Pages

Kamis, 05 Juni 2014

Tamu Istimewa dari Jauh

Hari ini saya kedatangan tamu istimewa dari jauh. Tidak tanggung-tanggung. Tamu saya itu dari Kabupaten Mamberamo Raya, Papua. Namanya, Isak Torobi. Beliau adalah Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mamberamo Raya.

Sebenarnya Pak Kadis, begitu kami menyebutnya, sudah tiba di Surabaya sejak dua hari yang lalu. Tetapi karena saya masih bertugas di Yogya, maka baru hari ini kami bertemu.

Siang ini saya membawa Pak Kadis menghadap Pak Rektor. Di ruang rektor yang sejuk, ditemani PR 1 dan secangkir teh manis serta kletikan, Pak Kadis menyampaikan maksud kedatangannya. Beliau menunjukkan setumpuk berkas surat kesanggupan para peserta SM-3T untuk kembali ditugaskan ke Mamberamo Raya.

"Saya ingin menyampaikan kepada Bapak Rektor, bahwa para guru SM-3T sanggup untuk kembali ditugaskan ke Mamberamo Raya. Tentu saja kalau Bapak merelakan mereka.." Begitu kata Pak Kadis. Lelaki hitam tinggi besar tapi ramah itu menjelaskan. Kata-katanya runtut, mengalir lancar dengan suaranya yang agak serak namun jelas. Mata tajamnya yang bersembunyi di wajah hitamnya menyiratkan kesungguhan.

"Kami merasa sangat terbantu dengan kehadiran para guru itu. Kami sangat kekurangan guru. Bupati mengharapkan mereka semua akan menetap di sana. Mereka akan diangkat sebagi guru kontrak, sambil menunggu formasi untuk CPNS. Mereka nantinya akan diprioritaskan."

Tentu saja Pak Rektor menyambut dengan tangan terbuka. Para guru itu sudah membuat surat kesanggupan yang sudah mereka tandatangani sendiri. Atas inisiatif mereka sendiri. Apa yang harus ditolak? Ketika anak-anak muda itu merasa terpanggil untuk menjadi bagian dari pembangungan pendidikan di pelosok negeri, bukankah itu pilihan yang hebat. Tidakkah itu membanggakan?

"Tapi, kalau nanti mereka selesai bertugas di Mamberamo Raya, saya dengar, mereka masih harus setahun mengikuti program PPG, benarkah begitu?"
Pak Rektor mengangguk. Menjelaskan bahwa selepas dari Program SM-3T, mereka akan mengikuti Program PPG.
"Tidak bisakah itu ditunda?" Tanya Pak Kadis.
Tentu saja tidak, itulah jawaban Pak Rektor. Namun dengan bahasanya yang rileks dan mencerahkan. Ternyata Pak Kadis datang, selain ingin menyampaikan surat kesanggupan para peserta SM-3T, juga untuk memohon supaya mereka boleh tidak mengikuti Program PPG.

Saya katakan itu program yang penting untuk mereka. Juga menguntungkan bagi Pemda Mamberamo Raya. Karena begitu mereka nanti bertugas di sana, mereka tidak lagi direpotkan dengan kewajiban harus ikut sertifikasi guru. Mereka sudah memiliki sertifikasi itu. Artinya, begitu bertugas, mereka tidak akan pergi-pergi dalam jangka waktu yang lama untuk menempuh pendidikan profesi.

"Berarti mereka akan pergi selama setahun? Bisakah kami dijamin bahwa kami diberi guru-guru untuk menggantikan mereka, Pak Rektor? Sementara mereka pergi untuk menempuh PPG? Kami sangat kekurangan guru, dan kehadiran mereka begitu berarti bagi kami. Kalau kami harus kehilangan mereka selama setahun, saya khawatir dengan anak-anak, guru-guru, dan sekolah-sekolah yang sudah terlanjur mencintai mereka." Lanjut Pak Kadis.

Pak Rektor spontan melihat saya. Saya mengangguk, terharu. Juga meyakinkan Pak Rektor. "Bisa, Bapak." Suara saya pelan. Dada saya agak sesak tiba-tiba. Suara Pak Kadis barusan, begitu menghunjam ulu hati saya. Membayangkan rasa kehilangan itu. Setahun memang waktu yang singkat. Namun ketika dalam setahun itu kebersamaan begitu intens, bersama-sama membangun pemahaman dan pengertian, memaknai suka-duka karena keberagaman, dan lantas terjalin perasaan saling membutuhkan dan saling mencintai, betapa berat sebuah perpisahan.

