Pages

Senin, 21 Januari 2013

Disangka Asam Urat

Surabaya, 20 Januari 2013

Sore ini saya mengantar suami saya, mas Ayik, ke dokter Achmad, dokter langganan kami. Seminggu ini dia mengeluhkan lutut kirinya yang bengkak dan sakit. Sebenarnya seminggu yang lalu saya sudah membawanya ke dokter, dan mas Ayik sudah minum obat resep dari dokter untuk menyembuhkan asam uratnya. Selain itu juga minum air rebusan daun salam yang setiap sore saya sediakan (tapi yang merebuskan daun salamnya mbak Iyah, penjaga rumah kami. Terimakasih, mbak Iyah).

Dokter juga menyarankan supaya mas Ayik mengurangi aktivitasnya dan lebih banyak beristirahat. Nah, untuk nasehat yang terakhir ini, mas Ayik tidak bisa lakukan. Setiap pagi dia selalu sibuk di halaman, menyapu, membersihkan tanaman dari daun-daun yang menguning. Lantas bersiap berangkat kerja. Karena Terios yang dikemudikannya bukan mobil matic, maka kaki kirinya yang meskipun bengkak harus terus bekerja ngoper-ngoper kopling.  Apalagi ketika kami 'ketempatan' Kohiga Masaki, mahasiswa dari Aichi University of Education, Jepang, yang homestay di rumah. Pagi-pagi mas Ayik sudah mengajaknya bersepeda, muter-muter di Masjid Al-Akbar dan blusukan di pasar tradisional. Besoknya, karena Arga ada acara manggung, maka mas Ayik juga harus pegang setir lagi ketika mengantar Masaki mengunjungi situs-situs peninggalan Majapahit di Trowulan Mojokerto dan lanjut ke Taman Safari. Dia tidak bersedia saya gantikan. Jadi sehari itu mas Ayik mengemudikan mobil sejauh kira-kira 150 km, dengan kondisi jalan yang sesekali macet, dan dengan dengkul yang bengkak.

Tak ayal, sepulang dari travelling itu, sakit di lutut mas Ayik semakin parah. Saya merasakan panas sekali di lututnya ketika saya memegangnya. Tempo hari dokter bilang ada radang di bagian tersebut, indikatornya adalah suhu panas itu. Tapi dasar mas Ayik, dia cuma cengar-cengir saja ketika saya ingatkan tentang 'kendablegannya'. Makan durian, tape, bersepeda, dan mengemudikan mobil. Tapi wajahnya yang meringis menahan sakit benar-benar membuat saya iba dan harus memutuskan untuk 'bertangan besi'. Malam itu, pada saat farewell party di restoran Layar, dalam rangka penutupan Students Exchage Program dari Aichi University of Education, berbagai makanan yang membahayakan, saya sisihkan. Sup asparagus, kepiting goreng dan udang saus mayo, saya jauhkan dari jangkauannya. Mas Ayik harus cukup puas hanya dengan nasi putih dan ikan bakar. Dia tersenyum kecut melihat saya yang memelototinya tak peduli. Arga dan Masaki tertawa-tawa melihat tingkah saya dan wajah memelas mas Ayik.

Sore ini dokter memberi resep obat lagi yang harus diminum mas Ayik. Hanya untuk sehari, karena besok pagi mas Ayik harus periksa di lab. Mas Ayik juga mendapatkan surat keterangan sakit untuk keperluan izin tidak masuk kerja selama tiga hari. Malam nanti, mulai pukul 21.00, mas Ayik harus puasa. Besok pagi, sekitar pukul 07.00, mas Ayik harus saya bawa ke Lab Pramita untuk pemeriksaan panel profit lemak, asam urat, glukosa darah puasa, rhematoid factor dan genu sin AP/Lat. Pemeriksaan yang terakhir itu saya tidak tahu tentang apa. Saya akan tanyakan ke dokter kalau kami sudah dapatkan hasil pemeriksaan besok. 

