Pages

Minggu, 11 Mei 2014

Sorong 7: Back to Nature

Pagi ini, hujan deras sekali. Cuaca sepertinya kurang bersahabat untuk kami yang sedang ingin bersenang-senang di laut. Bagi saya, tidak terlalu bermasalah. Tidak membuat saya mati gaya. Saya membawa setumpuk berkas hasil UTS yang menunggu untuk saya koreksi. Begitulah, pagi ini, setelah senam pagi (sendiri) dan mandi, saya duduk manis di atas bed, menghadapi berkas-berkas koreksian. Tapi sebelum koreksi, biarkan saya selesaikan dulu cerita ini.

Tapi, uff. Ternyata sudah ada kru Raja Ampat Dive Resort yang menjemput kami sambil membawakan payung-payung. Kami bersiap turun untuk makan pagi dan bersiap melakukan perjalanan wisata. Ya, turun, karena rumah atau bungalow yang kami tempati adalah rumah panggung, terbuat dari papan-papan dan kayu-kayu, dan berada persis di bawah bukit. Ada 8 bungalow di resort ini, di Pulau Waigeo, kampung Saporkren (sapor artinya tanjung, kren artinya miring). Pemilik Resort ini adalah Nadine Candrawinata, pasti semua mengenalnya, dan Pak Agus, Tionghoa yang tinggal di Sorong. Penjaga resort, antara lain Marion, perempuan bule asal Perancis, bersama suaminya, Didik, keduanya instruktur diving. Didik berasal dari Sulawesi Selatan.

Wisata di kawasan Raja Ampat memberikan banyak pengalaman berharga bagi kita. Tidak hanya keindahan alamnya, pulau-pulau, laut, pasir putih, snorkeling, diving, dan keindahan biota laut, tapi juga pelajaran tentang bagaimana hidup bersama alam. Jangan harap Anda bisa membuang sampah seenaknya di kawasan ini. Bahkan hanya kulit apel pun, kalau Anda membuangnya sembarangan, pemandu akan mengambilnya dan memasukkannya ke kantung plastik sampah yang selalu tersedia, sambil tersenyum manis dan berkata: "Ibu, kulit apelnya saya ambil boleh ya?" Dia memunguti kulit apel itu. "Bukankah itu sampah yang mudah busuk, Mbak? Bukan sampah plastik? Dan di situ itu...juga tumpukan sampah kan?" Tanya saya saat saya membuang kulit apel di gundukan sampah. "Ya, benar, tapi ibu jangan menambahnya lagi...".

Raja Ampat merupakan kawasan wisata terbatas. Tidak terbuka bagi sembarang wisatawan. Konsepnya adalah ekowisata. Di bungalow, handuk akan diganti tiga hari sekali kecuali kalau kita minta ganti sebelum waktunya. Air mineral dalam botol, sangat disarankan untuk tidak dibuang botolnya, melainkan diisi ulang dari dispenser yang disediakan, baik di bungalow atau di tempat makan, juga di speedboat. Kita juga tidak diperbolehkan menggunakan air sesuka kita kecuali harus berhemat, pastikan kran mati ketika tidak sangat dibutuhkan seperti saat kita bersabun atau menyikat gigi, dan kalau ada kran bocor, segera laporkan.

Kita juga akan dihibur dengan suara alam. Saat kami tiba, sore sudah menjelang, bungalow-bungalow di bawah bukit itu menyambut kami begitu kami turun dari speedboat, melangkah di atas jembatan yang menjorok ke laut. Suara binatang, mungkin burung, belalang, jangkrik, entah apa lagi, riuh-rendah dari atas bukit. Tidur malam kita pun ditemani dengan binatang-binatang kecil yang beterbangan di dalam kamar kita yang nyaman, yang tempat tidurnya dilengkapi dengan kelambu untuk menjaga kita dari gigitan nyamuk. Back to nature. Sungguh menyenangkan, tentu saja bagi yang suka dekat dengan alam. Bagi yang tidak suka, seperti teman saya, Mbak Desi, staf operasional Dikti, sudah mengeluh. "Ih, ngeri. Di tengah hutan. Nggak ada TV lagi...."