"Mungkin ada baiknya Pak Kadis menulis surat ke Dikti, supaya nanti Mamberamo Raya dikirim lagi guru-guru ke sana." Kata Pak Rektor.
"Ke Dikti?" Tanya Pak Kadis. Ragu.
"Ke Unesa saja juga tidak apa-apa, Bapak." Tukas saya, mencoba memahami keraguan Pak Kadis. Beliau pasti merasa akan kehilangan jalur emas kalau harus berkirim surat ke Dikti. "Ke Unesa saja, Bapak, nanti kita yang membawa suratnya ke Dikti."
"Ya ya, begitu juga bagus." Kata Pak Rektor.

Tiba-tiba Bu Kisyani, tersenyum, menarik perhatian kami. "Ada apa, Bu Kis?" Tanya saya.
"Gelangnya Pak Kadis...bagus sekali."
Kami tertawa berderai. Gelang perak di pergelangan tangan Pak Kadis serta merta menjadi pusat perhatian kami. Pak Kadis tertawa lebar, memperlihatkan lesung pipitnya.

Tentang lesung pipit itu, tadi, menjelang masuk ruangan Pak Rektor, saat saya memperkenalkan Pak Kadis ke Bu Kis, Bu Kis juga spontan berkomentar. "Aduh, Bapak manis sekali....punya lesung pipit ...." Tentu saja Pak Kadis tersipu-sipu dengan sapaan yang tidak terduga itu.
 
Kami keluar dari ruangan rektor saat jam menunjukkan pukul 14.00 lewat. Sebenarnya ada kegiatan pembukaan Pekan Olah Raga (POR) Peserta PPG siang ini, dan saya diharapkan bisa membuka acara. Namun saya sudah berpesan ke Pak Sulaiman dan Pak Heru tadi, kalau acara sudah dimulai dan saya belum tiba, Pak Sulaiman bisa mewakili saya untuk memberi sambutan dan membuka acara.

Tiba di PPG, ternyata acara baru akan dimulai. Benar-benar tepat momennya. Upacara Pembukaan POR ini tidak hanya dihadiri oleh kami para pengelola, namun juga dihadiri Kepala Dinas Mamberamo Raya sebagai tamu kehormatan. Saat saya memberi sambutan, saya memperkenalkan kepala dinas dari seberang timur itu, dan menyampaikan maksud kedatangannya. Maka sambutan yang hangat pun riuh rendah dari para peserta PPG.

Kami membawa Pak Kadis berkeliling, melihat gedung PPG dari satu lantai ke lantai yang lain. Saya sempat memisahkan diri karena saya harus menghadiri pertemuan dengan para mahasiswa S2 peserta penelitian Hibah Pasca Sarjana, yang memang sengaja saya undang ke PPG, biar saya bisa nyambi-nyambi. Sementara itu, Pak Heru dan Pak Julianto, mendampingi Pak Kadis mengunjungi asrama. Bercengkerama dengan para peserta PPG, yang kebetulan beberapa ada yang asli Papua, dan sempat makan malam bersama dengan anak-anak muda itu.

Begitu tiba di ruangan saya sekembalinya dari asrama, Pak Kadis berkata. "Luar biasa. Saya yakin, kita bisa mengembalikan jati diri kita bila proses pendidikan guru dikemas seperti ini." Wajahnya menyiratkan kebanggaan.
"Ya, Bapak. Oleh sebab itu, biarkan para guru yang saat ini bertugas di Mamberamo Raya, pulang dan belajar di sini setahun, dan baru kembali lagi ke Mamberamo. Untuk melengkapi bekal mereka sebagai guru."
"Ya ya, saya sangat setuju. Saya akan laporkan ke Pak Bupati nanti, bahwa para guru itu harus mengikuti program ini, supaya Mamberamo Raya nantinya mendapatkan guru-guru yang benar-benar guru."

Malam itu, lewat waktu Isya, kami mengakhiri pertemuan dengan makan malam di Rumah Makan Lombok. Pak Kadis dan Pak Heru menikmati sup buntut, saya dan Anang menyeruput sayur asem, dan Pak Julianto melahap gurami bakarnya. Pertemuan sehari ini begitu indah dan penuh makna. Semoga memberi makna juga bagi hal-hal baik yang telah terbangun dan terus dibangun.

Surabaya, 4 Juni 2014.

Wassalam,
LN
(5 Juni 2014. 19.10. Di Juanda, nunggu boarding)

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...