***
Surabaya, 21 Januari 2013 

Pukul 07.00 kami sudah berada di ruang Lab Klinik Pramita. Ramah, bersih, wangi. Sejak dari halaman parkir, kami sudah merasakan aroma keramahtamahan. Dua petugas security memandu kami ketika parkir mobil. Begitu mobil parkir, satu orang dengan santun membuka pintu di bagian kanan, dan seorang lagi membuka pintu bagian kiri. Ketika melihat mas Ayik agak 'dengklang' jalannya, mereka menawarkan apakah perlu diambilkan kursi roda. Mas Ayik menolaknya dan memilih menggelayut di lengan saya sambil menyeret kaki kirinya memasuki ruang lab.

Begitu sampai di depan pintu lab, seseorang membukakan pintu untuk kami dan lengkap dengan senyumnya dia menawarkan: 'ada yang bisa kami bantu, ibu?' Saya mengangguk membalas senyumnya, dan dia mengambilkan lembaran antrian, kemudian menyilakan kami duduk menunggu panggilan.

Saya sudah beberapa kali memasuki Lab Klinik Pramita di jalan Adityawarman ini. Saya suka interiornya yang ramah, para petugasnya yang santun, lantainya yang bersih mengkilat tapi tidak licin, toiletnya yang wangi, dan musholanya yang nyaman. Saya suka cara mereka menata mukena-mukena, digantung dengan sangat rapi. Dengan begitu mukena yang basah terkena air wudhu bisa diangin-anginkan, menjaga mukena tetap bersih dan tidak apek. Di banyak masjid yang saya pernah datangi, mukenanya banyak yang kotor, kumal, apek, dan 'tayumen' ( banyak noda berupa titik-titik hitam, disebabkan jamur yang dihasilkan dari mukena yang dilipat dalam keadaan lembab). Entah kenapa, di banyak tempat ibadah, di mushola atau di masjid, kebersihan seolah tidak terlalu dipentingkan, baik di toilet, tempat wudhu, dan bahkan di tempat sholatnya. Entah kemana 'annadhofatu minal iman' itu ya? He he. Sedih juga menyadari betapa masih minimnya kesadaran dan budaya bersih dari sebagian besar saudara kita ini.

Mas Ayik sedang diambil darahnya oleh petugas lab.
Nama mas Ayik segera disebut tak berapa lama setelah saya lapor di loket dua. Saya membantu mas Ayik berdiri dari kursi, memapahnya memasuki ruang pemeriksaan darah. Darah mas Ayik disedot beberapa mili. Setelah selesai, kami dipersilakan menunggu lagi untuk foto rontgen. Hanya sekitar lima sepuluh menitan, nama Tuan Baskoro Adjie dipanggil. Maka saya pun membantu lagi mas Ayik berdiri dari kursinya, dan memapahkan memasuki ruang foto rontgen. Petugas menyilakan saya menunggu di luar ruangan supaya tidak terkena radiasi.

Proses pemeriksaan selesai. Tinggal menunggu hasilnya nanti pukul 16.00. Semoga semuanya baik-baik saja.

***

Hujan turun cukup deras. Mendung gelap menggayut di langit. Di bawah terpaan angin yang hembusannya membuat pepohonan bergoyang-goyang, saya mengemudikan mobil menuju Lab Klinik Pramita. Mas Ayik duduk manis di sebelah saya. Sesekali dia bilang 'awas....awas....' untuk memperingatkan saya supaya saya hati-hati pegang kemudi. Saya guyoni dia: 'gak usah awas-awas....wis eruh. Aku iki wis tahun-tahunan dadi supir....' Dia ngakak saja.

Tepat pukul 16.00, kami sudah berada di tempat parkir. Dua petugas dengan membawa payung menghampiri mobil kami. Masing-masing membukakan pintu untuk saya dan mas Ayik, dan membantu kami mencapai teras. Tak perlu menunggu lama, saya langsung dipersilakan untuk menuju ke petugas yang tempatnya paling ujung, dan segera menerima hasil pemeriksaan darah dan foto rontgen.

