegap dan ramah itu menyambut kami dengan senyumnya, juga, seperti biasa, dengan rokok yang tdk lepas dari tangannya. Ruangan yang seharusnya sejuk itu menjadi pengap karena asap. Kami berbincang-bincang  tentang teknis pelaksanaan tes, berapa banyak petugas yang akan kami kirim dari Unesa, di mana tempatnya, dan sebagainya. Beliau menyampaikan harapan supaya pemerintah tidak hanya setengah-setengah dalam memperhatikan masyarakat di wilayah 3T seperti Sumba Timur. Menurut beliau, program ini akan menjadi program yang seolah hanya menebar garam di laut. Perlu diketahui, peserta SM-3T akan ditugaskan di wilayah 3T utk mengabdi selama setahun, berbeasiswa 2 juta per bulan, dan selepas program mereka akan memiliki tiket utk langsung mengikuti Program Profesi Guru (PPG), sehingga mereka akan memiliki sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik, adalah menjadi tuntutan yang tidak bisa tidak bagi siapa pun guru. Program seperti ini dikatakan sebagai program yang menebar garam di laut?

Saya sampaikan ke bapak Kadis, bagaimana pun ini merupakan bukti komitmen dan kepedulian pemerintah untuk mengembangkan SDM di wilayah 3T, mempercepat pembangunan pendidikan di daerah terpencil, sekaligus utk menyiapkan guru-guru  yang profesional, serta memuliakan profesi guru. Di benakku, wajah-wajah polos para peserta SM-3T melintas-lintas, sosok-sosok yang merindukan perhatian dan kepedulian akan nasib mereka. Puluhan sms di ponsel saya terbayang-bayang (saya memang memberikan nomer ponsel saya ketika sosialisai tempo hari, supaya mereka bisa langsung menghubungi saya bila ingin bertanya apa pun tentang SM-3T). Sms yang berisi ungkapan harapan, keluhan, dan doa untuk saya: terimakasih ibu sudah datang, sudah memberikan penjelasan pada kami semua, sudah berbuat utk kami, kami berdoa semoga ibu diberikan kekuatan dan kesehatan oleh Tuhan. Dan puluhan sms yang lain. Hampir setiap sms mereka selalu diakhiri dengan kata-kata: semoga Tuhan memberkati.

Saya jatuh cinta pada kepolosan mereka, pada ketidakberdayaan mereka, pada kemiskinan mereka. Tadi malam beberapa dari mereka nyambangi saya di hotel, menunggu kami datang dari Waikabubak. Hujan deras tidak menghalangi mereka utk datang. Tidak sampai hati rasanya melukai harapan dan kerinduan mereka. Semoga ini tidak sekedar sebagai program yang menebar garam di laut. Saya janjikan pada bapak Kadis, saya akan sampaikan pada pemerintah (dalam hal ini Dikti), agar tindak lanjut program ini tidak hanya berhenti pada pendidikan profesi bagi mereka, namun juga pemberian prioritas bagi peserta utk bisa diangkat menjadi guru.

Kamis, 17 November 2011
Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...