Pages

Minggu, 07 Juli 2013

Akhir Pekan Ini....

Akhir pekan ini menjadi hari-hari yang lumayan sibuk bagi saya. Sabtu pagi kemarin, setelah mengajar di pasca sampai pukul 10.00, saya meluncur ke Kampus PPPG di Lidah Wetan. Ada petugas dari Dikti yang akan membagikan uang transpor bagi para mahasiswa PPPG. Kami semua, direktur, pembantu direktur, staf PUMK, dan beberapa staf yang lain, musti mengawal kegiatan itu. Kalau sudah menyangkut 'perduitan', ada banyak hal yang musti diantisipasi dan diperjelas, supaya tidak sampai terjadi salah hitung dan salah paham.

Belum selesai acara yang digelar di lantai 9 PPPG itu, saya sudah ditelepon seorang teman. Teman saya itu, Anik namanya, adalah teman sekamar saya waktu kost di Semut Baru, di awal-awal saya kuliah di IKIP Surabaya dulu. Saya sempat satu semester merasakan kuliah di Kampus Pecindilan yang hiruk dan nge-kost di jalan Semut Baru yang pikuk, sebelum berpindah ke kampus Ketintang.

Anik datang bersama anak keduanya, Afif. Afif akan menempuh tes masuk di ATKP (Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan), dan perlu tempat untuk menumpang selama tes. Anik, yang guru di sebuah SMP negeri di Kediri, akan menemani anaknya selama sehari dua hari. 

Saya pun beranjak dari PPPG sekitar pukul 13.00, meluncur pulang, setelah memastikan segala sesuatunya running well (keminggris...), dan memastikan pak Sulaiman (Pembantu Direktur I PPPG) serta staf yang lain akan mengawal kegiatan itu sampai selesai. Sebelum melajukan mobil, saya sempatkan untuk telepon Iyah, penunggu rumah kami, agar menyiapkan makan siang untuk tamu-tamu saya.

Sepanjang siang sampai malam kemarin saya habiskan waktu untuk berkangen-kangenan dengan Anik. Alumnus Bimbingan Konseling IKIP Surabaya angkatan 85 itu, di mata saya, tidak banyak berubah. Tubuhnya yang kecil mungil, sama, ya seperti itulah dulu dia. Wajahnya, meski sudah seusia saya, tetap imut, dengan tahi lalat di atas bibirnya, melengkapi kecantikannya. 

Setelah puas bernostalgia dan saling mengejek karena kekonyolan-kekonyolan kami di masa lalu, kami berjalan-jalan ke Royal. Makan malam sekaligus (window) shopping. Mas Ayik menjadi driver sekaligus bos yang mentraktir makan malam kami. Kebetulan di Royal juga sedang ada pagelaran rancangan busana pengantin, maka acara itu pun menjadi acara selingan kami. Afif juga sempat ditemani mas Ayik untuk belanja keperluan ujiannya, sementara saya dan Anik ngobrol berlama-lama di Quali.

Minggu pagi ini, Afif menempuh tes kesehatan di ATKP (Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan). Jam 06.30 dia sudah rapi, sudah siap sarapan. 

Oya, mereka berdua tidur di rumah lama kami, rumah yang memang kami sediakan untuk siapa saja yang perlu singgah atau transit. Sehari sebelumnya, paklik saya dan temannya juga baru pulang kembali ke Rembang, setelah selama tiga hari menginap di rumah kami. Iyah sekeluarga, penunggu rumah lama itu, berperan sebagai nyonya rumah sekaligus seksi konsumsi dan seksi kebersihan.

Setelah melepas Afif berangkat ke tempat tesnya, kami bertiga bersiap nggowes ke car freeday di Taman Bungkul. Anik, yang dulu adalah anggota Pramuka ketika kuliah, sangat menikmati bersepeda. Meski dia gobyos, dia nampak gembira. 

Sampai sekitar pukul 08.00 kami berada di Taman Bungkul. Kalau ingin melihat 'tandak bedes' datanglah ke Taman Bungkul pada Minggu pagi seperti ini. Tontonan itu ada di beberapa titik, setidaknya pagi ini ada di tiga titik. Dengan atraksi dan kostum yang berbeda. Berbusana seperti badut, lengkap dengan topeng dan rambut palsunya; berbusana seperti laki-laki perlente yang sedang bersepeda motor dan memegang handphone; atau yang berbusana minimalis dengan membawa tabung plastik mondar-mandir untuk menerima rupiah dari para penonton. 

