Pages

Sabtu, 30 November 2013

Wisata Edukasi 5: Panen Mangga

Pagi di Madiun. Hotel Setiabudi, tempat kami menginap, sudah sibuk meski belum pukul 06.00. Halaman hotel yang penuh dengan kendaraan roda empat itu sudah dipenuhi orang berlalu lalang. Mereka adalah para pekerja, salesman dan sejenisnya, termasuk para pebisnis berbagai bidang usaha yang sedang menyiapkan mobil dan berbenah.

Ya, kata mas Samar, teman kuliah saya, guru SMK Madiun, yang memesankan kamar di hotel ini untuk kami, hotel Setiabudi memang hotelnya para sales. Ramai terus, terutama yang di lantai bawah. Tapi meskipun begitu, hotel ini bersih dan nyaman. Lantai 2, 3 dan 4  cukup tenang dan kamar-kamar dengan fasilitas standard room sangat layak kalau hanya sekedar untuk melepas lelah semalam dua malam.

Semalam, setelah menjelajah kecamatan Ngrayun, Ponorogo, kami memasuki kota Madiun pada sekitar pukul 20.00. Langsung menyantap nasi pecel Yu Gembrot, ditraktir mas Samar. Kemudian diantar mas Samar juga menuju Hotel Setiabudi. Kamar-kamar kami ada di lantai dua. 

Sementara menunggu bu Lucia mandi, saya mengobrol dengan mas Samar sekeluarga dan juga dengan Zahrotul Fitri, mantan mahasiswa saya yang sekarang juga mengajar di SMK Madiun, satu sekolah dengan mas Samar. Ngobrol ngalor ngidul sampai sekitar pukul 22.30. 

Begitu mereka pulang, Mujiono, wartawan  Duta, minta waktu untuk mewawancarai saya. Ya sudah, sekalian capek, saya layani saat itu juga, sampai pukul 23.10 (waduh, kayak melayani apa gitu....haha). Begitu selesai, saya mandi, salat, tidur. Menyusul bu Lucia yang sudah pulas.

Pagi ini, kami akan mengunjungi SDN 3 Bodag di Kecamatan Kare dan SDN 5 Batok di Kecamatan Gemarang. Ada Bahrun dan Rofi'i di sana, dua peserta Jatim Mengajar. Tapi kami akan mampir dulu ke kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun yang ada di jalan Tiron, Nglames. Kulonuwun, sekalian memastikan siapa pemandu yang akan mendampingi kami mengunjungi kedua sekolah tersebut.

Bersama kepala UPTD Kecamatan Kare dan Kepala Sekolah SDN 3 Bodag, kami menyusuri jalan-jalan beraspal dan jalan-jalan tanah berbatu yang dipadatkan. Naik turun dan kelok-keloknya tidak seperti saat di Ngayun kemarin. Jauh lebih nyaman. Tidak harus menahan nafas karena medan berat. Perut juga tidak perlu mulas karena perjalanan kali ini benar-benar tanpa ketegangan. Waktu yang diperlukan juga tidak terlalu lama, hanya perlu sekitar 30 menit dari pertigaan Ndungus yang menuju RS Paru.  

SDN 3 Bodag kondisinya jauh lebih baik dibanding sekolah-sekolah yang kami kunjungi di kecamatan Ngrayun, Ponorogo, kemarin. Setidaknya dari jumlah ruang kelas dan luas lokalnya. Meskipun, begitu bicara tentang guru, siswa, dan fasilitas, kondisinya tak berbeda jauh.  

Guru di sekolah ini ada 10 orang, yang sudah PNS 6 orang, 4 orang di antaranya sudah sertifikasi. Siswa berjumlah 51 orang. Kelas I ada 9 orang, kelas II ada 12, Kelas III 4 orang, kelas IV 7 orang, kelas V 11 orang dan kelas VI ada 8 orang. Masing-masing kelas menempati satu ruang, jadi bukan merupakan kelas rangkap seperti di Ngrayun. Karena siswa sedikit, kursi di kelas banyak yang kosong. Bertolak belakang dengan kondisi kelas-kelas di SDN 3 Sendang, Ngrayun. Di sana, siswa-siswa harus duduk berdempet-dempet karena bangku terbatas.

Yang mengagumkan, insentif guru GTT di sekolah ini hanya sebesar 75 ribu. Ya, kurang dari 100 ribu. Fantastis. Entah apa yang bisa mereka lakukan dengan insentif bulanan sebesar itu.

Menurut kepala sekolah, dorongan dari orang tua, yang mayoritas buruh tani, kepada anak-anaknya pada umumnya sangat kurang. Oleh sebab itu, guru-gurulah yang harus giat memberikan motivasi pada para siswa. Beberapa guru di sekolah ini hampir selalu memiliki anak asuh setiap tahunnya. Mereka menampung anak yang ingin bersekolah tapi tidak mampu, agar mereka tetap bisa bersekolah.  
Bahrun, peserta Jatim Mengajar yang bertugas di sekolah ini, tinggal bersama bapak kepala sekolah. Dia bertugas sebagai guru pengganti di semua kelas, terutama kelas atas. Selain mengajar, dia juga memberi les, mengajar di TPA, dan bahkan sudah beberapa kali menjadi imam dan khotib di masjid.

Dari Bodag, setelah menyerahkan kenang-kenangan dan sedikit dana untuk kas sekolah, kami bergerak menuju Gemarang. Tujuan kami adalah SDN 5 Batok. Kali ini, kami tidak bersama pemandu. Cukup dipandu dari jauh oleh Kepala UPTD Kecamatan Gemarang. Juga mengandalkan google map. Meski kadang google map tidak terlalu cerdas untuk memandu kita di tempat-tempat terpencil, namun saat ini, dia cukup pintar. Spontan saya mengucapkan 'terima kasih, google', begitu sekolah yang kami cari itu ada di depan mata.

