Pages

Kamis, 15 Januari 2015

Jatim Mengajar 1: Menuju Sukamade, Lupakan Pulau Merah

Minggu pagi, pukul 05.30. Mobil yang kami kendarai menembus jalanan yang masih sepi dan agak berkabut. Suami saya, Mas Ayik, pegang kemudi. Saya di sebelahnya, dan Bu Lucia (Dra. Lucia Tri Pangesthi, M.Pd), duduk di jok tengah. Mas Ayik kebetulan sedang cuti, dan dengan senang hati dia bersedia menemani kami.

Tujuan kami adalah Banyuwangi. Sebenarnya tidak sampai Banyuwangi. Menurut informasi dari berbagai sumber, juga hasil browsing di internet, kami cukup sampai ke Jajag, sebuah kecamatan setelah Kalibaru, sebelum Banyuwangi. Dari sana, Desa Sarongan, tempat tugas Eko Sumargo, peserta Program Jatim Mengajar angkatan kedua, jaraknya jauh lebih dekat dibanding bila dari Kalibaru atau Banyuwangi.  

Eko Sumargo sendiri belum bisa saya hubungi sampai detik ini, sejak dia ditugaskan lima bulan yang lalu. Tidak ada sinyal di tempat tugasnya. Beberapa hari sebelum kami berangkat, saya berusaha untuk kontak dia, hampir setiap hari. Berharap saya mendapatkan keberuntungan, bisa menghubungi dia dan memberi tahu kalau kami akan datang mengunjunginya. Tapi tidak berhasil. Dia mungkin terdampar di kawasan dunia lain, hehe.

Sekitar pukul 12.30 kami memasuki Kecamatan Jajag. Dipandu oleh Mas Yanto, saudara Bu Yanti (Dr. Suryanti, M.Pd, PD 2 PPPG), kami menuju rumah Mas Yanto di Pesanggaran. Bu Yanti memang berasal dari Banyuwangi, sehingga saudaranya banyak tersebar di Kota Blambangan itu. 

Mas Yanto dan Mbak Rini, adalah suami istri yang ramah dan penuh perhatian. Sesuai dengan profesi mereka berdua, perawat dan bidan. Mereka terbiasa merawat dan membidani orang-orang dengan keramahan, kepedulian, termasuk pada tamu-tamu seperti kami ini. 

Kami mengobrol dan berdiskusi tentang rencana perjalanan kami ke SDN 2 Sarongan. Sarongan adalah nama desa. Sekolah itu sendiri ternyata ada di Dusun Sukamade, sekitar empat jam dari Pesanggaran, dengan kondisi medan yang berat. Sukamade, kalau Anda pernah mendengar, merupakan tempat di mana menghampar Kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Ya, yang terkenal dengan penangkaran penyu itu. Di sanalah sekolah yang akan kami tuju. Di tengah perkebunan yang konon sudah ada sejak zaman Belanda.

Mas Yanto bertanya ke sana kemari kepada orang-orang melalui telepon, berkoordinasi untuk mendapatkan informasi tentang rute ke Desa Sarongan, dan bagaimana supaya kami bisa mencapai tempat tersebut. Beliau berdua sudah pernah ke sana, dan tahu betul seperti apa rutenya. Oleh sebab itu Mas Yanto berusaha untuk memastikan perjalanan kami akan aman dan lancar. 

Mas Yanto juga menghubungi seorang guru yang mengajar di SD 2 Sarongan, Pak Zamzuri, kebetulan rumah beliau ada di Kandangan, sebuah dusun di Desa Sarongan. Pak Zamzuri diminta untuk memandu kami menuju Sukamade. Juga menghubungi pemilik Land Rover yang akan kami sewa. Terios kami tak layak untuk menuju ke kawasan yang untuk mencapainya harus melalui medan yang ekstrim itu. 

