Pages

Rabu, 30 Januari 2013

Aceh Singkil 1: Semangat!

Pagi masih gelap. Shubuh baru berlalu, tapi kami sudah berada di bandara Juanda. Pada pukul 06.00, sekitar satu jam lagi, kami akan terbang ke Jakarta. Transit sekitar 30 menit, melanjutkan perjalanan lagi ke Medan. Dari Medan, sejauh 8-9 jam, kami akan menempuh perjalanan darat menuju Aceh Singkil.

Di Aceh Singkil inilah 40 anak-anak kami, peserta SM-3T, ditugaskan. Ada 17 orang ditugaskan di daerah kepulauan (Pulau Banyak dan Banyak Barat), selebihnya di daerah daratan. 

Kami satu tim lima orang. Dr. Sulaiman (sekretaris SM-3T Unesa), Dr. Nanik Indahwati, Beni Setiawan, M.Si, Lucia TP, M.Pd, dan saya sendiri. Pak Beni yang termuda. Empat belas tahun di bawah saya. Meski begitu, dialah ketua rombongan tim monev ini. Ketangkasan dan kepribadiannya yang sangat baik membuat kami mempercayakan kepadanya urusan koordinasi dengan Kepala Dinas Pendidikan Aceh Singkil serta para korcam. Juga memastikan semua uborampe monev beres: surat tugas tim, instrumen monev, SK penempatan peserta dan sebagainya, bahkan termasuk mengamankan tiket dan boarding pass untuk keperluan SPJ. Sementara bu Lucia, seperti biasanya, menangani urusan konsumsi dan akomodasi. Kecermatan dan ketelitiannya sangat cocok untuk pekerjaan itu.

Tim yang lain, sebanyak 9 orang, pukul 7.55 pagi ini juga, berangkat ke Sumba Timur. Ketua rombongannya adalah Drs. Suwarno Imam Syamsul, M.Pd. Dalam rombongan itu ada Dekan FIP, Drs. I Nyoman Sudarka, M.Si, selaku pimpinan Unesa, mewakili Rektor. Drs. Heru Siswanto, M.Si (mantan kepala humas Unesa) juga ada. Satu-satunya perempuan adalah Dra. Wiwik Sri Utami, M.Si, selain sebagai anggota panitia SM-3T juga sebagai anggota Pusat Penjaminan Mutu (PPM) Unesa.

Yang berbeda antara tim monev Aceh Singkil dan Sumba Timur adalah bagasinya. Bagasi tim monev Sumba Timur biasa-biasa saja. Sedangkan tim Aceh Singkil, selain ransel-ransel dan dos berisi berkas-berkas sebagaimana yang dibawa oleh tim Sumba Timur, kami juga bawa pelampung. Masing-masing membawa satu. Warnanya oranye menyala. Pelampung yang kami bawa menandakan kami siap untuk turun ke daerah pulau. Tentu saja bila cuaca memungkinkan. Kami sempat bercanda tentang pelampung. Kalau tidak berhasil menyeberang ke pulau, kami akan gunakan pelampung itu untuk 'ciblon' di Danau Toba. Kami juga meledek diri sendiri, seperti tidak percaya sama Sriwijaya Air saja, masa pelampung bawa sendiri....
 
Sriwijaya Air, pesawat yang kami tumpangi, mendarat di Polonia, tepat pukul 11.40. Cuaca cerah dan hawa panas langsung terasa menerpa wajah kami yang selama tiga jam tadi kedinginan di dalam pesawat (sekitar satu jam dari Surabaya-Jakarta, dan dua jam dari Jakarta-Medan). Bagi saya, ini adalah kali kedua saya menginjakkan kaki di Medan. Kunjungan saya yang pertama adalah pada 2009 yang lalu. Saat itu saya diundang Unimed untuk menjadi tenaga TA (Technical Assistance) pada kegiatan pengembangan perangkat assesmen di Jurusan PKK FT Unimed. Selama seminggu saya di sana. Sehari menjelang kepulangan saya ke Surabaya, saya dijamu mengunjungi Danau Toba dan menyeberang ke Pulau Samosir.

