Pages

Kamis, 15 Mei 2014

Olala....Sriwijaya....

Saya sedang mengajar di kelas saat sebuah SMS masuk ke ponsel saya. Saya meminta izin mahasiswa untuk mengecek ponsel.

Ya, meski saya tidak membolehkan mahasiswa untuk menghidupkan ponsel ketika perkuliahan sedang berlangsung, tapi sejak awal saya sudah meminta keistimewaan, aturan itu tidak berlaku bagi saya. Posisi saya sebagai koordinator SM-3T mengharuskan saya untuk selalu menyediakan diri mengangkat telepon dan SMS sepanjang waktu, 24 jam nonstop. Para peserta SM-3T tidak mudah untuk mendapatkan sinyal, mereka harus menaiki bukit atau berjalan berkilo-kilo meter hanya untuk bisa telepon atau mengirim SMS. Dengan kondisi seperti itu, maka saya harus senantiasa siap sedia mengangkat telepon dan membalas SMS secepatnya. Pernah suatu ketika saya telat membaca SMS, akhirnya SMS balasan saya tidak berhasil terkirim. Saya telepon ponselnya, tidak ada nada sambung sama sekali kecuali "tulalit....tulalit...." Yang bersangkutan pasti sudah turun dari bukit sinyal. Di SMS-nya dia bilang "Ibu, mohon SMS saya segera dibalas. Saya sedang di atas bukit, tapi ini mendung. Saya tidak bisa berlama-lama, harus segera turun."

Saya mengecek SMS, ternyata dari Sriwijaya Air. "Kpd YTH pelanggan Sriwijaya Air kami informasikan utk tgl 16MAY SJ225 SURABAYA-SEMARANG jam 11.25 Berubah MAJU  menjadi jam 10.10.
Mohon maaf atas ketidak nyamanan ini. Untuk keterangan lebih lanjut hub 031-5491777 atau call center 021-29279777 atau -031.8688538 -08041777777 atau kantor perwakilan Sriwijaya Air terdekat."

Duh. Padahal saya lagi nggetu-nggetunya mengajar. Saya sudah memperhitungkan waktu dengan baik. Saya akan mengajar sampai pukul 08.30, lantas ke Pasca untuk menyerahkan nilai dan menitipkan tugas-tugas mahasiswa ke sekuriti, lanjut ke LPPM, bertemu dengan tamu penting, yaitu Bapak Nanang Ahmad Rizali dari Pertamina Foundation, baru meluncur ke Bandara Juanda. Kalau penerbangan sesuai jadwal awal, yaitu pukul 11.25, waktu saya lumayan leluasa. Tapi kalau tiba-tiba jadwalnya dimajukan begini, wah, bisa kacaulah rencana saya.

Saya melihat jam. Pukul 8.10. Saya mendekati Pak Leksono, partner mengajar.
"Cak, penerbanganku maju, jek tas onok SMS soko Sriwijaya, piye iki?"
"Yo wis ora opo-opo, Jeng. Wis, ndang budhal, kelas tak atasane."
"Ngono yo, Cak? Sepurone yo, Cak?" Saya bersiap-siap. Mengemasi laptop dan buku-buku saya.
"Sama Pak Leksono dulu ya, anak-anak..." Pamit saya pada mahasiswa. Seperti guru SD ke murid-muridnya.
"Ya, Bu Guru..." Serentak jawaban mahasiswa.

Saya meminta Anang, driver PPG, untuk mengantar saya ke Pasca. Terus yergesa-gesa lanjut ke Bandara Juanda. Di tengah perjalanan, Pak Nanang mengirim pesan di whatsapp.
"Ass. Ww. Bu Prof, saya sdh di mobil keluar jln bandara. LP2M itu dekat gd Rektoratkah?"
Saya langsung mengangkat telepon. Menghubungi Pak Nanang. Menyampaikan permintaan maaf tidak bisa menemui beliau, meskipun sangat ingin. Saya juga katakan kalau Pak Isbondo dan Prof. Wayan Susila, Ketua LPPM, sudah menunggu beliau di LPPM. Dan berharap semoga suatu saat ada kesempatan bagi saya untuk bertemu.

Sampailah saya di Bandara Juanda. Langsung masuk dan menuju tempat check in. Selagi mengantri, ada sepasang suami istri yang marah-marah pada seorang petugas di konter check in itu. Saya tidak terlalu menghiraukan. Tapi begitu giliran saya sampai di depan petugas, saya jadi ngeh, kenapa orang-orang itu marah. Ternyata SMS dari Sriwijaya yang mengatakan kalau jadwal penerbangan dimajukan itu, tidak benar. Ternyata ada miscommuniation di internal Sriwijaya, dan terkirimlah SMS untuk para pelanggan itu. Padahal sebenarnya, ternyata, jadwal tidak berubah. Tetap. Tidak maju tidak mundur.

"Hah, apa?" Tanya saya pada petugas.
"Ya, Bu. Mohon maaf, ada miscommunication, Bu. Jadi jadwal seperti semula."
Rasanya ingin saya ngremus petugas itu. Ingat kelas yang saya tinggalkan sebelum waktunya, ingat pertemuan penting dengan tamu penting yang saya harus abaikan, ingat bagaimana saya meminta Anang untuk ngebut di tol sewaktu mengantar saya tadi. Tapi melihat wajah petugas yang  seperti sudah siap menerima kemarahan itu, hati saya tidak tega. Sepertinya dia sudah sejak tadi menerima komplain dari satu pelanggan ke pelanggan lain. Melihat wajah dan sorot matanya yang memelas, saya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saja.
"Kok bisa sih..." Kata saya lirih. "Maaf, bu..."

Ya sudah. Saya pun naik. Masuk ke sembarang kafe. Pesan jus jambu dan kentang goreng. Makan, meski tidak sedang lapar. Pelampiasan rasa jengkel dan kecewa. Kecewa sama Sriwijaya. Olala....Sriwijaya.....

Bandara Juanda, 16 Mei 2014


Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...