Akhirnya, setelah mempertimbangkan berbagai hal, menyangkut jarak tempuh, kondisi medan, kendaraan, dan cuaca, diputuskan kami berangkat siang ini juga. Sebenarnya yang kami rencanakan sebelumnya adalah, hari ini kami akan menginap di Pulau Merah, dan saat matahari mulai beranjak menuju peraduan, kami akan berlari-lari kecil di sepanjang pantai. Baru besok paginya menuju Sarongan. Ternyata itu bukan rencana yang tepat. Sama sekali tidak tepat. Jadi, "lupakan Pulau Merah", kata saya pada Bu Lusi dan Mas Ayik.  

Setelah menikmati makan siang dengan menu ayam pedas, salah satu makanan khas Banyuwangi, dan salat Dhuhur Ashar jama' takdim, kami bersiap. Dilepas oleh Mas Yanto dan Mbak Rini, berangkatlah kami pada sekitar pukul 14.30. Meninggalkan keramahan dan kehangatan di rumah besar itu.

Mobil pun melaju, menuju Desa Sarongan. Ternyata untuk menuju ke sana, kami harus memasuki kawasan Perhutani PTP XII. Kami mengisi buku tamu di pos satpam, berfoto-foto sebentar, dan membeli kopi bubuk, namanya Kopi Lanang, di kafe di seberang pos satpam. Hutan rimbun dan hijau, penuh dengan pepohonan: karet, sengon, coklat, kopi, dan tebu. Juga bunga-bunga berdaun merah di sepanjang tepi jalan, kontras dengan warna hijau pepohonan dan warna hitam jalanan. 

Hanya sebentar saja kami berkendara di jalan mulus. Setelahnya adalah jalan makadam. Beberapa kali berpapasan dengan mobii double gardan, mobil-mobil pribadi yang lain, bus wisata, dan sepeda motor. Kalau mereka menuju jalan pulang setelah berwisata di Teluk Hijau (Green Bay), kami baru memulai perjalanan 'wisata' kami.

Sekitar satu jam kemudian, sampailah kami di Dusun Kandangan, Desa Sarongan. Pak Zamzuri sudah menunggu di Balai Desa Kandangan. Sebuah mobil 'Land Rover' (dengan tanda petik), sudah menunggu. 'Land Rover' itu sebenarnya adalah Jeep yang dimodifikasi sedemikian rupa, dengan penampilan serupa Land Rover (jauh sih sebenarnya....hehe). Tapi bagaimana pun, mobil itu lebih cocok untuk mengarungi jalanan menuju Sukamade, dibanding Terios kami, meski Terios kami adalah tipe adventure.

Sekitar pukul 17.00, kami berangkat. Drivernya, Pak Imam. Mas Ayik duduk di sebelahnya. Saya dan bu Lusi di jok tengah, bersama bagasi-bagasi kami. Di belakang, di bak terbuka, pak Zamzuri dan Pak Tajudin. Pak Tajudin, pria berpostur kecil itu, adalah peserta Program Banyuwangi Mengajar, yang tugasnya juga di SD 2 Sarongan. Kebetulan dia baru pulang mudik dari Kalibaru, tempat tinggalnya, dan bisa bersama-sama kami menuju Sukamade.

Pak Zamzuri hampir 5 tahun menjadi guru PNS, sejak 2010. Penempatan pertama langsung di SDN 2 Sarongan. Lulusan dari Pondok Pesantren Blok Agung Darussalam, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi. Lanjut D2 PGSD Universitas Ibrahimi, Genteng. Lanjut lagi S1 BK di IKIP PGRI Jember. Beliau adalah guru kelas. Sudah sertifikasi. 

