Pages

Minggu, 02 Desember 2018

Pendidikan Profesi Guru: PR Berat


Saat ini, tahun 2018 ini, merupakan tahun tersibuk bagi Pusat PPG Unesa. Sejak awal tahun, pusat yang berada di bawah LP3M ini telah kedatangan tamu kehormatan bernama mahasiswa PPG Pasca SM-3T dan mahasiswa PPG Prajabatan Bersubsidi Tahap 2. Tak berapa lama disusul oleh mahasiswa PPG Prajabatan 2018. Setelah itu berturut-turut kehadiran mahasiswa PPG Dalam Jabatan Gelombang 1 dan Gelombang 2. Hampir bersamaan waktunya dengan kedatangan mahasiswa PPG Guru Daerah Khusus (Gurdasus). Jumlah mahasiswa seluruhnya dari berbagai program ini adalah 1788. Rinciannya: PPG Pasca SM-3T 193, PPG Prajabatan Bersubsidi Tahap 2 sebanyak 146, PPG Prajabatan Bersubsidi 2018 sebanyak 62, PPG Dalam Jabatan Gelombang 1 sebanyak 579, PPG Dalam Jabatan Gelombang 2 sebanyak 638, dan PPG Gurdasus 170.
Praktis sejak kehadiran mahasiswa PPG dalam berbagai bentuk program yang susul-menyusul itu, Gedung LP3M yang menjadi pusat kegiatan PPG setiap hari tak pernah sepi. Bahkan pada hari Sabtu dan Minggu. PPG Dalam Jabatan melaksanakan kegiatan workshop dari hari Senin-Sabtu, dari pagi sampai sore. Sementara untuk mahasiswa PPG Pasca SM3T yang berasrama, dan asramanya berdekatan dengan gedung LP3M, mengisi hari Sabtu dan Minggu dengan berbagai kegiatan, meliputi olah raga, seni, kerohanian, dan sebagainya. Jadilah LP3M yang berada di Kampus Unesa Lidah Wetan itu, menjadi wahana yang lebih “hidup dan berwarna” daripada tahun-tahun sebelumnya.
PPG merupakan pendidikan profesi yang memberikan layanan pada lulusan (fresh graduate) yang ingin menjadi guru profesional (disebut PPG Prajabatan) dan bagi guru yang ingin memperoleh sertifikat guru profesional (PPG Dalam Jabatan). PPG Prajabatan ditempuh dalam waktu 2 semester, dengan beban 36-40 SKS. PPG Dalam Jabatan ditempuh dalam waktu 1 semester, atau setara dengan 1 semester, dengan beban 24 SKS.
Kegiatan PPG di kampus dimulai dengan lapor diri dan orientasi akademik. Selanjutnya adalah kegiatan workshop atau lokakarya dan PPL. Lokakarya berisi kegiatan pengembangan perangkat pembelajaran dan pendalaman materi bidang studi, presentasi perangkat, dan peerteaching/microteacing. Dalam pelaksanaannya, di antara waktu-waktu lokakarya, mahasiswa melakukan orientasi sekolah, menyusun proposal penelitian tindakan kelas (PTK), dan menyiapkan portofolio. Selanjutnya, saat mahasiswa melaksanakan PPL, mereka juga harus melakukan PTK dan membuat laporan PTK. Mahasiswa PPL juga tidak hanya bertugas dalam bidang akademik (mengajar), namun juga dalam bidang nonakademik, seperti terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler serta membantu melaksanakan administrasi dan manajemen sekolah. Menjelang akhir program, mahasiswa melaksanakan Ujian Tulis Lokal (UTL), dan Ujian Kompetensi Mahasiswa PPG (UKMPPG). Untuk yang terakhir ini, tes terdiri dari dua jenis, yaitu uji pengetahuan (UP) dan uji kinerja (Ukin). UP diselenggarakan berbasis komputer. Sedangkan Ukin dilaksanakan di sekolah dalam bentuk real teaching.
Melihat rangkaian kegiatan yang sedemikian kompleks, bisa dibayangkan, betapa tidak sederhana untuk menjadi guru. Kalau dulu lulusan S1 kependidikan sudah bisa langsung menjadi guru. Sedangkan yang bukan lulusan S1 kependidikan, syarat untuk menjadi guru cukup dengan menempuh program Akta IV. Sekarang semuanya itu tidak lagi cukup.
PPG merupakan amanah dari Undang-undang Nomer 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 8). Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (Pasal 10). Berdasarkan pasal ini, jelaslah bahwa untuk menjadi guru, setiap orang harus memiliki sertifikat pendidik. Dan sertifikat pendidik ini, bisa diperoleh melalui PPG, baik PPG Dalam Jabatan (inservice training) atau PPG Prajabatan (preservice training).
Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Program PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar mereka dapat menjadi guru profesional setelah mereka memenuhi syarat-syarat tertentu sesuai dengan standar nasional pendidikan dan memperoleh sertifikat pendidik. Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2017 Pasal 1 butir 5 menyebutkan, Program PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan setelah program sarjana atau sarjana terapan untuk mendapatkan sertifikat pendidik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah.
