Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Minggu, 04 Mei 2014

Memaknai Kehilangan

Siang kemarin, ketika saya sedang ada di acara peresmian gedung dekanat FMIPA, tiba-tiba saya ingat ibu (mertua) dan ingin meneleponnya. Saya keluar ruangan yang hiruk-pikuk karena campursarinya grup Bharada sedang manggung, untuk mencari tempat yang agak terhindar dari keriuhan.
"Nembe nopo, Uti?" Sapa saya pada ibu.
"Iki lho, Fi....resik-resik..." Lantas pecahlah tangis ibu. Menceritakan semua aktivitasnya sepanjang pagi sambil terisak-isak. Melipat baju-baju bapak, selimut, sarung, membenahi tempat tidur. Membayangkan bapak yang biasanya pada jam-jam seperti ini sedang duduk-duduk di teras di depan dapur sambil minum teh manis dilengkapi sepotong dua potong polopendem, menemani ibu yang lagi sibuk di dapur.
"Ti..." Lembut suara saya. "Uti tidak boleh terus-menerus sedih seperti itu. Bapak meniko sampun dipun pilihaken yang terbaik kalih Gusti Allah. Ingkang dipun suwun Uti, putro wayah, lak inggih meniko to? Sing paling sae kagem bapak..."
"Iyo, Fi...yo kuwi sing menghiburku. Tapi jenenge ati, Fi..."
"Uti berdoa terus kagem akung.."
"Uwis, Fi..., mesti tak dongakne...tapi aku kelingan terus bapak sak tingkah polahe, kebiasaane, remenane...."
"Inggih mesti, Ti... Tapi mboten sisah dipun inget-inget terus, didongakne mawon saben kemutan..."

Saya mengakhiri telepon setelah berhasil sedikit menenangkan ibu. Saya katakan ke ibu, saya dan Mas Ayik akan sowan nanti sore, dan tidur di Tanggulangin untuk menemani. Setelah berpulangnya bapak, saya dan Mas Ayik memang harus sering mondar-mandir dan tidur di Tanggulangin untuk menemani ibu.

Saya pernah kehilangan bapak (sendiri, bukan mertua). Ketika itu saya masih menempuh Program S2 di Yogyakarta, dan tidak sempat melihat bapak pada hari-hari terakhirnya. Saat pulang ke rumah, bapak baru saja selesai dimakamkan, tapi ratusan tamu masih memenuhi rumah dan halaman kami yang besar. Saya yang sempat sempoyongan dan tidak sadar, dibangunkan oleh ibu dan beliau menguatkan saya untuk bersabar dan bertahan. Ibu, yang saya pikirkan akan 'jatuh' karena kehilangan bapak, ternyata justeru yang menguatkan saya dan kami semua, anak-anaknya. 
"Alhadulilah, Nduk....bapak apiiiikkk kapundhute. Kowe ora usah nangis yo? Bapak wis kepenak. Awake dewe kabeh kudu bersyukur, bapak kepenak banget kapundhute. Mugo-mugo awake dewe kabeh yo iso dipundhut kepenak koyo bapak..."

Berhari-hari setelah itu, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah meninggalnya bapak, ibu masih terus teringat bapak. Ya, namanya juga suami, belahan hati, yang telah puluhan tahun menemani membangun dan mengayuh bahtera rumah tangga, siapa pun akan mengalami hal yang sama. Terus teringat, terus terkenang, bahkan mungkin sampai mati. 

Tapi ada yang begitu mengagumkan pada diri ibu setiap kali teringat bapak. Caranya memaknai kesedihan dan rasa kehilangan. Suatu ketika, kami sedang menikmati makan bersama di meja makan, dan salah satu makanan itu adalah kesukaan bapak. "Dadi eling bapak...iki remenane bapak..." Kata saya sambil menunjuk gule kambing. 
"Bapak wis luwih enak dahare ning kono...ngersakke opo wae ono..." Tukas ibu. Wajahnya datar saja, tanpa kesedihan, malah menyungging senyum. "Bar maem ndang podho salat, ojo lali kirim Fatihah ning bapak."

Suatu saat, ibu berkata. "Iki lho, bapak iki lho....wis kapundhut isih saget nafkahi anak bojo terus. Alhamdulilah, Gusti... Panjenengan Ingkang Moho Sugih." Waktu itu ibu habis terima uang pensiun. Bapak adalah guru PNS, sehingga beliau masih memperoleh uang pensiun bahkan saat beliau sudah berpulang.

Saya dan kami semua tidak pernah melihat ibu begitu terbebani dengan meninggalnya Bapak. Meskipun kami yakin, pasti ibu sangat merasa kehilangan. Sangat sedih. Tapi ibu tidak pernah menunjukkan rasa khilangan itu dengan menangis, mengeluh, apa lagi menyesali meninggalnya bapak. Ibu meyakini, semua yang sudah digariskan oleh Allah untuk bapak, untuk kami semua, adalah yang terbaik. "Gusti Allah wis noto kanthi apik." Begitu selalu yang dikatakan ibu. "Awake dewe sing syukur. Bapak wis kepenak. Mugo-mugo awake dewe kabeh ngko yo kepenak. Kepenak ndunyo akhirat sak anak bojo lan kabeh keturunan."