Usai dari Lab Klinik Pramita, kami langsung menuju tempat praktek Dokter Achmad. Dokter Achmad sudah seperti bagian dari keluarga kami. Sejak Arga bayi, beliau yang 'pegang'. Meski bukan dokter spesialis anak, beliau sepertinya tahu betul bagaimana menangani anak. Semua catatan kesehatan kami sekeluarga ada pada beliau. Bahkan termasuk catatan kesehatan bapak ibu mertua dan ibu saya sendiri. Rumah beliau dekat dengan rumah kami. Kalau ada salah satu anggota keluarga kami yang sakit, beliau tidak segan-segan mampir ke rumah sambil jalan-jalan pagi. Sekedar memastikan kondisi kami baik-baik saja atau perlu tindakan medis. Kalau dihitung-hitung, persahabatan kami dengan dokter Achmad sama dengan usia pernikahan kami. Hampir dua puluh tiga tahun. Bukan waktu yang singkat.

Dokter Achmad geleng-geleng kepala melihat hasil pemeriksaan darah mas Ayik. Terutama pada kandungan trigliserida, angkanya 353. Angka itu dua kali lipat lebih dari batas normal yang lebih kecil dari 150. Kategorinya termasuk tinggi. Sementara HDL cholesterolnya rendah, hanya 38, di bawah batas lebih kecil dari 40. Padahal HDL ini adalah kolesterol baik, yang menjaga kesehatan jantung. Syukurlah, menurut Dokter Achmad, cardio risk index (CRI)-nya masih aman, yaitu 2,6. Namun Dokter Achmad menegaskan bahwa angka yang tinggi pada Trigliserida merupakan peringatan bahwa kami harus hati-hati.

Selain itu, glukosa darah puasa mas Ayik juga di atas batas normal, yaitu 169. Didiagnosis diabetes mellitus bila sama dengan atau lebih besar dari 126. Peringatan kedua untuk kami supaya lebih berhati-hati.

Lantas apa yang terjadi dengan lutut mas Ayik yang sakit? Ternyata penyebabnya bukan asam urat. Hasil pemeriksaan menunjukkan asam urat normal, yaitu 5,3. Kolesterol juga juga normal, di bawah 200, atau tepatnya 185. Setelah Dokter Achmad mencermati hasil foto rontgen lutut kiri, yaitu pemeriksaan Genu Sin AP/Lat, ternyata ada kesan terdapat osteoarthrosis genu sinitra. Radang sendi. Rasa sakit itulah akibatnya.

Dokter menyarankan supaya mas Ayik mengutangi aktivitas yang membuat sendi lututnya tertekan. Olah raga yang high-impact dihindari. Begitu dokter mengatakan bahwa bersepeda adalah olahraga yang bagus dan cocok, mas Ayik menarik nafas lega. Tapi, kata dokter, cukup di jalan datar saja, jangan yang offroad, menanjak, menurun, supaya kerja sendi lutut tidak berat. Nah lho.... 

Dokter hanya memberikan obat untuk lutut mas Ayik. Viostin DS. Obat yang harus dikonsumsi dalam jangka lama, dengan dosis yang berangsur-angsur dikurangi. Untuk trigliserida dan diabetesnya, dokter mempercayakan pada saya untuk mengatur diet mas Ayik dengan relatif ketat. Saya senyum-senyum saja sambil menengok ke arah mas Ayik yang cengar-cengir. Dokter juga tergelak melihat tingkah kami. Beliau tahu kalau selama ini saya sudah berusaha mengatur diet mas Ayik, tapi dasar memang mas Ayik yang 'ndablek'. He he. Tapi kali ini dokter 'wanti-wanti' betul, kalau mas Ayik harus diet dan harus 'manut' sama saya. Nah kan....

Peringatan untuk kita semua untuk selalu jaga pola hidup termasuk pola makan, cukup olah raga dan cukup tidur, banyak makan sayur dan buah, juga banyak mengonsumsi air putih. Hindari makanan berlemak, makanan dan minuman yang manis, minuman bersoda, durian dan tape. Dan yang terpenting, selalu mengembangkan pikiran positif serta niimati hidup dengan penuh rasa syukur.

Wassalam,
LN

1 komentar

Anonim

bojo-mu umure piro nduk ?? kok lutute wis lebay ??

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...