Saat ini adalah tepat dua minggu dilaksanakannya Pendidikan Profesi Guru
(PPG) di Unesa dan di sebelas LPTK yang lain. Di Unesa, ada sebanyak
279 peserta. Di seluruh Indonesia, ada sekitar 2500-an peserta.
Semuanya adalah para eks peserta program Sarjana Mendidik di Daerah
Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T) angkatan 2011 (angkatan
pertama). Oleh sebab itu, PPG ini dinamakan PPG SM-3T, merupakan program
yang diluncurkan oleh Kemdikbud (Direktorat Pendidikan Tinggi) di bawah
payung Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI).
Ada
beberapa hal yang membuat program ini menarik. Pertama, PPG merupakan
'pertaruhan terakhir' LPTK sebagai lembaga penghasil tenaga
kependidikan. Setelah berbagai upaya peningkatan kompetensi guru melalui
berbagai kegiatan dan program, termasuk sertifikasi dengan portofolio
maupun Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), yang dinilai belum
memberikan perubahan secara signifikan, maka PPG diharapkan benar-benar
menjadi 'kawah candradimuka' untuk menghasilkan guru-guru profesional di
masa depan. Mengingat sertifikasi melalui portofolio dan PLPG akan
berakhir pada tahun 2015, maka persyaratan untuk menempuh sertifikasi
melalui program PPG ini hukumnya wajib, baik bagi guru dalam jabatan
(yang tidak masuk dalam kuota sertifikasi melalui portofolio atau PLPG)
maupun bagi guru prajabatan.
Saking menariknya program ini,
pada awal dibukanya dulu, banyak guru honorer yang bermaksud
mendaftarkan diri untuk mengikuti SM-3T. Kenapa? Ya, karena daripada
menunggu kuota sertifikasi melalui PLPG yang tidak tahu entah kapan,
lebih baik mengikuti SM-3T setahun lantas tahun berikutnya masuk PPG.
Sudah jelas hitungan waktunya untuk mendapatkan sertifikat pendidik.
Selain itu, siapa sih yang tidak tahu berapa gaji guru honorer?
Dibandingkan dengan beasiswa yang diterima oleh peserta SM-3T yaitu
sebesar Rp. 2.000.000,- plus bantuan hidup Rp. 500.000,-, tentulah
jumlah ini jauh lebih besar dibanding gaji bulanan sebagai guru honorer.
Namun
tentu saja banyak dari guru itu yang tidak bisa mengikuti program SM-3T
karena tidak memenuhi syarat. Sebagian persyaratan untuk mengikuti
program adalah calon peserta merupakan sarjana kependidikan lulusan
empat tahun terakhir, dan belum menikah. Beberapa guru honorer tersebut
sudah menikah, dan juga merupakan lulusan yang lulusnya sudah lebih dari
empat tahun yang lalu. Pada tahun ini, persyaratannya bahkan
diperketat, tidak hanya IPK yang minimal 3,0 (tahun sebelumnya 2,75),
usia juga tidak boleh melebihi 28 tahun. Jadi tidak ada harapan bagi
para guru honorer itu untuk mengikuti program SM-3T sebagai jalan pintas
agar dapat masuk PPG, dan mengantongi sertifikat pendidik dalam waktu
dua tahun.
Kedua, program ini menarik karena berasrama dan
berbeasiswa. Meski beasiswa yang diterimakan setiap bulannya hanya uang
saku Rp. 300.000 plus uang buku Rp. 250.00,- per bulan, namun akomodasi
dan konsumsi para peserta sepenuhnya ditanggung. Mereka juga memiliki
dana kesehatan. Ya, meski jumlah nominal yang diterimakan dalam bentuk
'fresh money' tiap bulannya lebih kecil dibanding ketika mereka
mengikuti program SM-3T, namun sebenarnya hitungan unit cost-nya jauh
lebih besar. Para peserta ini bebas biaya pendidikan sebesar
Rp.6.000.000 per semester. Mereka juga memperoleh banyak kegiatan dalam
rangka meningkatkan kompetensi mereka, baik dalam bidang akademik maupun
nonakademik, tanpa dipungut biaya. Kegiatan-kegiatan tersebut dikemas
dalam lingkup kegiatan kehidupan berasrama. Mulai dari kegiatan wajib
(senam pagi, pelatihan baris-berbaris, kepramukaan, kerohanian),
kegiatan pilihan (sesuai dengan prodi masing-masing, tujuannya adalah
peningkatan kompetensi keprodian), bahkan sampai kegiatan di luar kampus
dan asrama, misalnya outbound. Benar-benar sebuah keistimewaan yang
tidak setiap calon guru bisa memperolehnya.