Semangat ibu seperti tak pernah padam dan bahkan terus memberikan energi pada kami semua. Benar sekali apa yang dikatakan orang bijak. Selalu berpikir positif, banyak bersyukur, akan membuat orang yang bersangkutan selalu memancarkan energi positif. Itulah yang kami rasakan dari ibu. Senyumnya, kekuatan batin sekaligus kepasrahannya, adalah energi buat kami semua untuk terus memaknai hidup ini dengan segala hal yang berarti demi kehidupan yang lebih abadi kelak.

Memang beda sekali dengan cara ibu (mertua) dalam memaknai kehilangan bapak (mertua). Kesedihan dan kedukaan yang mendalam menjadi warna-warna dominan di hari-hari setelah kepergian bapak. Dalam pembicaraan melalui telepon, dalam keseharian, ibu lebih banyak menangis. Membalut setiap ucapan, ingatan, dengan kesedihan dan kedukaan. Kadang terselip penyesalan kenapa tidak begini, tidak begitu. Kadang mempertanyakan, kenapa begini, kenapa begitu. 

Setiap kali kami ingatkan, bahwa inilah hal terbaik untuk bapak dan kami semua, ibu bisa menerima dengan mudah. Ya, karena ibu sebenarnya juga tahu betul tentang hal itu. Namun pemahamannya itu, sayang sekali, belum diejawantahkan dari caranya memaknai kesedihan dan rasa kehilangannya. Belum bisa membalut kesedihannya dengan senyum tulus yang menunjukkan keihklasan dan kerelaan. Siapa pun yang di dekatnya akan menjadi tumpuan kesedihan dan keluh kesahnya. Meskipun ibu mengatakan bahwa ibu sudah ikhlas bapak pergi, namun sikap dan ucapannya tidak mencerminkan keikhlasan itu.

Kami yakin, ibu hanya perlu waktu untuk merasa "lego lilo". Mudah-mudahan segera. Dengan keteguhan hati kami anak-anaknya, ibu akan menjadi kuat dan kembali 'hidup'. Ya, karena roda terus berputar, dan hidup harus terus berlanjut.

Begitulah, setiap orang memiliki cara yang tidak sama dalam memaknai sebuah kehilangan. Namun setiap orang yakin, kehilangan adalah suatu keniscayaan. Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali harus terus bersyukur bahkan saat kita harus kehilangan. Rasa syukur itu akan menjadi energi abadi dalam diri kita, dan akan selalu memancarkan energi bagi orang-orang di sekitar kita. Meski kehilangan, kita harus tetap dapat memberikan makna dan manfaat bagi orang lain. Rasa syukur itulah kuncinya....


PPPG, Kampus Lidah Wetan, 4 Mei 2014

Wassalam,
LN

Sabtu, 03 Mei 2014

Pendidikan Memberikan Multiplier Effect

Pagi tadi, di Gedung Dekanat FMIPA yang baru, dilaksanakan acara peresmian gedung dan Kuliah Umum Penguatan Kurikulum 2013. Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Mendikbud M. Nuh, dan kuliah umum langsung diberikan oleh Mendikbud juga.

Gedung baru ini adalah gedung tiga lantai. Merupakan pengganti dari gedung dekanat dan Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS) yang dulu terbakar. Secara berseloroh, dalam sambutannya, Rektor Unesa Muchlas Samani melontarkan, "lek kepingin oleh gedung baru, bakar sik gedungmu..."

Pembangunan gedung baru tersebut sepenuhnya dibiayai oleh kemdibud. Menurut Mendikbud, karena kebakaran yang terjadi adalah murni kecelakaan, bukan sebab sengaja dibakar misalnya karena demo-demo, maka kementerian bisa membantu membangunnya kembali. Tapi kalau kebakarannya karena demo, yang berarti sengaja dirusak, kementerian tidak akan membantu serupiah pun. Bahkan kalau perlu program studi yang bersangkutan ditutup dulu, begitu jelas menteri sambil menyebut sebuah LPTK yang gedungnya dibakar oleh mahasiswa dan kementerian tidak memberikan bantuan untuk membangunnya kembali.

Gedung yang dinamakan Gedung D1 ini selain untuk dekanat, juga untuk Laboratorium Pembelajaran Matematika dan Sains Sekolah (LPMSS, pengganti PSMS). LPMSS merupakan laboratorium untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah khususnya untuk bidang Matematika dan Sains. 

Dalam kuliah umumnya, M. Nuh menyampaikan, tidak ada satu pun di antara kita yang tidak percaya bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh SDM. Oleh sebab itu, pengembangan SDM mejadi hal yang sangat prioritas.