Rofi'i, peserta Jatim Mengajar yang bertugas di SDN 5 Bodag, berlari-lari kecil menyambut kami. Senyumnya cerah, pipinya tampak tambun. Dia kerasan benar di tempat ini, terlihat dari raut wajahnya. Setelah bertanya kabarnya, saya langsung menembaknya dengan tugas pertama. 

"Rofi'i, entah gimana caranya, aku minta kamu carikan mangga untuk kami semua. Mungkinkah?"
"Oh, sangat mungkin, ibu, beres." Jawabnya. "Bener?" "Ya, bu, bener."

Mangga, memang menjadi pusat perhatian kami semua sejak masuk ke jalan Raya Kare menuju Gemarang tadi. Tentu saja, selain pemandangan alam yang luar biasa indahnya. Lembah dan bukit yang menjadi latar belakang persawahan dan kebun-kepun yang menghijau. Juga hutan-hutan jati yang diselingi dengan pepohonan lain yang rapat. Jalan yang berkelok-kelok naik turun tapi cukup mulus, sehingga membuat kami serasa benar-benar sedang berwisata.

Kami baru tahu, ternyata Gemarang adalah penghasil mangga. Sepanjang jalan, perkebunan mangga, kebanyakan mangga gadung (arumanis), dengan buahnya yang siap dipetik, membuat kami penasaran. Penasaran ingin memetik maksudnya.....hehe. Makanya, begitu bertemu Rofi'i, kami langsung memberinya instruksi untuk mendapatkan mangga.

Selain mangga, tanaman coklat dan jambu mente sebenarnya juga merupakan pemandangan lain di sepanjang perjalanan kami. Namun, dibanding dengan tanaman mangga, keduanya tidak terlalu menonjol. Menonjolnya mangga juga terlihat dari tumpukan buah itu di beberapa titik di pinggir jalan. Mangga-mangga itu menunggu dikemas dalam peti-peti kemas, siap dibawa ke Jakarta. 

Hujan turun cukup deras saat kami berbincang dengan kepala sekolah di ruangannya yang sempit dan agak gelap. Sementara bu Lucia mengecek tagihan tugas yang harus dipenuhi Rofi'i, kami berbincang tentang kondisi guru, siswa, dan fasilitas sekolah, serta menanyakan kinerja Rofi'i selama mengabdi di sekolah tersebut.

Menurut kepala sekolah, bapak Santoso, SDN 5 Batok memiliki guru sebanyak 11 orang, termasuk kepala sekolah dan Rofi'i. Guru PNS ada 6 orang, 1 di antaranya sudah sertifikasi, dan 2 sedang dalam proses sertifikasi. Karena tidak memiliki guru agama, sekolah mendatangkan guru agama dari SDN 1 Batok. Guru olah raga dan guru seni juga belum ada. Sementara itu, guru kelas masih ada 2 orang yang GTT. Mereka itulah, bersama 4 guru kelas yang lain, yang bertanggung jawab di setiap kelas di sekolah yang jumlah siswanya 86 itu.

Tugas Rofi'i adalah menjadi guru pengganti di kelas-kelas yang kosong. Selain itu juga membantu membenahi administrasi sekolah. Di sore hari, dia memberi les, ekstakurikuler Pramuka dan musik.

Di bidang sosial kemasyarakatan, Rofi'i sedang mengupayakan bantuan pengadaan air bersih ke YDSF. Kemarin bahkan YDSF sudah datang untuk melakukan survei kemungkinan pemberian bantuan itu. Selain untuk air bersih, Rofi'i juga mengajukan bantuan pembangunan masjid dan bantuan sembako bagi masyarakat miskin.

Menurut kepala sekolah, kinerja Rofi'i sangat bagus. Sangat membantu sekolah. Termasuk menyusun laporan atau data yang diminta UPTD dan dinas pendidikan. Siswa juga semakin rajin karena Rofi'i giat mengisi kegiatan ekstrakurikuler untuk mereka. Kepala sekolah berharap program Jatim Mengajar terus berlanjut dan SDN 5 Batok tetap menjadi sekolah tempat penugasan.

Di tengah hujan yang deras, kami berpamit, setelah menyerahkan kenang-kenangan berupa buku dan sedikit dana untuk kas sekolah. Tidak perlu menunggu hujan reda karena tidak jelas kapan hujan akan reda. Kami meminjam payung para orang tua yang sedang menunggu anak-anaknya, menjemput mereka pulang. Di bawah payung, kami berlarian menembus hujan menuju mobil. Meski dingin terasa begitu menusuk tulang, tapi kami senang. Hari ini, tunai sudah tugas kami. Tidak hanya itu, ada dua dus mangga di bagasi mobil. Siap dinikmati di sepanjang perjalanan yang masih panjang, yang harus kami tempuh untuk kembali ke Surabaya.

Sekian laporan wisata edukasi hari ini, sampai bertemu dengan laporan wisata edukasi berikutnya....

Madiun, 28 November 2013

Wassalam,
LN

1 komentar

Anonim

Membaca tulisan-tulisan B Luthfi.......
Indonesia memang luar biasa.... Indonesia segala-galanya. Jgn hanya menyoroti korupsinya, tetapi perhatikan kekayaan alami dan SDM untuk masa depan Indoesia tercinta.

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...