Ketiga, program ini
adalah program 'pilotting', yang hanya dilaksanakan di dua belas LPTK
(Unesa, UM, UNY, Unnes, UNJ, UPI, UNP, Unimed, UNM, Unima, Undiksha dan
UNG). Kuota seluruh Indonesia sejumlah 2.500-an, tentu tidak cukup
banyak dibanding dengan jumlah lulusan LPTK setiap tahunnya. Seleksi
juga dilakukan dengan cukup ketat, meliputi seleksi administrasi, tes
TPA dan penguasaan bidang studi, serta tes bakat minat dan kepribadian.
Keketatan seleksi ini tentu saja menjadikan program ini memiliki daya
tarik tersendiri, setidaknya program ini bukanlah program yang 'mudah',
namun benar-benar program yang hanya bisa diikuti oleh mereka yang
memenuhi syarat. Benar-benar menjadi program unggulan dalam rangka
menyiapkan guru yang profesional. Ke depan, model perekrutan calon
peserta PPG konon akan menggunakan model tersebut: semua peserta PPG
harus lebih dulu mengikuti program SM-3T. Dengan demikian, input PPG
benar-benar telah teruji baik secara akademiki maupun nonakademik,
termasuk kemampuan problem solvingnya serta ketahanmalangannya. Input
yang benar-benar pilihan.
Mengapa harus pilihan? Ya, sebagaimana
yang kita ketahui, beberapa tahun belakangan ini, guru adalah salah satu
profesi yang didambakan oleh banyak orang. Adanya sertifikasi guru
sebagai implementasi UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen, adalah daya
tarik yang luar biasa, karena guru menjadi profesi yang mulia,
profesional dan sejahtera. Maka tidak mengherankan bila pada saat ini
orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke LPTK, bahkan kadang tak
peduli seperti apa mutu LPTK-nya, yang penting LPTK. Beberapa
universitas yang sudah estabished-pun, yang sebenarnya tidak berbasis
kependidikan dan tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang
tersebut, juga ikut-ikutan membuka program kependidikan. Semua LPTK
diserbu. Tak terbayangkan entah mau ke mana lulusan yang dihasilkan oleh
lebih dari 370 LPTK negeri dan swasta ini, mengingat permintaan guru
tidaklah sebanyak itu.
Dalam kondisi yang oversupply seperti
ini, harus ada mekanisme yang mengatur rekrutmen guru. Membatasi jumlah
LPTK sebenarnya merupakan jalan terbaik, apalagi menjadikannya sebagai
pendidikan kedinasan. Sebagai sebuah profesi, guru sebenarnya merupakan
pekerjaan khusus yang memerlukan keahlian khusus, dengan beberapa cabang
ilmu yang khusus juga, yang keilmuan itu hanya dipelajari oleh mereka
yang memang dipersiapkan menjadi calon guru. Dengan alasan tersebut,
penyiapan guru idealnya adalah melalui pendidikan kedinasan, sebagaimana
penyiapan calon perwira TNI/Polri misalnya. Proyeksi kebutuhan guru per
tahun sebenarnya sudah sangat terukur, yakni pengganti guru yang
pensiun dan penambahan guru baru untuk sekolah-sekolah baru. Seandainya
LPTK adalah sekolah kedinasan, maka pengelolaan LPTK akan berbasis pada
kebutuhan negara akan guru/pendidik. Standar pendidikan dilaksanakan di
bawah kontrol yang ketat oleh negara. LPTK harus diselenggarakan oleh
pemerintah, dengan menggunakan sistem buka-tutup sesuai dengan kebutuhan
lapangan.