Kualitas SDM sebagaimana yang kita tahu, diukur melalui indeks pembangunan manusia  (IPM) atau human development index (HDI). Ada tiga komponen dalam IPM, meliputi pendidikan, kesehatan, dan pendapatan per kapita. Ketiga-tiganya penting. 
"Masia pinter pol," begitu kata Pak Nuh, " tapi lara-laranen, ya tidak baik. Kalau ada dosen matematika, daftar log dia hafal, tapi saat mengajar dia batuk-batuk terus, mahasiswa yang mau  tanya bisa nggak tega. Mengko tak takoni muntah getih..." Seloroh Pak Nuh, tentu saja mengundang gelak tawa.
"Seorang perempuan, cantik pol...tapi buta huruf....nggilani. Sama dengan wong lanang, gede duwur, ngguwanteng, tapi hahok. Begitu juga kalau ada dosen MIPA Unesa, ganteng, gede duwur, puwinter, tapi utange akeh."

Contoh-contoh di atas hanya untuk menunjukkan betapa pendidikan, kesehatan dan pendapatan per kapita sama-sama pentingnya. Tapi yang mana dari ketiga hal itu sebagai prime-mover-nya? Sebagai penggerak utamanya?

Hasil kajian Unesco dan World Bank menunjukkan hubungan antara pendidikan dengan pendapatan perkapita, pendidikan dengan kesehatan, dan pendidikan dengan IPM secara keseluruhan. Kesimpulannya, pendidikan ternyata memberikan multiplier effect.

Hubungan pendidikan dengan pendapatan per kapita dalam bahasa statistik digambarkan r = 0,93. Artinya hubungannya sangat erat. Sedangkan bila pendidikan dihubungkan dengan pendapatan per kapita dan kesehatan, ternyata menghasilkan r=0,98. Berarti, pendidikan mempunyai multiplier effect terhadap komponen lain.

Oleh sebab itu, pendidikan harus digenjot sedemikian rupa agar bisa memberikan efek pada peningkatan kesehatan dan pendapatan per kapita. Pendidikan harus mampu memotong mata rantai kemiskinan. Masyarakat menjadi miskin karena mereka tidak mendapatkan akses. Akses meliputi ketersediaan dan keterjangkauan. Di pelosok, daerah perbatasan, daerah-daerah terpencil, ada masalah dengan ketersediaan. Sedangkan untuk masalah keterjangkauan, tidak hanya menjadi masalah di daerah pelosok, tapi juga di perkotaan, misalnya karena biaya pendidikan yang mahal. Karena keterjangkauan terkait masalah ekonomi, penyelesainnya dari bidang ekonomi. BOS, BOSDA, dan berbagai beasiswa adalah untuk mengatasi masalah ekonomi tersebut.


M. Nuh juga menambahkan, lima sampai sepuluh tahun lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. Pada saat itu akan ada puluhan ribu lulusan S1, S2, S3, generasi baru yang berasal dari keluarga tidak mampu. Anak-anak bidik misi sekarang sudah lulus S1, saat ini sedang dipersiapkan S2 dan S3-nya. Mereka bisa memasuki perguruan tinggi terbaik di dalam maupun di luar negeri. Mereka akan menjadi para motor penggerak dan agen perubahan dalam pembangunan. Inilah yang dimaksudkan memotong kemiskinan melalui dunia pendidikan.

Untuk Unesa, M. Nuh berharap, agar Unesa terus memperkuat intellectual capital. Karena kekuatan Unesa ada di situ. Tulisan-tulisan, hasil-hasil riset, itulah harga termahal yang dimiliki Unesa. Buka seluas-luasnya bagi para dosen yang belum S3 supaya menempuh S3. Namun riset-riset eksperimental jangan sekadar berhenti di paper-work, tapi ditawarkan ke sekolah-sekolah, sehingga hal itu menjadi lahan riset bagi Unesa dan semua pihak yang berkepentingan. 

Di sinilah salah satu letak kemuliaan Unesa, begitu kata menteri. Mengurus pendidikan adalah jalan yang benar. Tidak semua orang ditakdirkan mencintai dunia pendidikan. Kita harus bersyukur karena di dalam diri kita ditanamkan rasa cinta itu.


Surabaya, 3 Mei 2014

Wassalam,
LN

Jumat, 02 Mei 2014

Pamit Mendikbud dan Rektor

Upacara Hari Pendidikan Nasional pagi ini dimulai pukul 07.30. Bertempat di halaman Rektorat, upacara diikuti oleh perwakilan semua unsur di Unesa, mulai dari fakultas, pascasarjana, karyawan, dharma wanita, Senat, dan PPPG. 

Dalam sambutannya, Rektor Prof. Dr. Muchlas Samani membacakan sambutan Mendikbud. Salah satu harapan Mendikbud adalah, pendidikan yang semakin terjangkau dan semakin berkualitas bisa segera berhasil diwujudkan. 

