Bismillah
Hari ini genap saya setahun berkhidmat di
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes
PDTT). Setahun yang lalu, 14 Juni 2021, saya dilantik sebaga Kepala Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi (BPSDM & PMDDTT). Pelantikan dilakukan langsung
oleh Menteri Desa PDTT, Dr. (Hc) Abdul Halim Iskandar, M.Pd, di Operational
Room, Gedung A, Kementerian Desa PDTT di Jalan Kalibata, Jakarta, dihadiri oleh
semua pejabat eselon satu dan dua di lingkungan Kemendes PDTT. Saya ditemani
suami saya, Mas Ayik Baskoro Adjie.
Sejak hari itu juga, saya bekerja sebagai
pegawai Kemendes PDTT. Masih mengenakan kebaya, saya diajak Sekjen Kemendesa,
Taufik Majid, M.Si, menuju ruang kerja saya di Gedung B, dan diperkenalkan pada
semua pejabat eselon dua di lingkungan BPSDM. Kemudian saya berdialog dengan
beliau-beliau, yaitu Sekretaris BPSDM (Jajang Abdullah, M.Si), Kepala Pusat
Pemberdayaan Masyarakat (Dr. Yusra), Kepala Pusat Pelatihan SDM (Dr.
Fujiartanto), Kepala Puslat pelatihan Pegawai dan ASN (Dr. Mulyadin Malik), Kepala
Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional (Hasman Ma’ani, M.Si), dan Kepala Balai
Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Jakarta (Dr. Lalu Samsul Hadi). Saya
menyimak semua informasi dari para kolega baru saya itu dengan penuh perhatian,
dengan mengerahkan semua kemampuan saya untuk memahami dan membayangkan tugas
dan fungsi masing-masing. Sampai sore saat adzan maghrib berkumandang, kami
mengakhiri sesi perkenalan dan dialog. Saat itu, seperti yang sudah saya
bayangkan sebelumnya, saya sedang berada di hutan rimba raya.
Dunia yang saya geluti di Kemendes PDTT tentu
saja adalah dunia yang sangat berbeda dari dunia kampus yang selama ini menempa
saya. Saya berusaha untuk tidak mengalami culture shocked berlama-lama. Pada
hari kedua, ditemani oleh Kepala Bagian Umum dan Kerumahtanggaan (Ibu
Komalasari) dan ajudan (Mbak Domi) dan Sespri (Mbak Tita), saya berkeliling ke
ruang-ruang pejabat BPSDM, ruang-ruang koordinator, ruang-ruang staf, bahkan ke
mushala, pantry dan ke toilet-toilet. Menyapa dan mengobrol dengan siapa pun
yang saya temui, para kapus, para koordinator, para staf, para office boy,
para petugas cleaning service, dan petugas security.
Pengalaman saya hari itu, selain membuat
saya semakin merasa berada di hutan belantara, ada satu hal yang sangat
mengganggu. Aroma rokok. Ya, aroma rokok itu ada di beberapa ruang, di lift, di
toilet, di lobi. Berhari-hari bahkan berbulan-bulan saya mencoba memerangi
aroma rokok, sempat bertemu dengan beberapa perokok, dan berdialog. Aroma rokok
sempat hilang sebentar, lantas muncul lagi, hilang dan muncul lagi, terutama di
lobi dan lift. Hari ini, setelah setahun saya di sini, saya mengibarkan bendera
putih untuk perang melawan aroma rokok. Give up. Ternyata tidak mudah hanya
untuk mengurus aroma rokok. Ya, karena gedung ini bukan hanya ditempati oleh BPSDM,
namun juga oleh unit yang lain. Ada empat lantai, BPSDM menempati lantai 3 dan
4. Kalau pun para perokok di BPSDM bisa dikendalikan, belum tentu di unit lain
yang memang bukan kewenangan saya. Selain itu, sepertinya memang merokok di
dalam gedung sepertinya tidak terlalu menjadi persoalan di sini. Jadi ya
sudahlah, setidaknya aroma rokok tidak lagi sekuat waktu pertama kali saya datang,
meski seringkali masih mengganggu.
