Pages

Minggu, 22 April 2012

Tana Toraja (3) Megalithicum, Sarcofagus, dan Makam Londa

Mas Ayi, aku, dan Arga anakku.
Ke rumah adat Ketekesu. Di sanalah menghampar belasan rumah adat suku Toraja. Etnik, artistik, unik. Indah sekali. Juga tersedia kedai-kedai yang menyediakan berbagai suvenir khas Toraja: miniatur rumah Toraja dengan berbagai ukuran, gantungan kunci, hiasan dinding, peralatan makan, T-shirt, aksesoris, sampai senjata tajam parang. Saya membeli banyak aksesoris untuk oleh-oleh teman-teman di jurusan PKK (yang mayoritas perempuan), beberapa T-shirt untuk keponakan-keponakan dan beberapa teman kantor mas Ayik, serta untuk yang jaga rumah. Arga membeli aksesoris dan gantungan kunci untuk teman-temannya dan untuk dirinya sendiri. Mas Ayik membeli dua buah parang, satu untuk oleh-oleh bapak, satu untuk dipakai sendiri. Bapak dan anak, dua-duanya hobi bersih-bersih halaman rumah, jadi parang adalah barang berharga, sampai-sampai 'dibelani' bawa dari Toraja.  

Kami melanjutkan perjalanan menuju Bori. Melihat batu-batu megalithicum yang tinggi besar, berbentuk silinder dengan diameter sekitar 1 meter dan tinggi mulai 1 m sampai 7 m. Utuh-utuh. Sangat mengagumkan.  Ada juga sarcofagus, yaitu makam-makam orang Toraja yang berada di bukit-bukit batu, yang di dalamnya disimpan puluhan bahkan mungkin ratusan mayat orang asli Toraja. Bukit batu itu pada beberapa bagian sisinya dilubangi, berbentuk kotak, dan dalam lubang itulah anggota keluarga mereka dimakamkan. Satu lubang bisa dimasuki empat puluh mayat, semua adalah anggota keluarga. Ya, satu lobang rame-rame. Salome. 

Pak Siella, orang asli Toraja, seorang pedagang kerbau, menceritakan, bahwa untuk membuat satu lubang di bukit-bukit itu, biaya bisa menghabiskan hampir seratus juta rupiah. Wow, banyak juga ya. Tentu saja tidak hanya untuk melubangi bukit itu, tetapi untuk biaya seluruh prosesinya, termasuk untuk menyembelih banyak hewan ternak dalam rangka merayakannya.

Di tempat ini juga, kami sempat melihat para warga setempat sedang makan siang ramai-ramai di sebuah rumah panggung. Mereka semua berkerabat. Kami menyapa mereka, dan mereka membalas sapa kami dengan sangat ramah. Saya bertanya, apa menu makan siang mereka? Nasi putih, sayur sawi, dan daging anjing. Hm.....aromanya sedap. Minumannya yang dituang di gelas-gelas bening, yaitu cairan berwarna merah muda, menyerupai sirup, adalah semacam toak yang bahannya berasal dari air pohon lontar yang difermentasikan. Kayaknya cocok sekali sebagai minuman penutup dengan menu anjing goreng berbumbu itu..... Nyam, nyam, nyam....  

Makan siang di rumah makan muslim 'Perdana'. Menunya ikan bakar dengan berbagai macam sambalnya. Termasuk sambal mentahan, yang pedesnya minta ampun. Semua makan dengan lahap karena waktunya pas banget, pas lapar-laparnya, sehingga menu apa pun disantap habis. Tapi, mungkin karena masih terbayang-bayang menu daging anjing tadi, saya merasa kurang berselera. Saya hanya makan nasi putih, tempe goreng dan sedikit sambal. Di Tana Toraja, musti hati-hati memilih tempat makan, khususnya bagi kita yang muslim.