Tema Hardiknas tahun ini adalah "Pendidikan untuk Peradaban Indonesia yang Unggul". Artinya, pendidikan tidak hanya untuk menjawab masalah-masalah yang sifatnya praktis dan teknis. Tapi tujuan pendidikan adalah  memanusiakan manusia untuk membangun peradaban unggul.

Salah satu program dalam rangka mencapai peradaban yang unggul adalah perluasan akses pendidikan. BOS, Bantuan Siswa Miskin, program rehabilitasi sekolah, sekolah berasrama, dan lain-lain, termasuk pengiriman guru di daerah 3T dalam Program SM-3T, merupakan perwujudan dari upaya itu. Setidaknya berbagai program tersebut saat ini sudah berhasil meningkatkan angka partisipasi kasar pada tingkat 
SMP, SMA, dan perguruan tinggi.

Terkait dengan program peningkatan kualitas pendidikan, Mendikbud menyebut salah satunya adalah penerapan Kurikulum 2013. Tahun 2014-2015 ini merupakan momentum yang tepat untuk peningkatan kapsitas para guru, kepala sekolah, dan pembenahan perbukuan. Penerapan Kurikulum 2013 diharapkan dapat membentuk sikap, pengetahuan dan keterampilan anak didik agar menjadi manusia yang unggul. 

Mendikbud juga menyampaikan, tahun 2014 ini adalah tahun terakhir sebagai Mendikbud. Ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya atas kerjasama, partisipasi dan dukungan semua pihak. Prestasi yang telah diraih adalah prestasi kita semua. Masih banyak kekurangan di sana-sini dan juga kekhilafan, oleh sebab itu Mendikbud memohon maaf yang sebesar-besarnya pada seluruh pemangku kepentingan. Di akhir sambutannya, Mendikbud menyampaikan harapannya, mudah-mudahan dunia pendidikan kita ke depan semakin maju. Dan semua yang telah disumbangkan bagi dunia pendidikan, baik oleh guru, anak didik, kepala sekolah, pemerhati pendidikan, dan lain-lain, semoga menjadi bagian dari amal kerbajikan kita.

Mengakhiri pembacaan sambutan Mendikbud, Rektor meminta waktu dua menit untuk menyampaikan sesuatu. Rektor mengemukakan, pada tanggal 26 Juni nanti, masa jabatannya sebagai Rektor Unesa akan berakhir. Tinggal 54 hari. Rektor menyampaikan permintaan maaf bila selama masa kepemimpinannya, ada banyak kekurangan dan kekhilafan. Rektor juga berharap, Unesa ke depan akan semakin baik dan maju. 

Selamat untuk Pak Nuh dan Pak Muchlas. Selamat sudah mengemban amanah dengan sebaik-baiknya, dengan segala suka dukanya, dengan segala dukungan dan kritik yang mewarnainya. Semoga Allah SWT selalu memberikan berkah kesehatan dan kesuksesan.

Selamat memperingati Hardiknas... 


Surabaya, 2 Mei 2014

Wassalam,
LN

Kamis, 01 Mei 2014

Cowok Bispak

Suatu siang, sebuah SMS masuk ke ponsel saya. "Tanteee...."
Saya spontan membalas. "Siapa nih?"
Sebagian anak teman memanggil saya 'budhe', tapi tidak sedikit juga yang menyebut saya 'tante'. Saya tidak menyimpan sebagian besar nomor ponsel mereka, karena memori ponsel saya tidak muat. Beberapa di antara mereka terkadang menelepon atau mengirim SMS hanya untuk bertanya tentang pelajaran mereka, yang sering adalah pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika. Kalau untuk Bahasa Inggris, saya hampir selalu bisa menjawab, tapi kalau untuk Matematika, pertanyaan mereka lebih sering saya lemparkan ke Mas Ayik atau teman dosen Matematika.

"Mmmuuuuaahhh...."
Saya kaget dengan balasan seperti itu. Seingat saya, para 'keponakan' saya tidak ada yang punya kebiasaan genit begitu. Saya tidak membalasnya. Saya lagi malas menyelidik siapa pengirim SMS itu.

Siangnya, SMS dari pengirim yang sama masuk lagi. "Tante gi pain?" Saya tidak membalasnya. "Tante dah makan siang?" Saya tetap tidak membalasnya. "Tanteeee....." Saya biarkan saja orang yang super iseng itu.

SMS semacam itu ternyata tidak berhenti pada hari itu saja. Besoknya, pagi, siang, malam, terus masuk. Semakin lama isi SMS-nya semakin 'nggilani'. 'Tante, telpun sex yuk..." Malam-malam, dia SMS "Kalau suami tante tidak sedang di rumah, bercumbu yuk..." Pernah juga dia SMS, "Tanteeee, hhhhhssssss...ahhh...."