Wisata Raja Ampat adalah wisata dari pulau ke pulau. Kita akan dibawa speedboat dari satu tempat ke tempat lain. Dengan pemandangan yang subhanallah....begitu luar biasa indahnya. Saya pernah melihat Danau Sentani, Danau Toba, Danau Sarangan, Ranupane, Ranugumbolo, Pantai Kuta di Bali maupun di Lombok, Pantai Delegan di Wonogiri, Pantai Tawui di Sumba, Pantai di sepanjang Talaud, dan pemandangan alam yang lain di banyak tempat. Tapi, sungguh, Raja Ampat begitu mempesona. Luasnya, beningnya, hijaunya, birunya, pulau-pulaunya, karang-karangnya, garis cakrawala bahkab langitnya. Tak henti-hentinya saya menyebut Nama Allah mengagumi ciptaan-Nya. 

"Jadi ingat Tuhan ya, Bu..." Kata Rani, mendengar saya melafalkan "Allahu Akbar."
"Ya..." Saya menjawab pelan, dengan keharuan yang menyesakkan dada. Saya selalu jatuh pada perasaan tak berarti setiap kali dihadapkan pada alam terbuka mahaluas yang indahnya tak terkatakan. Begitu tak berarti. Begitu kecil. Hanya setitik noktah di hamparan kemahaluasan. Dan Sang Khalik, Sang Kreator segala makhluk, betapa Maha Besarnya. Terima kasih, Ya Rabbi, telah Kau beri kesempatan pada hamba untuk menikmati keindahan karya cipta-Mu.      

Kami juga melewati Tanjung Besi, sebuah kampung nelayan yang berasal dari Sulawesi Tenggara. Mereka menetap di kampung itu, dengan rumah-rumah mereka yang mengikuti kontur bukit, sama-sekali tidak memotong bukit untuk membuat lantai rumah mereka menjadi rata. Dari kejauhan, rumah mereka nampak miring, mengikuti kemiringan bukit. Mereka membuat ikan asin, dijual di Waisai (wai artinya kepala, sai artinya perahu, dulunya merupakan tempat turunnya perahu), ibukota Kabupaten Raja Ampat.  

Speedboat kami terus melaju. Ada delapan belas orang dalam grup tim Dikti ini. Ditambah dua pemandu, dua driver, dan dua yang lain, mungkin semacam mekanik atau kenek. Seperti di kapal pesiar saja, makanan selalu tersedia, buah, kue-kue, bahkan teh, kopi dan jus. 

Hari ini kami akan tracking di Pulau Pianemo. Melihat pemandangan Raja Ampat dari ketinggian. Kemudian melanjutkan berspeedboat lagi menuju Arborek. Makan siang di tempat ini, terus snorkeling di jettynya, melihat seahorse dan aneka ikan tropis. Dari Arborek, kami akan melanjutkan perjalanan dengan speedboat menuju Yenbuba. Snorkeling lagi di air jernihnya, melihat karang-karang yang cantik, baracuda, parot fish, dan turtles. Setelah itu ke pasir timbul, menyeruput kehangatan teh dan kopi sambil menikmati keindahan pasir, menunggu sunset. Sepertinya luar biasa.

Baiklah, biarkan kami melanjutkan perjalanan dulu sampai nanti bertemu tempat-tempat yang akan kami kunjungi ini. BTW, seharusnya judul tulisan ini tidak lagi Sorong, karena kenyataannya kami sudah pindah tempat ke sebuah kabupaten, yang namanya Kabupaten Raja Ampat. Tapi tidak apa-apa, judul tetap Sorong, meski edisi Raja Ampat. Besok kembali ke Sorong lagi, dan langsung bertolak ke Surabaya.

Surabaya, oh....rasanya begitu lamanya telah kutinggalkan dikau....


Raja Ampat, 11 Mei 2014

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...