Meski berasa seperti di hutan belantara,
namun saya tidak perlu waktu lama untuk kenal medan. Saya hadir hampir di
setiap kegiatan sekretariat, pusat-pusat, dan balai-balai. Saya hadir di hampir
semua rapat-rapat dan kegiatan-kegiatan penting, tidak sekadar untuk membuka
acara, namun untuk belajar dan terus belajar. Saya pergi kesana-kemari untuk
mendampingi Pak Menteri dan belajar dari apa yang beliau lakukan, yang beliau
sampaikan pada setiap sambutan dan arahannya. Tentu ini juga karena bantuan dan
dukungan orang-orang baik di sekitar saya. Dan mungkin inilah salah satu
manfaat mengikuti kegiatan Himapala waktu mahasiswa dulu. Saya bisa dengan
cepat berteman baik dengan seluruh penghuni hutan belantara ini dengan cepat
seperti apa pun karakter dan temperamennya.
Beberapa teman kampus mempertanyakan
mengapa saya memilih menjadi birokrat. Bahkan beberapa pejabat kemendesa PDTT
dan Kementerian/Lembaga lain juga bertanya. Sebenarnya banyak dan panjang
penjelasannya. Namun jawaban saya pada umumnya sederhana saja. Di kampus,
jabatan saya sudah mentok, pangkat saya sudah mentok. Waktunya mencari
pengalaman lain, mencari selingan yang bermanfaat untuk saya bisa lebih
berkhidmat.
Saya berusaha dengan cepat menyesuaikan
diri sebagai birokrat. Patuh tegak lurus pada pimpinan. Ide-ide yang seringkali
muncul berjejalan di kepala saya, dan saya coba untuk wujudkan, seringkali
terhempas karena tidak selaras dengan indikator kinerja utama. Sepenting apa
pun program, muaranya adalah IKU. Karena saya lihat IKU tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan semua komponen di BPSDM, bahkan Kemendesa PDTT, saya terus berusaha
bermanuver, tanpa harus melanggar regulasi. Untunglah ada tim tenaga ahli, yang
saya sebut sebagai tim bodrek, yang memahami ide-ide saya dan dengan cepat
membuat konsep, merancang berbagai aksi, dan mewujudkannya.
Hari ini, setahun saya di sini, sepertinya
belum ada apa pun yang sudah saya capai, yang bisa menjadi penanda saya ada
manfaatnya di kementerian ini. Program RPL Desa adalah ide lama di Kemendesa
PDTT, sejak beberapa tahun sebelum kehadiran saya. Ide yang belum sempat
terwujud dan hanya berhenti pada wacana-wacana. Kalau kemudian program ini
akhirnya running pada Maret 2022, dengan menggandeng Kabupaten
Bojonegoro, Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY), itu lebih karena kepiawaian Pak Menteri untuk membangun jejaring. Memang
RPL Desa mulai menggeliat ketika saya dan tim menyusun Pedoman RPL Desa, dan
mendiskusikannya dengan Pak Menteri. Kemudian bersama Pak Menteri dan Pak
Sekjen, mensosialisasikannya di hadapan bupati, kepala desa, perangkat desa,
tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan pegiat
desa yang lain. Dan laksana busur anak panah, secepat kilat RPL Desa terwujud.
Saat ini, sebanyak 1200-an mahasiswa mengambil S1 jalur RPL di Unesa dan UNY,
pada lima program studi, yang semuanya berkaitan dengan pembangunan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
Selain Pedoman RPL Desa, kami sebenarnya
juga menghasilkan Pedoman MBKM Sinergi Kemendesa PDTT dan Perguruan Tinggi.
Sudah saya diskusikan dengan Pak Menteri, namun saya akhirnya harus memaklumi
kalau kemudian program itu tidak mendapatkan dukungan, karena itu bukan bagian
dari IKU Kemendesa PDTT. Saya sempat patah hati, sebentar. Namun kemudian saya
bangkit lagi dengan semangat penuh. Tanpa dukungan anggaran dari Kementerian
Desa PDTT, program ini harus tetap jalan. Ini adalah wadah untuk balai besar
dan balai-balai dengan para penggerak swadaya masayarakat (PSM) yang ada di
balai-balai, untuk mengaktualisasi diri. Berkolaborasi dengan berbagai
universitas dan pemerintah daerah, beberapa balai terus bergerak membangun
sinergi mewujudkan MBKM.
