Pages

Selasa, 06 Mei 2014

Sorong 1: Tidur Pulas Dulu

Hujan deras menyambut kami begitu Garuda tipe Bombardier yang kami tumpangi mendarat di Bandara Domine Eduard Osok. Waktu masih menunjukkan pukul 06.10, berbeda dua jam lebih cepat dari WIB. Perjalanan malam sejak berangkat dari Bandara Juanda pukul 23.30 semalam, transit di Bandara Sultan Hasanuddin Makasar selama sekitar satu jam, kemudian lanjut ke Sorong, cukup melelahkan saya. Apa lagi kondisi saya memang tidak terlalu prima, sejak dua hari yang lalu terus mengonsumsi obat flu dan vitamin C demi menopang aktivitas. Tapi udara Sorong yang sejuk cukup menyegarkan jiwa dan raga di pagi yang tidak terlalu pikuk ini.

Provinsi Papua Barat, dulu bernama Irian Jaya Barat, sempat diakui sebagai provinsi yang berdiri sendiri hasil pemekaran dari Provisi Papua pada 1999. Namun lantas ditangguhkan karena terjadi demonstrasi besar-besaran oleh warga Papua yang menolak pemekaran tersebut. Tahun 2003, pemekaran Irian Jaya Barat kembali diaktifkan oleh Presiden Magawati dan perlahan provinsi ini membentuk dirinya menjadi provinsi yang definitif. Nama Provinsi Papua Barat sendiri resmi diakui sejak 2007.

Nama bandara di mana pun selau mengusik rasa ingin tahu saya. Termasuk bandara di Sorong ini, Domine Eduard Osok (sebenarnya Dominique Edward Osok disingkat DEO). Ini pasti nama seseorang. Saya coba googling. Ternyata dia adalah pahlawan asal Papua. Hanya itu, selebihnya, belum berhasil menemukan informasi lain.

Bahwa DEO adalah nama pahlawan, siapa yang tidak tahu? Sama halnya nama sebagian besar bandara di tempat-tempat lain di Indonesia. Juanda, Adisucipto, Adi Sumarno, Abdur Rahman Saleh, Soekarno Hatta, Sultan Hasanudin, El Tari, Umbu Mehang Kunda, Ngurah Rai, dan banyak lagi.  

Sorong merupakan pintu gerbang bagi para wisatawan yang akan mengunjungi Raja Ampat. Ya, siapa tak kenal Raja Ampat? Salah satu destinasi wisata favorit bagi para pelancong. Surga bagi mereka yang hobi melakukan ekspedisi bawah laut, karena di sanalah, konon, tempat ekspedisi bawah laut terbaik di dunia. Terus-terang, kedatangan kami ke Sorong ini, bukan hanya karena diamanahi tanggung jawab untuk membantu panitia pusat dalam rangka Puncak Hardiknas yang akan dihadiri Mendikbud, namun karena iming-iming wisata Raja Ampat juga. Siapa tahu?

Bandara Sorong tidaklah sepikuk Sentani. Tidak nampak porter yang berserakan di mana-mana. Namun seorang petugas yang membawa selembar kertas bertuliskan nama ketua rombongan kami menentramkan hati. Kami, adalah delapan orang Dikti, satu orang dari Unimed, satu dari Unesa (saya sendiri) dan satu dari Undiksha. Dalam rangka Puncak Hardiknas yang dirayakan di Sorong, kami datang untuk mempersiapkan serangkaian acara yang sudah dirancang, bersama-sama dengan panitia UNM, PIH Dikbud, dan, tentu saja, bagian protokoler Kemdikbud.

Di bawah gerimis yang masih rinai, kami berkendara menuju Hotel Sahid Mariat, tempatnya tidak terlalu jauh dari bandara. Bukan hotel terbaik. Hotel Royal Mamberamo, hotel terbaik, sudah full-booked oleh rombongan Mendikbud. Tidak masalah. Yang penting, pagi sampai siang nanti, kami semua akan menikmati tidur yang pulas. Tidur pulas pertama di pagi pertama di Kota Sorong.

Tidur dulu ah......

Sorong, 6 Mei 2014

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...