Pages

Senin, 19 Januari 2015

Jogging Silaturahim

Meskipun kemarin Mas Ayik pingsan setelah jogging, pagi ini kami berdua sudah di jalanan lagi. Ya, apa lagi kalau tidak jogging. Tapi saya pastikan Mas Ayik jalan cepat saja, tidak boleh lari-lari. Pelipis kirinya yang diperban nampak bengkak, tapi dia ngeyel mau tetap keluar rumah untuk jogging. Dia merasa sehat, hanya pelipisnya saja yang bermasalah. Dari pada dia keluar rumah sendirian, maka saya temani saja. 

Semalam, lepas Maghrib, saya memboyong Mas Ayik ke Tanggulangin. Tidur di Tanggulangin. Bertiga dengan Arga, anak kami, menemani ibu. Mumpung malam Minggu. Tentu saja ibu panik melihat kondisi Mas Ayik. Tapi setelah kami jelaskan, dan Mas Ayik juga nampak tidak terlalu menderita, ibu tenang. 

Kami menghabiskan malam Minggu dengan mengobrol dan mendengarkan ibu bercerita. Juga menikmati acara televisi. Pokoknya bersantai sesantai-santainya. Tumpukan koreksian sengaja tidak saya bawa, karena saya tidak ingin terbebani dengan pekerjaan itu. Biar full time menikmati kebersamaan dengan keluarga, meski hanya ngobrol dan menghasidkan sup hangat dan ayam goreng bikinan ibu.

Sambil jogging, kami memutuskan untuk sekalian bersilaturahim, mengunjungi Yuni, istri almarhum sahabat kami, Rukin Firda. Sambil menyelam minum air. Dapat keringat, dapat pahala silatirahim. Sehat lahir dan batin. Hehe.

Semalam, Yuni menelepon. Seperti biasa, kami mengobrol saja. Kami memang sering bertelepon, sejak sebelum Mas Rukin pergi. Sekadar saling bertukar kabar. Juga tadi malam, kami mengobrol ringan tentang acara ulang tahun Himapala. Juga tentang pengalaman Yuni di Tanah Suci. Dia bersama ketiga anaknya memang baru pulang umroh beberapa hari yang lalu. Dia menceritakan perjalanan umrohnya, dan bilang kalau dia dan anak-anak ingin kembali lagi ke sana, insyaallah dua atau tiga tahun lagi. 

"Alhamdulilah, Mbak. salah satu amanah Mas Rukin sudah aku tunaikan...." Begitu kata Yuni. 

Jarak rumah kami di Perum TAS 2 tidak terlalu jauh dengan rumah Yuni di Kalitengah, mungkin sekitar dua kilometer. Karena kami sudah terbiasa jogging dengan jarak sekitar tiga sampai lima kilometer sehari, berjalan kaki ke rumah Yuni pulang pergi tidak masalah.

Yuni kaget ketika kami muncul di rumahnya. Seperti biasa, dia memeluk saya erat.
"Yun, aku kemringet, Yun, mari jalan-jalan, wis gak usah cipika-cipiki." Kata saya melepaskan pelukan Yuni. 

Kami mengobrol di ruang tamu. Chacha, anak pertama Yuni dan Mas Rukin, keluar kamar. Dia bersiap-siap mau berangkat kerja.

"Mau ke mana, Cha?" Tanya Mas Ayik.
"Ke car free day, Om."
"Main apa meliput?" Tambah saya.
"Meliput, Tante...."

Chacha mennyalami saya, Mas Ayik, dan mamanya. Pamit kerja. Sampai malam. Dia mewarisi bakat bapaknya, jadi reporter juga. Berangkat pagi pulang malam. Hampir setiap hari seperti itu.

"Ya...gimana lagi, Mbak...papanya dulu yo ngono iku..." Kata Yuni. 

Di ruang tamu itu, nyaris tidak ada yang berubah, tetap seperti saat Mas Rukin masih ada. Juga foto-foto di dinding. Mas Rukin berdua dengan Yuni, Mas Rukin sekeluarga, Mas Rukin berpose di depan mobil offroad.... Hati saya sempat perih melihat gambar-gambar itu. Kesedihan tiba-tiba menyeruak.

