Pages

Minggu, 28 Desember 2014

Melbourne 3: VIT dan University of Melbourne

Pagi ini, pukul 08.00 waktu Melbourne, kami semua sudah bersiap melakukan perjalanan kunjungan ke dua institusi. Myki yang akan menemani perjalanan tak lupa kami pastikan sudah berada di tas kami.

Kunjungan pertama adalah ke Victorian Institute of Teaching (VIT). VIT merupakan institusi yang memiliki otoritas untuk melakukan sertifikasi bagi semua guru dan calon guru di Victoria. Dia merupakan badan yang ditunjuk pemerintah.
VIT juga merupakan institusi yang telah diakui oleh Unesco sebagai institusi yang kredibel.

Kami hanya ditemui oleh dua orang, yaitu Fran Cosgrove (Director, Special Projects) dan Keith Woodward (Acting Group Manager, Standars and Professional Learning). Hanya dua orang, namun mereka bekerja dengan begitu efisien. Berbagi tugas dalam presentasi dan diskusi.

Tidak seperti di Tanah Air bila kedatangan tamu, apa lagi tamu dari luar negeri, pada umumnya tidak cukup hanya ditemui berdua saja seperti ini. Begitu juga suguhannya. Tidak seperti kalau kita menjamu tamu, yang hampir selalu dengan suguhan berbagai hidangan relatif lengkap, di sini kami hanya disuguh dua piring biskuit dan berbagai macam minuman hangat, yang kami bisa membuatnya sendiri: teh, kopi, dan coklat.

Diskusi kami berjalan dengan sangat efisien dan gayeng. Apa lagi ada Bu Pratiwi dan Mbak Silfi yang sangat membantu. Saya bertugas mempresentasikan tentang Unesa dan program-program PPG. Kami bertukar pengalaman dalam menyiapkan dan mensertifikasi guru. Ketika melihat program SM-3T, mereka kagum sekaligus menyadari betapa berbeda jauh kondisi Australia dan Indonesia, sehingga diperlukan cara yang berbeda juga dalam penyiapan guru profesional. 

Lepas dari VIT, kami beristirahat di sebuah ruang di University of Melbourne. Ruang khusus mahasiswa yang nyaman, penuh dengan sofa, buku-buku, dan pemanas ruangan. Tiwik telah mengupayakan untuk kami supaya kami bisa sekadar istirahat, minum dan shalat dhuhur. Juga sekaligus untuk menunggu waktu, sampai tiba saatnya kami bergeser ke bagian lain di universitas yang sama, beberapa saat nanti. Bagian tersebut adalah Melbourne Graduate School of Education.  

Seperti hanya di VIT, kami juga hanya ditemui oleh dua orang, yaitu Tim Brabazon (Executive Director) dan asistennya (saya lupa namanya). Suguhannya, air putih. Ya, hanya air putih. Tidak ada temannya. Kendel-kendelan, haha, begitu kata orang Jawa. Tapi kami belajar sesuatu dalam hal ini. Konsumsi tidak terlalu penting bagi orang-orang di sini. Yang penting acara rapi, diskusi bernas, dan target tercapai.

Brabazon menceritakan bagaimana sulitnya mempersiapkan guru yang profesional, guru yang memang memilih profesi guru sebagai pilihan hidupnya, dan bukan karena tidak ada pilihan karir yang lain. Ya, bahkan di Melbourne pun, profesi guru ternyata bukan menjadi pilihan bagi kebanyakan orang. Namun keberadaan institusi yang saat ini dipimpin Babrazon, telah banyak memberikan kontribusi dalam penyiapan guru, termasuk menjadikan profesi ini semakin banyak diminati.

Pada kesempatan ini, kami juga menceritakan bagaimana menyiapkan guru serta meningkatkan kompetensi guru di Tanah Air. Diskusi berjalan cukup gayeng dan sangat mencerahkan. Meski pihak VIT sempat mempertanyakan, bagaimana bisa kami menghasilkan guru dan sekaligus melakukan sertifikasi juga untuk guru? Kami katakan bahwa ke depan, sertifikasi guru tentunya juga akan dilakukan oleh sebuah lembaga khusus secara independen. Tidak lagi 'jeruk makan jeruk'.

Kesempatan mengunjungi dua institusi di Melbourne hari ini benar-benar memberi wawasan baru bagi kami semua. Meskipun mungkin peluang kolaborasi tidaklah mudah, namun setidaknya, berbagi pengalaman best practices antara kedua institusi tersebut dengan Unesa, memberikan semangat baru bagi kami untuk menjadi lebih baik ke depan.  

Hari ini kami cukup mengunjungi dua institusi. Oleh karena masih ada sedikit waktu sebelum hari gelap, maka kami tidak langsung kembali ke hotel, melainkan mampir ke Shaver. Sebuah swalayan yang menjual barang-barang bekas. Hampir semua jenis barang ada, mulai buku, alat-alat makan, alat-alat memasak, alat-alat menukang, baju, aksesoris, mainan anak-anak, selimut, lenan rumah tangga, dan lain-lain. Namun jangan bayangkan barang bekas yang sudah rongsokan. Barang bekas di Melbourne ini kondisinya masih kinyis-kinyis, dan sangat layak pakai. Orang-orang Melbourne begitu konsumtifnya sekaligus begitu modisnya, sehingga mereka enak saja beli ini beli itu dan kalau sudah bosan mereka akan lempar ke toko-toko barang bekas, dan lantas membeli yang baru atau juga yang bekas, dengan sesuka hati.

Malam hari, selepas shalat dan makan malam, kami juga menyempatkan diri ke Uereka Skydeck dan naik ke lantai 88, dengan membayar 25 dollar per orang. Menikmati Melbourne dari ketinggian dan menghayati setiap pengalaman yang sudah kami alami sepanjang hari ini. Pengalaman yang begitu mengesankan, dan sudah seharusnya semakin mempertebal rasa syukur kami atas semua kesempatan yang telah diberikan-Nya.

Melbourne, 3 November 2014

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...