Pages

Kamis, 08 Mei 2014

Sorong 4: Pesta Bakar Batu dan Dokter Peradaban

Sore ini Sorong hujan deras. Tapi kami musti berlomba dengan waktu. Bagi tugas dengan anggota tim. Sebagian mengikuti rombongan Mendikbud untuk acara di UNIPA. Sebagian berkonsolidasi untuk menyiapkan acara Pameran Foto dan Silaturahim besok.

Saya, Prof. Ngurah (Undiksha), Prof. Selamat Triono (Unimed) dan Pak Agus Susilohadi (Kasubdit PE Dikti), berangkat ke UNIPA. Dalam guyuran gerimis yang rapat, selepas maghrib, kami menumpang mobil FH UMS, Drivernya, Mas Umar, kelahiran Sorong, tapi berasal dari Enrekang, Sulawesi Selatan. Sejak kemarin, empat driver yang berganti-ganti memandu kami, tiga dari Sulawesi Selatan, satu dari Ciamis, Jawa Barat.

Jarak ke UNIPA lumayan jauh. Sekitar lima belas kilometer. UNIPA Kampus 1 ada di Manokwari. Yang di sini, khusus Fakultas Kedokteran, Kampus 2. Fakultas Pariwisata, Kampus 3, ada di Raja Ampat.  

Sampai di halaman UNIPA, aroma sedap makanan langsung tercium. Malam ini, selain peresmian Gedung Fakultas Kedokteran UNIPA, juga ada acara pesta bakar batu. Bakar batu merupakan budaya khas Papua yang melambangkan rasa syukur, persahabatan dan persaudaraan. Pesta ini biasanya dilakukan untuk acara pernikahan, kematian, dan hajatan yang lain, juga untuk menyambut tamu agung. 

Pesta Bakar Batu juga merupakan ajang untuk berkumpul bagi warga. Dalam pesta ini akan terlihat betapa tingginya solidaritas dan kebersamaan masyarakat. Makna lain dari pesta ini adalah sebagai ungkapan saling memaafkan antar-warga. 

Pada pesta bakar batu, biasanya makanan yang dimasak adalah babi, juga umbi-umbian dan sayur-sayuran seperti daun singkong dan daun pepaya. Namun untuk malam ini, tentu yang dimasak bukan babi, melainkan rusa. Rusa memang menjadi hewan buruan yang masih mudah didapatkan di Papua. Binatang itu, setelah disembelih, dibumbui, dimasukkan ke lubang yang sebelumnya sudah disiapkan. Lubang itu terdiri dari batu yang sudah dipanaskan, dilapisi dan pisang dan alang-alang. Daging yang sudah dipotong-potong dan ditata di lubang itu, ditutup lagi dengan daun pisang dan alang-alang serta bebatuan panas. Begitulah proses memasak berlangsung sekitar satu sampai satu setengah jam. Daging dan umbi-umbian yang dimasak mengeluarkan aroma sedap bersamaan dengan asap yang mengepul dari gundukan bebatuan itu.

Meski nampaknya sederhana, untuk menyelenggarakan pesta bakar batu, diperlukan persiapan yang cukup panjang. Prosesi Pesta Bakar Batu biasanya terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, bakar babi, dan makan bersama. Tahap persiapan diawali dengan pencarian kayu bakar dan batu yang akan dipergunakan untuk memasak. Batu dan kayu bakar disusun dengan urutan: pada bagian paling bawah ditata batu-batu berukuran besar, di atasnya ditutupi dengan kayu bakar, kemudian ditata lagi batuan yang ukurannya lebih kecil, dan seterusnya hingga bagian teratas ditutupi dengan kayu. Kemudian tumpukan tersebut dibakar hingga kayu habis terbakar dan batuan menjadi panas. Semua ini umumnya dikerjakan oleh kaum pria.

Di lain tempat, kaum wanita menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak. Babi disiapkan, demikian pula dengan sayur mayur dan umbi-umbian.

Kaum pria yang lain menyiapkan sebuah lubang yang besarnya sesuai dengan  jumlah makanan yang akan dimasak. Dasar lubang itu dilapisi dengan alang-alang dan daun pisang. Dengan menggunakan jepit kayu khusus yang disebut apando, batu-batu panas disusun di atas daun-daunan. Setelah itu dilapisi lagi dengan alang-alang. Di atas alang-alang dimasukan daging babi, ditutup lagi dengan dedaunan. Di atas dedaunan ditutup lagi dengan batu membara, dan dilapisi lagi dengan rerumputan yang tebal.

Tahap selanjutnya, hipere (ubi jalar) disusun di atasnya. Lapisan berikutnya adalah alang-alang yang ditimbun lagi dengan batu membara. Kemudian sayuran berupa iprika atau daun hipere, tirubug (daun singkong), kopae (daun pepaya), nahampun (labu parang), dan towabug atau hopak (jagung) diletakkan di atasnya. Kadang-kadang masakan itu ditambah dengan potongan barugum (buah). Selanjutnya lubang itu ditimbun lagi dengan rumput dan batu membara. Teratas diletakkan daun pisang yang ditaburi tanah sebagai penahan agar panas dari batu tidak menguap.

Tiap daerah dan suku memiliki istilah sendiri untuk merujuk kata bakar batu. Masyarakat Paniai menyebutnya dengan gapii atau mogo gapii, masyarakat Wamena menyebutnya kit oba isago, sedangkan masyarakat Biak menyebutnya dengan barapen. Namun tampaknya barapen menjadi istilah yang paling umum digunakan. 

Dalam sambutannya, Mendikbud menyampaikan, dua pilar yang menunjukkan sebuah peradaban unggul atau tidak, adalah pendidikan dan kebudayaan. Kedua hal itu, pendidikan dan kebudayaan, terlihat jelas ada di Sorong. Geliat pendidikan dan kebudayaan begitu terbaca dan nampak di mana-mana. Peradaban Indonesia yang unggul diyakini akan terwujud di wilayah ini. 

Mendikbud juga menjelaskan, mengapa Puncak Hardiknas yang biasanya selalu diadakan di Jakarta, saat ini diadakan di luar Jakarta, dan Sorong menjadi pilihan. Tentu ada alasannya. Sorong ada di Papua. Waktunya dua jam lebih awal dari bagian Indonesia yang lain. Kalau dua jam ini lebih maju, semuanya akan lebih maju. Selain itu, Sorong letaknya persis di kepala burung, tempat otak dari burung itu. Begitulah kata Mendikbud. 

Di Sorong ini, juga ditemukan adanya kombinasi pilar pendidikan dan kebudayaan. Hal ini jugalah yang menyebabkan restu untuk  pendirian Fakultas Kedokteran di Papua diberikan. Bahkan tidak hanya restu, tapi juga dukungan penuh. Fakultas Kedokteran UNIPA diharapkan tidak sekedar mencetak dokter untuk manusia, tapi juga dokter untuk peradaban.

Dokter peradaban. Frasa ini tentunya sangat cocok dengan tema Hardiknas tahun ini: Pendidikan untuk Peradaban Indonesia yang Unggul. Pertanyaannya, seperti apakah peradaban yang unggul itu? Kapankah perdaban yang unggul itu bisa dicapai? Sementara masalah pemerataan pendidikan, kualitas pendidikan, keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan, tak juga kunjung teratasi dari negeri ini? Peradaban yang unggul, semua kita sedang menuju ke sana. Seluruh energi harus diarahkan ke sana. Meski jauh...namun itulah tujuan bangsa dan negara ini.
  
Sorong, 8 Mei 2014


Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...