Pages

Senin, 12 Mei 2014

Sorong 9: Kembali ke Surabaya

Pagi masih gelap saat Dian, pemandu kami mengetuk pintu  kamar. "Morning call, morning call." Suaranya memecah keheningan.
"Okay.....sudah bangun." Sahut Mbak Desi, teman sekamar saya.

Pagi ini, kami harus sarapan pukul 05.30. Serasa seperti makan sahur. Ya, karena hari masih gelap, lampu-lampu masih menyala. Tapi, meskipun tidak terbiasa sarapan sepagi itu, kami makan lahap saja: roti panggang, mi rebus, dan pisang goreng yang masih panas. 

Pukul 6.30, kami sudah siap di dalam speedboat. Cuaca cerah, sangat bersahabat. Marion dan Didik, dua sejoli yang menjadi host di Raja Ampat Dive Resort, melepas kami di dermaga, bersama dua orang kru. Melambai sampai speedboat kami menjauh. Menembus kabut tipis, berlomba dengan burung-burung laut yang terbang rendah, mengarungi Selat Dampir menuju Sorong.

Di speedboat, saya menulis, membuka tab, melihat foto-foto. Seperti tak percaya, saya baru saja meninggalkan Raja Ampat. Negeri surga. Pulau-pulau cantik nan molek. Penduduknya yang ramah, berkulit hitam, berambut keriting, berbulu mata lentik yang menaungi mata hitamnya yang bulat penuh. Oh Tuhan....betapa saya jatuh cinta pada tanah ini. Pada orang-orang ini. 

Sebersit perasaan sedih menyelinap. Dalam beberapa kali mengobrol dengan Rani, pemandu kami yang lincah dan cerdas lagi intelek itu, ada kekhawatiran pada pendidikan anak-anak di kawasan Raja Ampat. Di sebuah kampung, namanya Tanjung Besi, ada puluhan KK dengan ratusan jiwa di sana, dan anak-anak biasanya suka melongok para pelancong yang melintasi kampung mereka dari jendela-jendela rumah. Anak-anak itu, banyak yang tidak bersekolah, karena di kampung mereka tidak ada sekolah. Di sisi lain, di banyak bagian di Papua ini, ada banyak gedung sekolah yang bagus, tapi guru tidak ada. Kalau ada guru pun, mereka jarang datang ke sekolah, dengan berbagai alasan. Banyak anak lulusan SMA yang bingung mau ke mana, sekolah tidak, kerja belum, akhirnya kerjanya hanya mabuk-mabukan saja. Mereka masih muda. Energi mereka besar. Namun nampaknya, wahana untuk menyalurkan energi itu masih sangat terbatas. Maka pelampiasannya adalah di jalan-jalan, mabuk, dan aktivitas-aktivitas kontraprodutif lainnya.

Saya membandingkan kondisi tersebut dengan kondisi di wilayah-wilayah 3T yang lain. Nyaris sama. Begitulah. Dengan otak yang terus dijejali alkohol, bagaimana orang bisa berpikir jernih, berperilaku halus penuh pertimbangan, dan belajar dengan baik? Bagaimana orang terbiasa berpikir pendek bisa menerima perubahan dengan hati terbuka?  

Tentu tidak semua seperti itu. Banyak orang Papua yang berhasil, intelek dan populer. Walikota Sorong dan Bupati Kabupaten Sorong juga orang asli Papua. Rektor UNIPA, PTN satu-satunya di Papua Barat, adalah doktor lulusan Oxford University, perguruan tinggi ternama di dunia. Orang Papua juga terkenal dengan kepiawaiannya dalam sepak bola. Sebut saja nama yang ada di timnas, Tibo, Oktavianus, Patrich, Boas, dan lain-lain. Mereka hebat memainkan bola, mengharumkan nama Indonesia. Kita juga tentu masih ingat, ada anak-anak Papua yang memenangi olimpiade Matematika dan Fisika tingkat nasional dan dunia dan juara nasional membuat robot. Kalau kita mengintip di Wikipedia, ada sejumlah orang terkenal Papua atau yang secara genetis berdarah Papua, yang dibagi dalam kelompok agamawan dan teolog, ahli dan akademisi, aktivis dan pejuang, juga atlet yang terdiri dari puluhan pesepakbola dan olah raga lain seperti lari, lempar lembing, tolak peluru, petinju, angkat besi dan lain-lain, militer dan polisi, pahlawan nasional, menteri dan pejabat tinggi, politisi dan negarawan, serta seniman sastrawan dan budayawan. Nama Domine Eduard Osek, adalah juga pahlawan asli Papua yang sangat disegani sampai-sampai namanya diabadikan sebagai nama bandara. 

Artinya, Papua sesungguhnya memiliki potensi untuk bisa maju dan berkembang cepat seperti wilayah-wilayah lain di Indonesia bagian barat. Ada banyak upaya yang telah dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, juga organisasi-organisasi lain semacam LSM. Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) yang langsung di bawah komando wakil presiden juga dimaksudkan untuk mendorong kemajuan Papua dan Papua Barat. Berbagai program afirmasi juga telah dilaksanakan beberapa tahun dan memberi manfaat bagi para pemuda Papua untuk maju sejajar dengan teman-temannya di kota-kota besar di Indonesia. 

Namun begitu, upaya pemberdayaan tidak akan bisa berjalan dengan cepat bila Papua tidak bangkit dengan sepenuh keinginannya. Papua harus membangun kesadaran diri sendiri untuk bangun, untuk menjadi wilayah yang berdaya. Membuang hal-hal buruk yang akan menghambat    kemajuan, belajar dari banyak tempat dan orang-orang, membuka diri untuk sebuah perubahan. 

Dalam upaya tersebut, pendidikanlah yang seharusnya menjadi penggerak utama. Bicara tentang pendidikan, artinya bicara tentang guru. Guru harus menjadi contoh tentang kebaikan, kerja keras, kedisiplinan, religiusitas, penghormatan pada keberagaman, kecintaan pada belajar, kasih sayang pada anak didik, dan kepedulian pada sesama. Tidak sebaliknya, suka mangkir dari tugas, main pukul pada anak didik, mabuk dan berjudi, mengancam, mengintimidasi, dan membenci orang-orang yang ingin membawa perubahan ke arah kebaikan. 

Sedih memang, menyadari kenyataan pahit tersebut. Namun begitu, kita tidak boleh kehilangan semangat, untuk terus melakukan sesuatu, menebarkan hal-hal baik, menyemai benih-benih kasih sayang, agar setidaknya, mereka menyadari bahwa ada banyak tangan yang siap merangkul mereka, membimbing mereka menuju peradaban yang lebih unggul. 

Baiklah. Saat ini saya sedang berada di ruang tunggu Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, menunggu boarding. Saya terpisah dari rombongan Jakarta karena satu-satunya dari Surabaya hanya saya. Kami berangkat bersama-sama menumpang Garuda dari Sorong pukul 14.30 WIT tadi. Bersama rombongan Mendikbud juga. Tapi Mendikbud ada di kelas eksekutif, tidak seperti Jokowi yang tetap memilih duduk di kelas ekonomi...hehe. Sebentar lagi, kalau on time, saya akan masuk pesawat. 

Nah, ini dia, waktunya masuk pesawat. Boarding time. Sampai jumpa di Surabaya.

Makassar, 12 Mei 2013

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...