Faktanya, LPTK bukanlah pendidikan kedinasan. Jumlah
LPTK di seluruh Indonesia saat ini terdiri dari 12 LPTK pemerintah
berbentuk universitas, 22 LPTK pemerintah berbentuk FKIP, selebihnya
(sekitar 340-an) adalah LPTK swasta. Tidak heran bila setiap tahun
terjadi oversupply, terjadilah penumpukan pengangguran lulusan dari
LPTK, dengan kualitas yang sangat beragam, baik jenis maupun
kemampuannya.
Dalam kondisi seperti ini, PPG yang merupakan
amanah UU Sisdiknas dan UUGD, merupakan salah satu jalan keluar untuk
mengendalikan mutu guru. Menurut UUGD, guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana
atau program diploma empat, sedangkan kompetensi yang meliputi
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional diperoleh
melalui pendidikan profesi. Hal ini relevan juga dengan Peraturan
Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional
Indonesia (KKNI). Menurut KKNI, pendidikan Diploma empat/Sarjana paling
rendah setara dengan jenjang 6; lulusan pendidikan profesi setara dengan
jenjang 7 atau 8. Dengan demikian, PPG memang harus ditempuh dalam
rangka memenuhi kompetensi sebagai guru/pendidik yang profesional.
PPG SM-3T di Unesa
Dalam
sebuah seminar tentang PPG beberapa waktu yang lalu, saya ditanya oleh
seorang peserta seminar, dosen di sebuah universitas negeri yang cukup
ternama. "Begitu panjangkah jalan yang harus dilalui seseorang untuk
menjadi seorang guru? Hanya untuk menjadi seorang guru?" Lantas secara
berseloroh saya melengkapi pertanyaannya: "Bayarane piro sih dadi guru
iku....?"
Ya, saat ini, PPG hanya diperuntukkan bagi mereka yang
sudah menempuh satu tahun masa pengabdiannya di daerah 3T, yang
tergabung dalam program SM-3T. PPG adalah reward bagi mereka, para
sarjana kependidikan itu. PPG reguler, yang membuka peluang bagi para
serjana yang lain, baik kependidikan maupun nonkependidikan, belum
dibuka. Ke depan, ada wacana model inilah yang akan digunakan dalam
rekrutmen input program PPG. Artinya, kalau amanah UU Sisdiknas dan UUGD
ditaati, maka peserta SM-3T nantinya tidak hanya dari mereka lulusan
program studi (prodi) kependidikan, namun juga nonkependidikan.
Di
Unesa, saat ini ada 13 program studi yang dibuka. Program studi
tersebut meliputi: PG-PAUD, PGSD, BK, Pendidikan Matematika, Pendidikan
Biologi, Pendidikan Sejarah, PPKN, Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa Jerman,
Pendidikan Bahasa Jepang, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan
Pendidikan Ekonomi.
Ada sebanyak 170 peserta putri dan 109
peserta putra. Mereka tidak hanya lulusan Unesa, tapi juga dari
perguruan tinggi yang lain, yaitu dari Unima, Unimed, UNG, UPI, Unnes,
UNY, UM, Undiksha, dan beberapa PT yang lain. Para peserta putra
diasramakan di Asrama PGSD dan para peserta putri diasramakan di
Rusunawa. Tempat kuliah (lebih tepatnya adalah workshop SSP/Subject
Specific Paedagogy) ada di Gedung PPG. Semuanya ada di Kampus Lidah
Wetan.
Akhir Februari yang lalu telah dilaksanakan Program
Pengenalan Akademik (PPA) bagi para peserta PPG SM-3T. Kegiatan ini
dilaksanakan selama dua hari (28 Februari-1 Maret 2013). PPA dibuka oleh
rektor, dimulai dengan kuliah umum juga dari Rektor Unesa (Prof. Dr.
Muchlas Samani). Materi lain yang meliputi gambaran umum PPG, kurikulum,
pembelajaran, PPL PPG, disampaikan oleh tim PPG Unesa (Prof. Dr.
