Pages

Minggu, 16 Maret 2014

Ngoweh Berjamaah

"Waktunya silaturahim dan wisata kuliner. Menikmati quality time bersama keluarga."

Pagi ini, kami sekeluarga meluncur ke Tuban. Kami bertiga, saya, mas Ayik, dan Arga. Sudah lama, mungkin sebulan lebih, kami tidak mudik. Sowan ibu dan mbah uti. Bersilaturahim sama mas-mas dan mbak-mbak, adik-adik, keponakan dan saudara misan. Senengnya....

Kami berangkat dari rumah jam 07.30. Hanya minum teh dan makan roti (saja). Niatnya memang mau melaparkan perut dulu. Merencanakan wisata kuliner setibanya di kota Tuban nanti.

Perjalanan kami relatif lancar. Biasalah, kalau bertemu dengan truk-truk besar dan bus umum. Juga mobil-mobil pribadi dan sepeda motor. Namanya juga jalan raya. Bukan jalannya nenek moyang.  Kalau mau lengang, ya bikin jalan sendiri.... 

Sepanjang perjalanan, ibu beberapa kali telepon. Memantau. Biasalah, namanya juga orang tua. Apa lagi kalau sudah sebulan lebih tidak ketemu sama anak perempuannya yang paling manis dan cucunya yang paling ngganteng serta anak menantunya yang paling hitam....hehe (hitam tapi manis poll, dan yang penting....baik hati, tidak sombong dan suka menabung).

Masuk kota Tuban pukul 10.03. Langsung menuju Belut Jangkar. Lokasinya di desa Tegalagung, Pronggahan. Dari sebelah barat Pasar Baru, ke arah selatan. Terusss ke selatan. Ketemu Pasar Klampok, belok kanan. Itu sudah.... Tanya saja di mana Belut Jangkar. Semua orang tahu. Karena ternyata yang punya adalah Riyani Jangkaru....(Haha, kalau ini suwerr...hanya bercanda).

Belut jangkar ini terkenal puwedes dan suwedep. Bagi Anda yang bukan penyuka makanan pedas, boleh coba. Dijamin Anda akan lupa kalau Anda tidak suka pedas. Pedasnya belut jangkar ini ngangeni. Sekali coba pasti ketagihan. Atau kalau tidak.... perut Anda pasti mulas, lantas tergopoh-gopoh pergi ke belakang....(Maksudnya ke kamar kecil...kamar yang keciiiillll sekali....). 

Belut itu sebenarnya hanya belut goreng saja. Digoreng nyel, tentu saja setelah dipotong-potong sekitar 2-3 centi-an. Setelah digoreng, dibumbu. Bumbu itu lho yang maut. Mirip bumbu rujak, tapi cita rasa rempahnya sangat kuat, dan pedasnya super duper mantap. Wehhh....siapa pun yang makan di situ, coba perhatikan, nggak ada yang nggak gobyos dan ngoweh-ngoweh. Terbayang kan? Puluhan orang yang gobyos dan ngoweh-ngoweh bareng? Suweru....

Seperti itulah yang terjadi pada kami bertiga. Arga terutama. Anak gendut itu seperti balas dendam saja. Seperti sudah ratusan tahun tidak makan. Lahapnya bukan kepalang. Dua porsi belut, dua porsi nasi jagung, dan dua porsi nasi putih, ludes dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Meskipun mulutnya ngoweh-ngoweh dan mukanya basah kuyup. Dasar anak kost.....

Sebelum pulang, kami pesan 15 bungkus belut dan 15 bungkus nasi jagung. Untuk ibu dan para keponakan. Saya ingin melihat pemandangan yang saya tunggu-tunggu. Mbah Uti dan para anak mantu serta para cucu ngoweh berjamaah...huwah.....huwah....huwah....heboh kan? Hehe...


Tuban, 16 Maret 2014

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...