SMS itu tidak ada satu pun yang saya balas, tapi juga tidak ada satu pun yang saya hapus. Saya simpan semua. Anak gila ini sedang menguji kesabaran saya. Ingin rasanya saya laporkan ke polisi saja dia, dengan bukti SMS-SMS itu. Tapi saya malas berurusan dengan polisi untuk hal semacam ini. Eman-eman waktu dan tenaga yang musti saya keluarkan hanya karena bocah sableng itu. 

Belakangan, ternyata anak itu malah berani telepon. Tidak hanya di siang hari, tapi, terutama, malam hari. Setelah tengah malam juga. Untungnya, saya selalu melihat layar ponsel setiap kali ada telepon masuk, supaya bisa memastikan siapa yang menelepon. Meski mata masih 'riyip-riyip', saya tahu siapa penelepon itu, maka kalau di layar terbaca 'cowok bispak', saya tidak mengangkatnya. 

Saya ceritakan hal itu pada Mas Ayik, dan menanyakan bagaimana sebaiknya. "Jarne ae, ngko lak kesel-kesel dewe." Begitu kata Mas Ayik. Tapi ternyata anak itu tidak kesel-kesel juga. Teleponnya setiap malam atau dini hari masuk. Mas Ayik masih tidak bereaksi. Saya juga ikut adem-ayem saja meski sebenarnya sangat amat terganggu. 'Gak ngurus wong edan", begitu pikir saya.

Belakangan ini memang sering ada SMS masuk. 'Invite PIN BB saya xxxxxx. Cewek bispak. Cantik, seksi, hot'. Saya sampai ngeres dengan SMS-SMS seperti itu. Haduh.....sudah demikian rusaknya moral kita, sekspun diobral dengan begitu murah-meriah. Yang jadi pikiran saya, bagaimana kemudian kalau ada banyak remaja, para suami, dan lelaki hidung belang yang iseng menanggapinya, lantas kebablasan. Maka terjadilah apa yang akan terjadi. Naudzubillah mindalik...

Kata Mas Ayik, kadang-kadang SMS seperti itu hanya untuk nyedot pulsa kita. Jadi tidak perlu ditanggapi. Abaikan saja. "Kok Mas Ayik tahu?", tanya saya. "Katanya begitu..."
"Katanya apa katanya..." Goda saya.
"Hush....sembarangan."

Nah, ternyata tidak hanya para cewek yang menawarkan seks murahan itu. Ternyata cowok juga. Malah lebih berani, tidak hanya SMS, tapi telepon-telepon juga.

Kemarin pagi, sepulang dari Tanggulangin setelah menemani ibu, di perjalanan, sebuah telepon masuk ke ponsel saya. Saya lihat layar ponsel. Lantas ponsel saya serahkan ke Mas Ayik. "Anak itu lagi..." Kata saya.

Mas Ayik menerima telepon itu. "Halo". Suara Mas Ayik langsung bernada tinggi. "Kalau kamu terus-teruskan kirim SMS dan telepon, urusan bisa panjang. Berhenti mengganggu istri saya!" Suara Mas Ayik, galak banget.

Tentu saja tak ada jawaban. Tapi di layar telepon terlihat kalau si penelepon mendengarkan suara Mas Ayik. Lantas dia mematikan telepon. Saya coba meneleponnya, tersambung sebentar, mati lagi. Saya ulang menelepon lagi, tersambung sebentar, terputus lagi. Selanjutnya setiap kali saya telepon, yang terdengar adalah nada sibuk.

Sejak pagi kemarin, setelah Mas Ayik menjawab telepon itu, tidak ada lagi SMS dan telepon dari anak gendeng itu. Rupanya keder juga dia sama suara Mas Ayik yang sangar dan seram. 

Oalah....
Dasar cowok bispak!

Surabaya, 1 Mei 2014

Wassalam,
LN

Selasa, 29 April 2014

Mi Lethek

Di sebuah desa, namanya Tajem, Meguwo, Yogyakarta, ada sebuah tempat makan yang namanya Warung Mendes. Mendes, ternyata singkatan dari 'mental ndeso'. Nama ini sengaja digunakan untuk memberi kesan tradisional atau mungkin agak primitif pada warung di pinggir jalan besar ini.

Menempati sebuah joglo besar, warung itu di bagian depan dan sepanjang sisi dindingnya dipenuhi dengan banner. Banner di depan menampilkan nama warung dan tulisan-tulisan: tanpa bahan pengawet, tanpa bahan pemutih, tanpa vetsin. Di dinding sisi kiri menampilkan gambar-gambar proses pembuatan mi. Dinding di sebelah kanan menayangkan menu. Di tengah-tengah joglo terpasanglah kursi-kursi dan meja-meja makan kayu. Cocok sekali dengan dekorasi keseluruhan tempat makan tradisional itu.