Anda akan terpingkal-pingkal sampai perut Anda sakit melihat atraksinya. Kecuali kalau Anda menyadari, bahwa dalam tontonan itu kental dengan unsur 'tidak berperi kebinatangan', memaksa para monyet tak berdaya itu untuk melawan kodratnya demi mendapatkan sesuap nasi (atau sepotong pisang dan segenggam kacang?) dari majikannya; tontonan itu akan membuat hati Anda teriris-iris. Pedih. Seperti itulah yang saya rasakan.

Di Taman Bungkul, kita juga bisa memilih mengikuti senam pagi dengan berbagai irama. Ndangdut ada. Reggae juga ada. Rock-ndut juga tersedia. Mulai dari gerakan dan goyangan yang super keras sampai yang sangat kalem, khusus untuk para manula. Tinggal pilih. Termasuk memilih instruktur yang macho, yang bahenol, atau yang singset langsing tapi belahan dadanya nampak dan, kelihatannya, sengaja dinampakkan....hehe.

Mau menikmati live music juga tersedia di beberapa titik. Dimainkan oleh sekelompok anak muda atau sekelompok laki-laki yang sudah mature. Dari musik yang keras sampai yang lembut. Semua tinggal pilih sesuai selera.

Kami bertiga menikmati semuanya sambil lalu. Kerumunan di mana-mana. Anak-anak bermain bola, badminton, skateboard. Penjual macam-macam makanan, mainan, perlengkapan bersepeda, koran, juga baju dan aksesoris, bertebaran di mana-mana. Namun, seperti biasa, kebiasaan saya sekeluarga bila nggowes di Taman Bungkul, selalu mengakirinya dengan satu dua buah lumpia Semarang sebelum beranjak pulang meninggalkan kegaduhan di tempat itu.

Pukul 10.00, saya meninggalkan Anik di rumah. Kebetulan karena dia suka membaca, dia melahap banyak buku di perpustakaan pribadi saya. Saya juga menghadiahinya tiga buah buku saya, dan dia sangat senang sekali menerimanya. Apalagi saya membubuhkan tanda tangan saya di buku-buku itu, dengan tulisan: buat sahabatku Anik. Semoga suka, semoga bermanfaat.

Saya pamit ke Anik kalau kami akan memenuhi undangan sunatan dari senior Himapala, mas Ahli Budi (biasanya dipanggil mas Dukun). Saya pesankan ke dia, jangan lupa makan siang, karena makanan sudah disiapkan di atas meja.

Akhirnya siang ini, saya dan mas Ayik berada di antara para senior Himapala. Benar-benar para senior, karena di Aula SMK 3, tempat acara itu dilaksankan, kami bertemu dengan mas Mulyono (biasa dipanggil mas Ambon), mas Zainal Arifin, dan mas Rudi (biasa dipanggil mas Embun). Beliau bertiga itulah beberapa di antara para pendiri Himapala, orang-orang pertama yang menancapkan bendera Himapala di puncak gunung Welirang puluhan tahun yang lalu. Bertemu mereka, bahagianya bukan kepalang. Dalam usianya yang pasti sudah tidak muda lagi, kehangatan, kebersamaan, dan semangat berjuang ternyata tak juga lekang.

Tentu saja juga ada para senior yang lain. Mbak Ninis (istri mas Ambon), mas Philip dan Mbak Ida (yang ini suami istri, anaknya saat ini menjadi mahasiswa saya di Tata Boga), dan banyak lagi yang saya tidak mungkin sebut semua namanya. Dasar himapala, kalau sudah ngumpul, yang ada adalah ger-geran, saling gojlok, foto-foto, menyedot perhatian banyak tamu yang lain.

Dari tempat sunatan, kami langsung menuju Tanggulangin, menengok bapak dan ibu. Kami sudah niatkan sehari ini akan menemani bapak ibu, dan baru nanti malam pulang. Arga akan menyusul sore nanti karena dia sangat tahu, eyang uti dan akungnya pasti menunggu-nunggu dia. 

Akhir pekan yang sibuk dan menyenangkan. Saatnya nge-charge rohani dengan melupakan semua beban rutinitas. 

Mohon maaf lahir dan batin.
Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga Allah SWT memudahkan ibadah kita demi meraih ridho-Nya. Amin YRA.

Tanggulangin, 7 Juli 2013

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...