Saat ini, saya sedang napak tilas perjalanan saya sekitar tiga tahun yang lalu. Mobil Innova sewaan yang dikendarai pak Marlon, driver kami, melaju di atas jalanan yang naik-turun berbelok-belok begitu lepas dari kota Medan. Panas terik tadi ternyata hanya sebentar saja. Udara dingin dan jalan yang dipenuhi kabut menemani perjalanan kami.

Medan, Pancur Batu, Sibolangit, kami tempuh dengan lancar. Kami terus melaju. Sampai di Bandarbaru kami berhenti untuk beristirahat sebentar di sebuah tempat makan,  sekalian memberi kesempatan pak Marlon untuk merokok. Sambil menikmati jagung bakar dan bandrek. Ada juga wajik dan pecal. Yang terakhir ini di Jawa disebut pecel. Sayur-sayuran yang direbus, dimakan dengan sambal kacang. Rasa daun jeruk purutnya sangat tajam, sedap dan segar. Suasana terasa seperti di kawasan Puncak atau Payung di Batu. Di ketinggian, dingin, berkabut.

Mobil lantas mengarah ke arah Berastagi. Tapi sampai Tahura,  kami mengambil arah ke kiri, potong kompas, menghindari macet di Berastadi. Jalan sempit, pas untuk dua mobil berpapasan. Sama seperti tadi, berbelok-belok dan naik turun. Tahura adalah daerah yang subur, sepanjang kanan-kiri jalan penuh dengan pepohonan, bunga-bunga, sayur mayur, kebun jagung, jeruk, stroberi. Andai tidak mengingat waktu yng semakin sore dan tubuh yang mulai lelah, rasanya ingin mampir ke wisata agro stroberi dan jeruk barang sebentar.

Ketika mencapai Tiga Panah, suasana semakin menyenangkan. Tidak hanya jeruk dan stroberi yang berlimpah, tapi juga manggis, terong belanda, salak, pepino, dan....yang juga sangat khas, adalah mangga mini. Ya, saya menamainya mangga mini, karena mangga itu kecil-kecil. Orang setempat menamainya mangga golek. Sama sekali tidak seperti mangga golek yang kita kenal di Jawa. Mangga yang ini ukurannya tidak sampai sekepalan tangan anak-anak, padat, warnanya kuning-kuning mengundang selera. Aromanya mirip mangga podang di Jawa. Cara makannya pun mirip. Mangga setelah dicuci, diremas-remas, ditekan-tekan, sampai 'gembur'. Setelah itu buat satu gigitan kecil di ujungnya, dan hisap-hisaplah airnya. Jus alami. Tidak pakai juicer. Tanpa gula. Segar asli.

Sebagian besar wilayah yang kami masuki adalah wilayah yang mayoritas penduduknya memeluk Kristen Protestan. Banyak gereja, banyak makam yang dipenuhi salib-salib, banyak anjing dan babi. Beberapa kali melewati orang yang lagi menyelenggarakan pesta pernikahan, juga kematian. 

Tiga Panah kami tinggalkan. Sebentar lagi kami akan mencapai Merek. Sekitar satu setengah jam lagi mencapai Sidikalang dan Pakpak Barat. Dari Pakpak Barat, satu setengah jam lagi kami tempuh untuk mencapai Subulusalam. Lanjut ke Rimo, yang membutuhkan waktu sekitar satu jam, dan sekitar satu jam juga kami baru akan mencapai Aceh Singkil. Artinya,  total perjalanan yang masih harus kami tempuh sejauh lima jam-an. Kalau sekarang pukul 17.00, maka kami akan mencapai Aceh Singkil pada sekitar pukul 22.00. Wow. Perjalanan sehari penuh. Semangat. 

Tanah Karo, 30 Januari 2012

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...