Pages

Sabtu, 03 Mei 2014

Pendidikan Memberikan Multiplier Effect

Pagi tadi, di Gedung Dekanat FMIPA yang baru, dilaksanakan acara peresmian gedung dan Kuliah Umum Penguatan Kurikulum 2013. Peresmian ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Mendikbud M. Nuh, dan kuliah umum langsung diberikan oleh Mendikbud juga.

Gedung baru ini adalah gedung tiga lantai. Merupakan pengganti dari gedung dekanat dan Pusat Sains dan Matematika Sekolah (PSMS) yang dulu terbakar. Secara berseloroh, dalam sambutannya, Rektor Unesa Muchlas Samani melontarkan, "lek kepingin oleh gedung baru, bakar sik gedungmu..."

Pembangunan gedung baru tersebut sepenuhnya dibiayai oleh kemdibud. Menurut Mendikbud, karena kebakaran yang terjadi adalah murni kecelakaan, bukan sebab sengaja dibakar misalnya karena demo-demo, maka kementerian bisa membantu membangunnya kembali. Tapi kalau kebakarannya karena demo, yang berarti sengaja dirusak, kementerian tidak akan membantu serupiah pun. Bahkan kalau perlu program studi yang bersangkutan ditutup dulu, begitu jelas menteri sambil menyebut sebuah LPTK yang gedungnya dibakar oleh mahasiswa dan kementerian tidak memberikan bantuan untuk membangunnya kembali.

Gedung yang dinamakan Gedung D1 ini selain untuk dekanat, juga untuk Laboratorium Pembelajaran Matematika dan Sains Sekolah (LPMSS, pengganti PSMS). LPMSS merupakan laboratorium untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah khususnya untuk bidang Matematika dan Sains. 

Dalam kuliah umumnya, M. Nuh menyampaikan, tidak ada satu pun di antara kita yang tidak percaya bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh SDM. Oleh sebab itu, pengembangan SDM mejadi hal yang sangat prioritas.

Kualitas SDM sebagaimana yang kita tahu, diukur melalui indeks pembangunan manusia  (IPM) atau human development index (HDI). Ada tiga komponen dalam IPM, meliputi pendidikan, kesehatan, dan pendapatan per kapita. Ketiga-tiganya penting. 
"Masia pinter pol," begitu kata Pak Nuh, " tapi lara-laranen, ya tidak baik. Kalau ada dosen matematika, daftar log dia hafal, tapi saat mengajar dia batuk-batuk terus, mahasiswa yang mau  tanya bisa nggak tega. Mengko tak takoni muntah getih..." Seloroh Pak Nuh, tentu saja mengundang gelak tawa.
"Seorang perempuan, cantik pol...tapi buta huruf....nggilani. Sama dengan wong lanang, gede duwur, ngguwanteng, tapi hahok. Begitu juga kalau ada dosen MIPA Unesa, ganteng, gede duwur, puwinter, tapi utange akeh."

Contoh-contoh di atas hanya untuk menunjukkan betapa pendidikan, kesehatan dan pendapatan per kapita sama-sama pentingnya. Tapi yang mana dari ketiga hal itu sebagai prime-mover-nya? Sebagai penggerak utamanya?

Hasil kajian Unesco dan World Bank menunjukkan hubungan antara pendidikan dengan pendapatan perkapita, pendidikan dengan kesehatan, dan pendidikan dengan IPM secara keseluruhan. Kesimpulannya, pendidikan ternyata memberikan multiplier effect.

Hubungan pendidikan dengan pendapatan per kapita dalam bahasa statistik digambarkan r = 0,93. Artinya hubungannya sangat erat. Sedangkan bila pendidikan dihubungkan dengan pendapatan per kapita dan kesehatan, ternyata menghasilkan r=0,98. Berarti, pendidikan mempunyai multiplier effect terhadap komponen lain.

Oleh sebab itu, pendidikan harus digenjot sedemikian rupa agar bisa memberikan efek pada peningkatan kesehatan dan pendapatan per kapita. Pendidikan harus mampu memotong mata rantai kemiskinan. Masyarakat menjadi miskin karena mereka tidak mendapatkan akses. Akses meliputi ketersediaan dan keterjangkauan. Di pelosok, daerah perbatasan, daerah-daerah terpencil, ada masalah dengan ketersediaan. Sedangkan untuk masalah keterjangkauan, tidak hanya menjadi masalah di daerah pelosok, tapi juga di perkotaan, misalnya karena biaya pendidikan yang mahal. Karena keterjangkauan terkait masalah ekonomi, penyelesainnya dari bidang ekonomi. BOS, BOSDA, dan berbagai beasiswa adalah untuk mengatasi masalah ekonomi tersebut.


M. Nuh juga menambahkan, lima sampai sepuluh tahun lagi akan terjadi kebangkitan kaum dhuafa. Pada saat itu akan ada puluhan ribu lulusan S1, S2, S3, generasi baru yang berasal dari keluarga tidak mampu. Anak-anak bidik misi sekarang sudah lulus S1, saat ini sedang dipersiapkan S2 dan S3-nya. Mereka bisa memasuki perguruan tinggi terbaik di dalam maupun di luar negeri. Mereka akan menjadi para motor penggerak dan agen perubahan dalam pembangunan. Inilah yang dimaksudkan memotong kemiskinan melalui dunia pendidikan.

Untuk Unesa, M. Nuh berharap, agar Unesa terus memperkuat intellectual capital. Karena kekuatan Unesa ada di situ. Tulisan-tulisan, hasil-hasil riset, itulah harga termahal yang dimiliki Unesa. Buka seluas-luasnya bagi para dosen yang belum S3 supaya menempuh S3. Namun riset-riset eksperimental jangan sekadar berhenti di paper-work, tapi ditawarkan ke sekolah-sekolah, sehingga hal itu menjadi lahan riset bagi Unesa dan semua pihak yang berkepentingan. 

Di sinilah salah satu letak kemuliaan Unesa, begitu kata menteri. Mengurus pendidikan adalah jalan yang benar. Tidak semua orang ditakdirkan mencintai dunia pendidikan. Kita harus bersyukur karena di dalam diri kita ditanamkan rasa cinta itu.


Surabaya, 3 Mei 2014

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...