"Mas Rukin seneng, Mbak...sampai karo Mas Ayik ndolani aku ngene iki...." Yuni mulai melankolis. Bercerita apa saja saat Mas Rukin masih ada. Tentang sepeda motor, mobil, anak-anak, tugasnya di sekolah, yang semuanya berkaitan dengan Mas Rukin. Laptop Mas Rukin di meja, juga diceritakannya. Dia bilang, sampai sekarang dia belum bisa membuka laptop itu. Setiap mau mulai membuka, dia menangis, teringat betapa benda itu begitu lekat dengan Mas Rukin. Akhirnya sampai saat ini, Yuni belum juga merasa kuat untuk membuka laptop itu. 

"Ndelok foto-foto sampean nang FB, walah Mbak....biyen janjian kate camping nang Banyuwangi karo Mas Rukin gak iso-iso....cutine Mas Ayik karo Mas Rukin gak ketemu-ketemu...." Yuni mulai menangis. Saya menepuk-nepuk punggungnya.

"Hayo, mulai...."

Yuni selalu seperti itu. Menangis setiap kali bercerita tentang Mas Rukin. Selalu menangis saat mengobrol dengan saya, apakah itu di telepon, atau bertemu muka seperti ini. Saya pernah bilang ke dia, "Yun, kalau kamu nangis terus begitu, kamu nanti kurus lho." Dia lantas tertawa, meski tetap sambil nangis.

"Rasanya begitu cepat, Mbak...." Matanya semakin basah.
Saya merangkulnya."Yun, sabar. Kamu harus kuat. Harus tabah. Kamu dibutuhkan anak-anak..."
"Bacakan Fatihan setiap saat untuk Mas Rukin, Yun..." Tambah Mas Ayik.
"Sudah Mas....terus saya bacakan, Mas...."

Saat situasi memungkinkan, kami pamit, setelah menghabiskan air putih yang tadi sempat disiapkan Chacha. Air putih itu tidak hanya sangat segar, namun juga sangat penting untuk menjaga supaya tidak terjadi dehidrasi atau gangguan keseimbangan elektrolit lagi, seperti kemarin. Gangguan yang menyebabkan Mas Ayik pingsan. Mosok kate mbaleni semaput maning....

Yuni mengantar kami. Di depan pintu teras, kami berbincang sebentar dengan tetangga Yuni yang kebetulan sedang ada di depan rumah mereka. Yuni mengenalkan kami sebagai sahabat-sahabat baik Mas Rukin. Dua orang ibu, tetangga Yuni, menyalami dan menyapa kami. Mereka bilang, "Bu Rukin niku nangisan, Bu..."

Saya tertawa. Mengucek-ngucek kepala Yuni. "Inggih, Bu. Niki nangisan ancene. Titip nggih, Bu. Menawi nangis dineng-neng...."

Saya menjelaskan ke ibu-ibu itu, kalau kami bersahabat sejak lama. Yuni adalah adik angkatan saya di PKK dan di Himapala, Mas Rukin teman seangkatan saya di Himapala, dan Mas Ayik kakak angkatan kami di Himapala. Mulek. 

Saya memeluk Yuni erat. Dia nggak mau melepas-lepas. Punggung saya yang basah nggak dipedulikannya. Sebenarnya tidak hanya punggung saya yang basah, hati saya juga kuyup. Rasa kehilangan saya saja begitu dalam, apa lagi Yuni dan anak-anaknya.

Tapi saya yakin, Yuni dan anak-anak bisa menghadapi cobaan ini dengan tabah. Kalau sesekali dia menangis, itu sangat manusiawi. Rasa kehilangan yang sangat membuat air matanya meleleh begitu saja karena dihempas kesedihan. Dia hanya perlu waktu untuk menata kembali perasaannya supaya lebih kuat.

"Wahai Allah, berikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu yang bisa menjauhkan dari perbuatan maksiat kepada-Mu, dan berilah kami rasa taat kepada-Mu yang dapat memasukkan kami ke dalam surga-Mu, dan berikanlah kami keyakinan yang bisa membantu kami menghadapi setiap cobaan-Mu. Amin."


Tanggulangin, 18 Januari 2015

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...