Menu yang dijual sebenarnya tidak istimewa. Menu kebanyakan, seperti mi goreng, mi rebus, nasi goreng, oseng kangkung. Yang istimewa adalah nama mi-nya, mi lethek. 
  
Ini jenis mi yang dibuat dari ubi. Dalam bentuk kering, dia persis mi kering, hanya warnanya saja yang putih kusam, makanya dibilang lethek. Dalam Bahasa Jawa, lethek artinya kusam, kotor, tidak cerah. Memang cocok sekali dengan warna mi-nya, benar-benar kusam.

Begitu mencoba makanan mi goreng dan mi rebus, wow, ternyata rasanya lezat, tidak kalah lezatnya dengan mi goreng dan mi rebus yang bahan pokoknya dari mi gandum. Kekenyalannya juga sangat pas. Meski warnanya lethek dan lebih menyerupai bihun, begitu dipadukan dengan berbagai sayuran dan telur, penampilan hidangan itu berubah menjadi sangat mengundang selera. Rasanya juga lezat.

Yang lebih istimewa lagi, adalah pilihan minuman yang ditawarkan, antara lain teh poci, wedang secang, dan wedang uwuh. Uwuh, dalam Bahasa Jawa artinya sampah. Nama ini menggambarkan bahan daun-daunan dan juga secang yang digunakan dalam minuman ini. Baik wedang uwuh, wedang secang, maupun tek poci, semua disajikan dengan cara sama. Satu cangkin stainless steel untuk 'com-comannya', satu lagi gelas untuk menuang wedang dari 'com-coman' itu. Gelasnya bening, sehingga akan menampakkan warna asli minumannya, coklat tua untuk teh poci, dan merah segar untuk wedang secang dan wedang uwuh. Sebagai pemanisnya, setoples gula batu disediakan, dan orang tinggal mengambilnya sesuai selera. 

Dunia kuliner seperti tak ada hentinya berinovasi. Di saat sebagian besar orang sudah mulai 'mblenger' dengan berbagai hidangan dan tenpat makan yang berkesan modern, prestisius, mahal  dan berkelas, Warung Mendes mencoba menawarkan pilihan tempat makan dengan menu yang lebih dekat dengan alam serta segala sesuatu yang beraroma tradisional. Menikmati sepiring mi lethek goreng atau rebus dengan segelas wedang secang atau wedang uwuh, di sebuah joglo besar, dilengkapi semilir angin, ternyata cukup memberikan pengalaman yang nikmat dan penuh kesan.

Tanggulangin, 29 April 2014

Wassalam,
LN

Senin, 28 April 2014

Telepon Penipuan

Selesai sudah ujian disertasi pagi ini. Saya dan tim penguji yang lain menyalami ibu Rina Febriani, mahasiswa S3 PTK PPS UNY yang baru saja dinyatakan lulus ujian tertutup, dengan beberapa revisi yang harus diselesaikannya dalam kurun waktu tiga bulan. Bu Rina adalah dosen Jurusan PKK UNJ. Pagi ini dia mempertanggungjawabkan disertasinya tentang Pengembangan Kurikulum Diploma 3 Tata Boga. Meski banyak revisi untuk disertasinya, setidaknya dia sudah berhasil melampaui satu tahap. Tinggal setahap lagi, ujian terbuka,

Pak Nurcholis, driver PPS UNY yang disediakan untuk menjemput dan mengantar saya, tergopoh-gopoh menyambut saya di depan pintu lift saat saya tiba di lantai 1. 
"Sebentar nggih, Pak. Nunggu bu Rina. Mau menemani saya mampir beli oleh-oleh. Pesawat saya masih jam 15. Tidak apa-apa kan, Pak?"
"O inggih, mboten nopo-nopo, Bu. Monggo.."
Sementara saya menunggu bu Rina di ruang dosen yang sepi, sebuah telepon masuk.
"Buk...." Suara seorang remaja di seberang, menangis sesenggukan. "Aku Barok, Buk... Aku dijebak koncoku, Bukk....kenek narkoba, Buk..."
"Kamu siapa?" Suaranya sama sekali bukan suara Arga. 
"Aku Barok, Buk... Arga, Buk... Barok Argashabri."
"Kamu kenapa?"
"Iki pak Polisine, Bu. Aku di Polda..."
Lantas telepon berpindah tangan. Berganti dengan suara yang berat, berwibawa, tenang sekali.
"Selamat siang, Bu. Apa benar ini Ibu Luthfiyah Nurlaela?"
"Ya, benar, Pak"
"Ini kami dari Polda, Bu. Anak ibu..."
"Kenapa anak saya, Pak?" Suara saya panik. Lebih tepatnya, pura-pura panik. Saya ingin mengisi waktu dengan mengisengi orang yang lagi iseng ini.
"Ibu tahu dia ada di mana?"
"Dia ada di rumah, tidur."
"Ibu yakin? Dia ada di sini, Bu. Dia sedang dalam masalah. Mohon maaf, Bu, anak ibu dijebak temannya. Dia tertangkap membawa narkoba. Kelihatannya ini hari naas anak Ibu."
"Sebentar, Pak. Bapak siapa namanya?"
"Saya dari Polda, Bu."
"Baik, Pak. Saya sedang ada di Yogya. Biar suami saya meluncur ke Polda, mengurus anak saya."
"Begini, Bu. Saya bantu saja..."
"Tidak, Pak. Biar saya telepon suami saya, biar dia urus anak kami di Polda."
"Tidak perlu, Bu. Cukup dengan ibu saja."
Dia memaksa terus. Ngomong banyakkk sekali. Intinya memaksa supaya saya mendengarkan penjelasannya. Saya naik pitam. "Pak, tahu nggak, saya sedang di Yogya. Percuma bapak ngomong sama saya. Suami saya ada di Surabaya. Biar suami yang ngurus."
"Bu, Ibu mau kami bantu tidak?" Suaranya meninggi.
"Tidak." Saya ngotot. "Saya punya banyak teman di Polda. Saya tidak perlu bantuan Bapak. Paham?"
"Bu! Masalah ini saya yang nangani. Hanya saya yang bisa bantu ibu!"
Klek. Ponsel saya matikan. Bersamaan dengan bu Rina yang tiba-tiba muncul di depan pintu ruang dosen. Bersama dua teman sekelasnya, Pak Lilik dan Pak Pri.