Perjalanan dari rumah Pak Zamzuri ke Sukamade adalah perjalanan yang penuh goncangan. Kami terlempar-lempar ke kanan-kiri, ke atas-bawah. Juga diwarnai gerimis dan hujan deras. Kami kedinginan. Air hujan masuk ke dalam mobil, tampias di mana-mana. Baju-baju kami sebagian basah. Sekitar dua jam kami mengarungi daratan yang naik turun berkelok-kelok dan berbatu-batu. Batu-batunya besar-besar, 'pating pringis' di sana-sini. Sungguh, ini perjalanan yang cukup menguras adrenalin. Lihatlah jurang-jurang menganga itu. Sedikit saja 'Land Rover' ini selip, bisa fatal akibatnya. Kami jadi ingat rute-rute di Sumba Timur dan daerah-daerah 3T yang lain. Benar apa yang diceritakan Mas Yanto tadi. Untuk mencapai Sukamade, medan yang harus ditempuh tidaklah ringan. Bahkan sangat berat. Saya sendiri tidak menyangka akan menempuh perjalanan dengan medan seberat ini. Ya, karena ini di Banyuwangi gitu lho. Masih di Pulau Jawa. Jawa Timur gitu lho. 

Tapi dalam kondisi apa pun, seperti biasanya, saya selalu mengandalkan pikiran positif. Driver yang memegang kemudi ini, meski perawakannya kecil, dia sudah sangat lihai dan hafal medan. Lagi pula, Allah akan selalu melindungi kami. Kami datang ke Sukamade dengan menempuh perjalanan penuh risiko ini dengan niat baik. Bersilaturahim, itu yang pertama. Melihat kondisi Eko Sumargo, itu yang kedua. Melihat kondisi pendidikan di Sukamade dan berbagai permasalahannya, serta mencoba membantu menyelesaikan permasalahan yang ada. Mempelajari adat dan tradisi masyarakat setempat, mengeratkan persaudaraan dan kecintaan serta kepedulian. Bismillah, insyaallah Tuhan Yang Maha Pengasih akan memudahkan semuanya.

"Pak Zam, kayaknya drivernya tidak terlalu berpengalaman nih." Seloroh saya pada Pak Zam. "Coba lihat. Milih jalan saja nggak becus. Masak dari tadi lewat jalan nggronjal-nggronjal terus."

Pak Imam, driver yang ramah dan sopan itu tertawa. "Mboten wonten dalan alus, Bu...", katanya.

Tiba di Desa Sukamade saat adzan maghrib berkumandang. Eko Sumargo, menyambut kami dengan penuh suka cita dan sangat surprised. Dia tidak menyangka kami akan datang, ya, karena tidak ada kabar apa pun yang dia terima tentang rencana kedatangan kami. Begitu pula, kami juga tidak bisa memberikan kabar apa pun pada dia. Sukamade adalah tempat yang terisolir, tidak ada sinyal, kecuali di sebuah tempat di bibir sungai, yang jaraknya sekitar satu kilometer dari mess guru, tempat tinggal Eko.

Hujan turun terus dengan deras, dan semakin deras. Kami singgah di rumah Kepala Sekolah. Kebetulan Pak Ismaini, kepala sekolah, dan istrinya, sedang ada di Genteng, menengok saudaranya yang sedang kritis di rumah sakit. Kami hanya bertelepon saat di Kandangan tadi. Kepala sekolah dan istrinya meminta maaf karena tidak bisa menemani kami ke Sukamade.

Kami mandi, salat Maghrib dan Isya' jama' takdim, dan menikmati makan malam. Nasi putih, mi instan, dan telor ceplok. Sementara hujan di luar tak kunjung reda, dan  kami sudah mulai berbincang tentang banjir yang sering membuat air sungai meluap, anak sekolah di seberang sungai tidak bisa ke sekolah, sembako krisis karena akses jalan terputus, dan hasil panen serta tanaman tegalan yang rusak. Kami hanya bisa berharap, semoga semuanya itu tidak terjadi lagi, juga tidak terjadi saat ini, di mana kami sedang berada di sini.

Sukamade, Sarongan, Banyuwangi, 10 Januari 2015

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...