Luthfiyah Nurlaela, Dr. Raden Sulaiman dan Dr. Suryanti). Sedangkan
materi tentang Standar Operasional Tenaga Kependidikan di Pusat dan
Daerah disampaikan oleh Kepala LPMP Jawa Timur (Dr. Salamun), materi
Etika dan Estetika Guru diberikan oleh Pembantu Rektor I (Prof. Dr.
Kisyani), sedangkan materi Motivasi dan Dinamika Kelompok disampaikan
oleh Dr. Suyatno. Ada juga materi tentang kehidupan berasrama yang
disampaikan oleh para penanggung jawab asrama (Drs. Yoyok Yermiandhoko,
M.Ds, Dra. Retno Lukitaningsih, Drs. Suprayitno, dibantu oleh Drs. Heru
Siswanto, M. Si).
Rutinitas peserta setiap hari adalah apel pada
tepat pukul 07.00, dilanjutkan dengan pembelajaran di kelas mulai pukul
08.00-16.30. Setiap hari, mulai Senin sampai Jumat. Ada waktu satu jam
untuk sholat dan makan siang, dan sore hari untuk sholat saja. Di antara
hari-hari itu, pada malam hari mereka juga melakukan kegiatan di
asrama, misalnya kegiatan belajar kelompok dan kegiatan kerohanian.
Mandi dan makan semuanya dilakukan dengan serba antri. Setiap Sabtu pagi
mereka harus mengikuti senam yang dipandu oleh mahasiswa FIK,
kepramukaan yang dilatih oleh tim Pramuka Unesa, dan pelatihan
baris-berbaris yang dilatih oleh tim dari Kodikmar. Minggu adalah hari
bebas untuk mereka.
Ya, kompetensi sebagai guru tidak hanya
dibekalkan kepada mereka melalui pengembangan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh di kampus, namun juga di asrama. Kehidupan
berasrama lebih menekankan pada pembentukan kepribadian, seperti
kedisiplinan, ketangguhan, kepedulian, tanggung jawab dan kebersamaan.
Ada bapak dan ibu asrama serta para pengelola asrama yang mengajarkan
kepada mereka tentang kesabaran dan berbagi, serta kebiasaan hidup
bersih dan sehat. Dengan suasana yang disiplin namun penuh kenyamanan,
mereka yang datang dari berbagai pelosok Indonesia itu tidak hanya
belajar untuk saling menghormati dan menghargai, namun juga betapa
kesadaran mereka tentang kehidupan berbangsa dan bertanah air, tumbuh
dan berkembang dengan sangat baik.
Sebagai program awal, tentu
saja ada banyak kendala. Gedung PPG yang masih belum sepenuhnya jadi,
sehingga kita semua yang akan mencapai gedung itu merasakan 'sensasi'
seperti sedang berada di daerah 3T. Halaman gedung yang masih sebagian
dipaving, becek dan licin bila hujan turun; lantai satu yang masih penuh
dengan material bangunan dan suara-suara mesin yang meraung-raung.
Debu, pasir, dan semen membuat dada terasa sesak dan pengap. Ya, gedung
PPG berlantai sembilan itu sejatinya belum siap betul untuk
dioperasikan. Namun program tidak bisa ditunda. Untungnya, para dosen,
peserta, dan seluruh tim PPG SM-3T tidak menjadikan semuanya itu sebagai
kendala besar. Aktivitas terus berjalan. Mereka menuju lantai 1, 2, 3, 4
dan 5, naik turun minimal dua tiga kali sehari, tanpa lift, karena lift
masih belum bisa digunakan. Tidak peduli para peserta dan para dosen
(bahkan di antaranya adalah Guru Besar), semua beraktivitas di
ruang-ruang yang sudah bisa ditempati, berlomba dengan para pekerja yang
sedang menyelesaikan bangunan megah itu.
Sebagai sebuah
pendidikan profesi, maka dosen yang mengajar di PPG juga harus memenuhi
persyaratan. Menurut Permendiknas nomor 8 Tahun 2009 Tentang Pendidikan
Profesi Guru Prajabatan, dosen pada program PPG memiliki kualifikasi
pendidikan minimum lulusan Magister (S2), dan minimal salah satu strata
pendidikan setiap dosen berlatar belakang bidang pendidikan sesuai
dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya. Selain itu, masih
menurut permendiknas, dosen juga diutamakan yang memiliki sertifikat
keahlian sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dosen pengajar di PPG Unesa, diharuskan
berkualifikasi minimal S2, minimal salah satunya dari bidang
kependidikan, dan diutamakan dosen-dosen yang sudah punya NIA (Nomer
Induk Asesor). Syarat ini sama dengan persyaratan yang ada di PLPG.