Setelah makan, kami melanjutkan perjalanan lagi. 'Ziarah'  ke makam Londa. Londa, nama sebuah kampung yang penduduknya merupakan suku asli Toraja. Di situlah ratusan tengkorak dan tulang- belulang manusia bertebaran di dua buah goa yang memang disiapkan untuk menyimpan siapa pun sanak keluarga mereka yang meninggal. Tengkorak-tengkorak itu bertumpuk-tumpuk, bertengger di sela-sela bebatuan sejak di pintu masuk dan di dalam goa, tersebar di dasar goa di, antara peti-peti mati yang dihiasi dengan berbagai ornamen khas Toraja serta salib. Ada sepasang tengkorak yang disebut tengkorak Romeo dan Juliet, konon mereka adalah sepasang kekasih yang tidak direstui oleh keluarga mereka, dan akhirnya menempuh jalan pintas dengan bunuh diri. Di dekat tengkorak-tengkorak yang lain, setumpuk rokok, mungkin ratusan batang, teronggok. Ada juga botol-botol berbagai merek minuman. Semua benda itu sengaja dipersembahkan oleh sanak keluarga, bagi mereka para tengkorak itu, yang semasa hidupnya menyukai barang-barang tersebut.    

Di bagian atas pintu masuk goa, terpajang puluhan replika orang-orang yang tengkoraknya ada di goa itu,  atau yang peti matinya tertanam di bukit-bukit di atas goa itu. Mulai dari replika balita sampai manula, laki maupun perempuan. Replika itu dalam bahasa Toraja disebut tao-tao. Peti-peti mati yang mungkin usianya sudah puluhan bahkan ratusan tahun, bertumpuk-tumpuk di ketinggian. Konon, semakin tinggi peti-peti itu bersemayam, semakin tinggi derajat orang yang meninggal tersebut. Konon juga, peletakan peti-peti mati yang berada nun tinggi di sana, karena orang yang di dalam peti tersebut disimpan bersama sebagian harta benda mereka yang berharga. Dengan demikian, mereka aman dari jangkauan tangan-tangan jahil para pencuri harta orang-orang yang semasa hidupnya kaya-raya tersebut.

Tongkonan, merupakan miniatur rumah khas Toraja, adalah keranda kaum bangsawan. Benda itu terpajang di depan pintu masuk goa. Hanya para bangsawan yang ketika meninggal mayatnya diangkut dengan tongkonan.

Setiap rombongan dari kami ditemani oleh seorang pemandu. Para pemandu itu adalah para kerabat orang-orang yang mayatnya disimpan di dalam goa tersebut.  Mereka menjelaskan semuanya, dan menjawab semua keingintahuan kita. Ketika memasuki goa, merekalah yang membawakan lampu untuk menerangi jalan menuju goa. Mereka juga menyilakan kita mengambil foto dan berfoto bersama tengkorak-tengkorak dan peti-peti mati itu. Hiii.....

Saya, mungkin juga semua dari kami, sangat kagum dengan pemandangan yang kami lihat hari ini. Semuanya adalah hal baru. Sesuatu yang selama ini hanya bisa kami nikmati di televisi, majalah, dan internet; atau mendengar saja dari teman-teman yang sudah pernah mengunjungi Tana Toraja.  Seorang teman bertanya ke saya, mau lihat apa di Tator, cuma makam-makam saja, katanya. Tapi setelah kami datang dan melihat dengan mata kepala kami sendiri, semuanya yang di Tana Toraja, begitu berbeda, begitu mengagumkan, begitu berkesan. Kata teman-teman, travelling kali ini sangat kerreeennnnn.......

Begitu kayanya Indonesia. Begitu indahnya keberagaman. Begitu Maha Besarnya Dia yang telah menciptakan. Begitu murah hati-Nya, telah memberikan kesempatan ini pada kami semua. Semata untuk membuat kami agar lebih pandai bersyukur....

Subhanallah, alhamdulillah, wa laailaaha illallaah, Allahu Akbar...... 

Sabtu, 7 April 2012 
Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...