Namun jangan salah. Ternyata beberapa balai
sudah bergerak melaksanakan MBKM ini bahkan sebelum pedoman MBKM kami hasilkan.
Balai Besar Yogyakarta, Balai Banjarmasin, Balai Pekanbaru, sudah memulai
ber-MBKM sejak 2020. Ya, memang, sejak 2021 dan sampai saat ini kegiatan MBKM
mereka semakin melesat dan ibarat api disiram bensin, bisa jadi karena ada
sedikit--sedikit saja--campur tangan saya untuk lebih menyemangati mereka. Tim
bodrek saya minta untuk mengidentifikasi progress program MBKM di semua balai
(2 balai besar dan 7 balai). Dari hasil identifikasi itulah kemudian saya
memiliki keyakinan bahwa program ini sangat besar manfaatnya. Maka, tanpa
mengabaikan IKU yang memang harus dicapai, program MBKM terus bergulir dan
semakin menampakkan kebermaknaannya. Jika suatu ketika saya diundang oleh
Komisi X DPR RI, saya akan dengan gagah menyampaikan progres MBKM di Kemendesa
PDTT. Tahun lalu, saya diundang oleh Komisi X DPR RI untuk menyajikan progres program
MBKM, saya dengan hati ciut menyampaikan bahwa Kemendesa PDTT baru menyiapkan
pedomannya.
Saat ini kami juga sedang menyiapkan agenda
tahunan, yaitu Pemilihan TPP Inspiratif dan PSM Teladan. Agenda pertama sudah
pernah dihelat beberapa tahun sebelumnya, lantas terhenti selama dua-tiga
tahun, dan tahun ini kami mulai lagi. Sedangkan agenda kedua, tahun ini
merupakan tahun pertama. Kedua agenda tersebut merupakah wadah bagi para TPP
dan PSM untuk mengeksplore potensinya, memantapkan eksistensi mereka, sekaligus
sebagai sarana memberi penghargaan bagi mereka yang potensial, agar menjadi
isnpirasi bagi yang lain.
Semakin ke sini, semakin saya menyadari,
betapa banyak pekerjaan rumah yang harus kami kerjakan. Ya kami kerjakan, bukan
kami selesaikan. Karena pekerjaan rumah ini akan terus ada dan terus ada. Ada
sekitar 34 ribu tenaga pendamping profesional yang tersebar di 74.960 desa di
seluruh Indonesia, yang kinerjanya harus terus dipantau. Mereka juga perlu
segera ditingkatkan kapasitasnya, salah satunya melalui sertifikasi, karena
bila tidak, secara regulasi, mereka tidak bisa dikontrak lagi. Ada ratusan
bahkan ribuan penggerak swadaya masyarakat yang membutuhkan perhatian karena
dukungan anggaran untuk peningkatan kapasitas mereka sangat minim, sementara
mereka dituntut untuk bisa melakukan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan,
serta harus memenuhi angka kredit tertentu sebagaimana lazimnya tuntutan
jabatan fungsional. Mereka juga harus diuji kompetensinya. Ada dua balai besar
dan tujuh balai di seluruh Indonesia yang masih harus terus dioptimalkan
perannya dalam melakukan tugas-tugas pelatihan, pemberdayaan, dan penerapan
model; sementara kompetensi SDM dan sumberdaya yang lain masih belum semua
memadai. Ada pembangunan zona integritas, reformasi birokrasi, manajemen
risiko, dan berbagai regulasi yang harus terus-menerus dibenahi, ditelaah, dan
diwujudkan. Ada banyak yang lain.
Sampai di sini, saya hanya bisa berjanji
pada diri sendiri untuk terus berikhtiar, dan menyandarkan segalanya pada Allah
Tuhan Yang Maha Menolong. Semoga Allah selalu meridhai ikhtiar-ikhtiar ini.
Insyaallah, atas izin Allah, saya siap
terus berkhidmat, dimana pun, dan kapan pun.
Bismillah. Laa haula walaa quwwata illa
billaah.
Jakarta, 14 Juni 2022