Jalan
panjang masih akan dilalui PPG Unesa, dan juga PPG di semua LPTK. Masih
ada sekitar tiga belas minggu lagi bagi para peserta PPG PG-PAUD dan
PGSD, untuk menyelesaikan programnya, termasuk PPL, PTK dan ujian
kompetensi, sebelum nanti mereka akan diyudicium dan diwisuda sebagai
pendidik profesional. Untuk peserta PPG prodi lainnya, bahkan masih ada
lebih dari dua puluh minggu yang lain untuk sampai pada titik di mana
sertifikat pendidik profesional itu akan berada di tangan mereka.
Tapi
kami bangga dengan semangat para peserta dan para dosen, juga semangat
teman-teman tim PPG. Meski ada banyak keluhan tentang sulitnya mencapai
gedung PPG karena harus melewati banyak 'ranjau' sejak di pintu
gerbangnya yang belum jadi itu, serta melewati tangga demi tangga yang
berpasir dan berdebu, namun kinerja mereka semua cukup membanggakan. Ya,
memang selalu ada satu dua peserta dan juga dosen yang masih harus
diingatkan tentang tujuan mereka semua ada di sini, namun semua itu
insyaallah bisa diatasi dengan baik. Para peserta sering 'update status'
dengan tulisan-tulisan yang menyemangati, juga cerita-cerita
mengharukan sekaligus menggelikan tentang aktivitas sehari-hari mereka.
Hari ini, baru saja saya membaca status di FB salah seorang peserta,
namanya Daud Rigi Gah, dari NTT. Bunyinya: 'PPG membuka cakrawalaku
berpikir lebih luas, menginspirasi, memotivasi dan memperkuat
semangatku. Kira kami dapat membawa perubahan dalam sektor pendidikan
khususnya dan sektor2 kehidupan laennya untuk propinsi NTT dan Kab.
Sumba Timur khususnya dan Bumi Pertiwi pada umumnya.... Salam hormat dan
doa tulus kami pemuda/i Sumba timur bwt seluruh rekan2 seperjuangan PPG
dan trlbh untk bpk ibu dosen UNESA yg kami cintai.....
Surabaya, 16 Maret 2013.
Wassalam,
LN
Minggu, 17 Maret 2013
Pendidikan Profesi Guru, Jalan Menuju Guru Profesional?
Label:
PPG
Diposting oleh
Luthfiyah Nurlaela
di
Minggu, Maret 17, 2013
5 komentar
saya seang baca tulisannya, smoga ada kesempatan untuk belajar dari ibu..... Peserta SM-3T II UNJ
saya seang baca tulisannya, smoga ada kesempatan untuk belajar dari ibu..... Peserta SM-3T II UNJ
semoga tahun depan nanti setelah saya selesai menempuh studi S1 saya nanti, saya bisa langsung mengikuti program ini. terimakasih bu sudah memberikan gambaran kepada pembaca mengenai pendidikan profesi guru :)
Assalamualaikum bu,
saya ada beberapa pertanyaan mengenai PPG ini.
1. apakah peserta PPG harus mengikuti SM-3T terlebih dahulu?
2. apakah ada PPG dengan biaya mandiri? bila ada bagaimana prosesnya?
3. apakah setelah lulus s1 bisa langsung mendaftarkan PPG?
Bu saya belum paham. Saya ini baru saja 4bulan lulus s1 pendidikan bahasa inggris. Saya masih kaget karna tidak mendapatkan akta. Saya dengar akta iv d hapuskan dan d gantikan dengan ppg? Jika saya mau melanjutkan s2 dijurusan yang sama. Apakah bisa langsung mendapatkan yang setara dengan ppg? Apa harus tetap ppg juga s2?
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...