Berdasarkan uraian tersebut, lulusan S1 dan D4 bidang apa pun bisa menjadi guru asal lulus program PPG. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi LPTK, yang notabene adalah perguruan tinggi yang menyiapkan guru. Termasuk kekhawatiran akan persaingan antara lulusan LPTK dan non-LPTK. Juga kekhawatiran tentang bekal kemampuan pedagogik yang minim dari lulusan no-LPTK. Namun semua polemik tentang hal tersebut telah lama berlalu. Faktanya memang LPTK belum bisa memenuhi semua kebutuhan guru di lapangan. Belum ada LPTK yang menghasilkan guru bidang agribisnis misalnya, atau bidang pariwisata, dan sebagainya. Ditambah lagi dengan berbagai hasil penelitian dan kajian yang menemukan bahwa kemampuan guru lulusan program studi non-LPTK tidak lebih buruk dibanding dengan guru lulusan LPTK. Dan juga dengan berbagai rasional yang didasarkan pada asumsi dan fakta, bahwa memang rekrutmen calon guru dari program studi nonpendidikan tidak bisa dihindari.
Justeru yang saat ini menjadi kegalauan banyak pihak adalah pola penyelenggaraan PPG itu sendiri. Sebagaimana disebutkan, pada tahun ini, beberapa LPTK, termasuk Unesa, menyelenggarakan PPG Prajabatan Pasca SM-3T (berakhir pada tahun ini), PPG Prajabatan Bersubsidi, PPG Dalam Jabatan-Daring, dan PPG Dalam Jabatan-Gurdasus. Di LPTK yang lain tidak hanya itu, namun ada tambahan PPG 3T dan PPG dalam jabatan gelombang 2 lanjutan. PPG dengan berbagai pola itu susul-menyusul dan membuat LPTK kewalahan karena harus mengatur sumber daya yang ada sedemikian rupa. Dosen, tenaga kependidikan, sarana prasarana, dana, dan sebagainya, benar-benar harus dikelola sebaik-baiknya dengan segala kendala dan persoalannya. Kelas di mana-mana penuh bahkan kekurangan. Dosen kelebihan beban. Pengelolaan dana terpaksa ibarat ‘gali lubang tutup lubang’. Pendek kata, luar biasa tuntutan energi dan pengorbanan lahir dan batinnya.
Tidak usah bicara tentang asrama. Meskipun dalam UU Guru dan Dosen dinyatakan bahwa PPG dilaksanakan berasrama, namun kenyataannya, asrama yang tersedia di LPTK tidak cukup untuk menampung semua mahasiswa PPG. Pada saat ini, yang wajib diasramakan adalah PPG Prajabatan Pasca SM-3T dan PPG 3T. Untuk program PPG yang lain, mahasiswa tidak diwajibkan tinggal di asrama dan memang tidak mungkin tinggal di asrama karena keterbatasan asrama. Jadi tidak perlu dipertanyakan bagaimana pembentukan kompetensi sosial dan kepribadian yang sebenarnya diharapkan bisa ditumbuhkankembangkan melalui kehidupan berasrama.
Saat ini ada sekitar 421 LPTK di Indonesia. Terdiri dari LPTK eks-IKIP 12, FKIP Negeri 30, dan LPTK swasta 378. Salah satu permasalahn LPTK adalah belum semua LPTK memenuhi Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2017 tentang Standar Pendidikan Guru. LPTK juga mengalami keterbatasan anggaran serta disparitas kualitas yang cukup tajam. Namun dengan tuntutan pemenuhan kuota PPG Prajabatan, dan terutama PPG Dalam Jabatan, ada lebih dari 50 LPTK yang ditunjuk untuk menyelenggarakan PPG prajabatan dan/atau dalam jabatan. Kuota PPG Dalam Jabatan untuk tahun 2018 saja sebesar 70 ribu lebih. Untuk memenuhi kebutuhan guru, prediksi untuk dua tahun yang akan datang adalah tidak kurang dari 100 ribu per tahun. Bayangkan dengan kemampuan LPTK yang ada.
Dengan kondisi seperti ini, salahkah kalau orang mempertanyakan mutu proses PPG itu sendiri? Sementara PPG adalah garda terakhir untuk bisa menghasilkan guru yang profesional. Namun dengan kenyataan yang sebegitu pelik dan rumitnya, salahkah kalau orang mempertanyakan, bagaimana pula mutu calon guru yang dihasilkan?
Tidak sederhana mengurai persoalan demi persoalan yang terkait dengan penyelenggaraan PPG. Namun pemikiran yang benar-benar matang dan bijaksana, kritis dan solutif, sepertinya sangat mendesak. LPTK, terutama LPTK besar, tak berdaya untuk tidak menyelenggarakan program PPG yang berjubel itu. Tak ada waktu untuk memikirkan kreativitas dan inovasi, yang ada adalah rutinitas dan rutinitas. Program yang susul-menyusul membuat LPTK harus memutar otak dengan cepat untuk mempersiapkan dosen, guru pamong, sekolah, kelas, dana, tryout, UP, UKIN, dan sebagainya, dan sebagainya. Begitu pelik, begitu rumit. Apa lagi penyelenggaraan PPG yang juga masih terus mencari dan mencari pola terbaik. Tidak sekadar karena alasan rasional-akademis, namun justeru kadangkala yang lebih dominan adalah alasan non-akademis (misalnya menyesuaiakan dengan aturan penganggaran).
Pekerjaan rumah untuk menghasilkan guru yang profesional benar-benar masih berat.

Surabaya, 22 November 2018
Luthfiyah Nurlaela

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...