"Ibu, pakai mobil pak Lilik saja, kita antar ibu makan siang sekalian beli oleh-oleh." Kata bu Rina.
"Ini....ada mobil dan driver Pasca."
"Sama mobil saya aja, bu.." Pak Lilik menjawab.
"Baik..." Saya menghampiri pak Nurcholis, dan menyampaikan kalau saya bareng pak Lilik dan kawan-kawan, sehingga dia tidak perlu mengantar saya.

Di mobil, saya menelepon Mas Ayik yang masih cuti setelah meninggalnya bapak. 
"Arga di mana, Mas?"
"Di rumah, tidur.."
Jawaban yang sudah saya duga. Pagi tadi, waktu saya mau berangkat, Arga masih umek sama PC dan gitarnya. Hari Senin dia tidak ada kuliah. Semalaman dia nggetu main musik. Biasanya dia akan tidur sepanjang siang untuk mengganti tidur malamnya yang tertunda.

"Ada apa?" Tanya Mas Ayik.
"Ada yang telepon, katanya dari Polda. Ngaku namanya Arga. Terus ada polisi juga yang menjelaskan kalau Arga kejebak temannya, tertangkap bawa narkoba."
"Onok-onok ae." Kata Mas Ayik.
"Heranku, mereka bisa menyebut lengkap nama Arga, juga namaku, Mas.."
Mas Ayik tidak menjawab. Mungkin sama pikirannya dengan saya, dari mana orang-orang iseng itu dapat menyebut persis nama lengkap Arga dan saya ya?

Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama saya ditelepon penipu seperti ini. Seingat saya, ini yang ketiga. Makanya saya tidak kaget meski kadang suara sengaja saya buat pura-pura panik. Biar menyenangkan orang yang menelepon. Tapi kalau sudah sebel, telepon saya matikan. Klek.

Ya Allah, lindungilah kami dan keluarga kami dari segala marabahaya....


Bandara Adisucipto, Yogyakarta, 28 April 2014

Sabtu, 26 April 2014

Akhirnya Bapak Berpulang

Suatu saat di siang hari, bapak jatuh sakit
Mulutnya seperti kena sariawan berat
Lidahnya memutih rata, putihnya sampai ke tenggorokan
Bapak tidak bisa bicara
Tersedak-sedak setiap kali makan dan minum
Meski hanya makanan lembut dan air putih

Bapak dibawa ke dokter
Kata dokter, bapak  kena radang tenggorokan berat
Kata dokter, tenggorokan bapak sangat sensitif
Kata dokter juga, kemungkinan bapak terkena flu singapur
Tekanan darah bapak tinggi sekali
Tapi bapak hanya diberi obat
Tidak perlu opname

Bapak tidak bisa menelan obat Kecuali kalau obat itu digerus, dihaluskan dulu
Tapi rasa pahitnya sangat mengganggu bapak
Membuat bapak harus dibujuk-bujuk supaya mau minum obat
Bapak pun minum obat
Dengan susah payah
Dengan tersedak-sedak
Menelan bubur halus dan minum susu saja bapak susah
Dan ini, obat yang rasanya pasti pahit
Betapa bapak terlihat sangat tersiksa

Sepertinya, bapak lebih baik opname saja
Biar makanan bisa masuk lewat infus
Obat juga bisa masuk lewat infus
Dengan begitu bapak akan cepat sehat
Tapi dokter tidak menyarankan bapak opname
Bapak cukup obat jalan saja

Beberapa hari setelah itu, bapak diperiksakan lagi
Dan dokter baru menyarankan supaya bapak opname
Dari hasil pemeriksaan, ternyata bapak terkena serangan stroke kedua

Bapak memang sudah pernah stroke
Waktu itu, pada pertengahan Ramadhan 2012, bapak tiba-tiba jatuh
Tubuhnya lemas tak berdaya
Tergopoh-gopoh kami membawanya ke rumah sakit
Kaki dan tangan kanannya lumpuh
Sejak saat itu, kaki dan tangan kanan bapak tidak berfungsi dengan baik

Siang itu bapak masuk RSUD Sidoarjo
Di Pavilyun Anggrek nomor 21
Meski bapak sebenarnya menolak, tidak mau opname
Tentu saja bapak diinfus
Sari makanan dan obat juga dimasukkan lewat selang yang tak pernah lepas dari tangannya itu
Bapak juga dipasang kateter

Saudara-saudara berdatangan menjenguk
Juga para tetangga, sahabat dan kerabat
Dedi, adik bungsu yang baru saja kembali ke Laos setelah cuti, mengambil cuti lagi begitu mendengar bapak opname
Tidak tanggung-tanggung, Dedi mengambil cuti dua minggu
Dia ingin menunggui bapak sampai sembuh

Sejak hari pertama di rumah sakit, bapak terus-terusan minta pulang
"Muleh....muleh...." Begitu diucapkannya berkali-kali, dengan lafal yang tidak jelas, dengan tangannya menunjuk-nunjuk 

Berhari-hari di rumah sakit, kondisi bapak tidak semakin membaik
Kesehatannya terus menurun
Bapak bahkan didiagnosis terkena pnemonia
Nafasnya beraaat sekali
Responnya lemahhh sekali
Dokter mengatakan bapak akan disonde kalau bapak tidak cukup makan dan minum Disonde?
Bahkan membayangkan saja kami semua sudah tidak tahan
Betapa tersiksanya bapak dengan sonde itu
Bapak pun dibujuk-bujuk supaya mau makan dan minum agak banyak
Bapak berusaha, kelihatan sekali bapak berusaha
Meski dengan susah payah, sesendok demi sesendok bubur halus dan susu masuk ke mulutnya
Meski dengan susah payah, mulut dan tenggorokan bapak bergerak-gerak untuk menelannya
Sampai terdengan bunyi klek...klek....klek...
Ya Allah, sedihnya melihat bapak menderita seperti itu

Kami terus menguatkan bapak
Menyemangati bapak 
Juga menguatkan ibu, menyemangati ibu
Saling menguatkan satu sama lain
Di antara kesedihan dan kelelahan kami
Di antara doa-doa dan dzikir  yang menghambur dari mulut dan hati kami
Di antara keputusasaan yang terus dibalut dengan harapan
Meski tubuh itu begitu lemah
Sorot mata itu nyaris padam
Nafas itu begitu berat
Namun kami yakin, bapak akan mampu melewati masa itu, akan kembali sehat, dan pulang ke rumah, berkumpul dengan anak dan cucu tersayang

Sampai suatu sore, saat semua sudah tidak tahan dengan kondisi bapak
Semua berkumpul
Semua berdoa bersama
Membaca surat Yasin dan berdzikir
Membisikkan di telinga bapak tentang permohonan maaf
Meyakinkan bapak tentang keikhlasan melepasnya
Memastikan kepada bapak, bapak boleh pulang
Pulang ke mana pun yang bapak inginkan, ke rumah atau ke sisi-Nya

Bapak memang tidak menjawab, karena bapak tidak mampu menjawabnya
Nafasnya yang berat saja sebagai responnya
Matanya pun hanya membuka sedikit tapi penuh makna
Bapak pasti mengerti dan memahami maksud kami
Bapak pasti ingin mengatakan: "ya, bapak memaafkan kalian semua. Bapak juga minta maaf. Terima kasih sudah memaafkan bapak. Bapak senang karena kalian sudah ikhlas melepas bapak..."

Maka tibalah saat itu
Rabu, 23 April 2014
Tepat waktu adzan shubuh menggema
Bapak melepas nafas terakhirnya
Tenaaanggg sekali
Hanya ditandai dengan satu helaan berat
Selesai sudah...

Akhirnya bapak berpulang
Bapak memilih pulang ke rumah abadinya
Di sisi Allah Yang Maha Memberi Maghfirah
Di tempat yang melimpah rahmah-Nya
"Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan".

Selamat jalan, Bapak...
Insyaallah bapak mendapatkan akhir yang baik
Insyaallah bapak husnul khotimah
Semua milik Allah, dan semua akan kembali kepada Allah

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.. 
Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu wa akrim nuzulahu wa wassi' madkhalahu waj'al al-jannata matswahu bi rahmatika ya Arhama ar-Rahimin, waj'al ahlahu min as-shabirin.


Hotel Grand Quality, Yogyakarta, 26 April 2014