Pages

Sabtu, 24 Januari 2015

Jatim Mengajar 4: Disangka Anggota ISIS

Saat ini saya dan Bu Lusi tengah berada di SD 2 Sarongan. Bercengkerama dengan anak-anak sekolah. Menanyai mereka apakah mereka kenal pak guru Eko Sumargo, apakah mereka senang diajar oleh pak guru itu, kenapa suka, apa saja yang sudah diajarkannya, dan lain-lain. Saya mendapatkan jawaban yang sangat membanggakan dari anak-anak polos itu.

"Suka sekali sama Pak Eko, orangnya sabar, tidak pernah marah, ramah, baik hati, sayang sama anak-anak, pinter ngaji, suka bermain sama anak-anak...."

Setelah cukup puas bercengkerama dengan anak-anak di halaman sekolah, kami masuk ke ruang guru. Pak Zamzuri, Pak Mukhid, Eko Sumargo, dan beberapa guru sudah menunggu. Juga dua guru dari Program Banyuwangi Mengajar. Kepala Sekolah tidak bisa hadir. Namun tadi pagi saat kami ada di hutan sinyal, beliau menelepon, meminta maaf karena ketidak hadirannya, dan memohon, supaya masa tugas Eko Sumargo ditambah. 

"Mohon Pak Eko tugasnya bisa diperpanjang setahuuuun saja, Bu..." Pintanya. Permintaan yang sama sejak kemarin kami bertelepon. Juga permintaan yang terucap dari Pak Zamsuri dan Pak Mukhid, berulang kali.

Jumlah guru di SD 2 Sarongan ada sepuluh orang, tiga orang di antaranya PNS. Mereka adalah Ismaini, S. Pd, kepala sekolah, alumnus Pendidikan Geografi, Universitas PGRI Kanjuruhan Malang; Siti Nasiroh, S.Pd, kebetulan istri kasek, alumnus Pendidikan Geografi, Universitas PGRI Kanjuruhan Malang; dan Zamzuri, S.Pd, alumnus BK, IKIP PGRI Jember. 

Selanjutnya Ahmad Mukhid, S.Pd (PDU, IKIP PGRI Jember) dan Katminayati, S.Pd (Geografi, Universitas PGRI Kanjuruhan), dua guru yang sudah sarjana. Guru yang lain, Yessi Wulandari, lulusan SMA, mengajar Bahasa Inggris; serta Sutriyono, lulusan PGAK, mengajar Olah Raga. Ada juga Wiwin Mardiana, lulusan SMA, kebetulan saat ini tidak bisa hadir karena rumahnya di seberang sungai, dan air sungai sedang meluap. 

Dua guru dari Program Banyuwangi Mengajar adalah Fika Rosita, S.Pd. (Lulusan PGSD) dan Tajudin, S.Pd.I, (lulusan PAI). Juga ditambah Eko Sumargo, S.Pd., lulusan Pendidikan Fisika, Unesa, peserta Jatim Mengajar.

Dilihat dari komposisinya, sekolah ini jelas kekurangan guru, baik dari segi jumlah maupun mutunya. Kehadiran Eko Sumargo memberi warna tersendiri, karena dialah satu-satunya guru yang berlatar belakang pendidikan IPA (Fisika). Maka tak pelak, semua mata pelajaran kelompok IPA, dialah yang menjadi motornya. 
Jumlah siswa SD 2 Sarongan ada 113 orang. Ada beberapa siswa yang sempat mutasi, karena mengikuti orang tua yang pindah ke tempat lain. Tapi beberapa kali terjadi, siswa yang mutasi tersebut kembali lagi, karena orang tua tidak berhasil berjuang mencari penghidupan di tempat baru. Sekarang bila ada anak meminta mutasi, sekolah tidak memberi surat keterangan resmi, karena bisa jadi anak tersebut akan kembali lagi dengan berbagai alasan.

Sebanyak empat orang guru digaji oleh perkebunan, dua di antaranya adalah Bu Katminayati dan Pak Mukhid. Setiap hari, empat guru tersebut mengisi daftar hadir di sekolah, format daftar hadir dari perkebunan. Per hari mereka digaji Rp.22.000,- untuk Senin-Kamis, dan Rp.16.000,- untuk Jumat-Sabtu. Kalau sekolah libur, gaji mereka juga libur. Pak Mukhid dan Bu Kat pernah menerima gaji hanya belasan ribu. Dari sekolah, mereka juga digaji dari dana BOS, sebesar sekitar Rp.200.000,-, sebelumnya malah hanya sekitar Rp.100.000,-. Guru-guru punya tegalan, tanahnya milik perkebunan, ada di bantaran sungai. Karena letaknya di bantaran sungai, maka ketika ada banjir seperti ini, wassalam sudah semuanya. 

Program Jatim Mengajar, menurut semua warga sekolah dan masyarakat merupakan program yang sangat positif. Ketika ditanya apa masukan untuk program ini, jawabannya seragam: supaya program ini diperpanjang, tidak hanya satu tahun, namun dua bahkan tiga tahun dan seterusnya. Eko Sumargo juga tugasnya supaya diperpanjang, minimal dua tahun.  

Tentang Eko Sumargo, pak Zam menjelaskan: "Pak Eko sangat membantu lembaga kita. Sistem pelaporan kami ke dinas kabupaten menjadi lebih cepat dan selalu tepat waktu, bahkan seringkali mendahului dari sekolah-sekolah lain." 

Pak Zam juga mengatakan, Eko membawa perubahan pada masalah pengenalan IT bagi guru-guru, karena Eko dengan senang hati mengajari mereka. Karena hal itu juga, lepas dari pro-kontra K-13, SD 2 Sarongan merupakan satu-satunya sekolah di Pesanggaran yang menggunakan rapor K-13.

Ketika saya tanya, apa pengaruh kehadiran Eko yang lain, guru-guru menyatakan bahwa kehadiran Eko memberi suntikan semangat kerja pada guru-guru dan semangat belajar pada anak-anak. Semuanya menjadi lebih disiplin, dan berbagai kegiatan menjadi lebih terarah. Eko menggalakkan majalah dinding (mading), juga membuat anak-anak gemar berkutat di perpustakaan. Buku perpustakaan yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kabupaten dan Provinsi itu awalnya belum begitu rapi pengaturannya, juga mekanisme sirkulasinya. Ada juga dua rak buku dari turis dan persatuan para guide. Eko fokus mendampingi Bu Yessi, guru yang diserahi tugas untuk mengurus perpustakaan, membangun perpustakaan menjadi lebih teratur dan nyaman.  

Ada cerita lucu tentang kegiatan mading. Anak-anak sering mengambil paku pines yang berwarna-warni untuk menempel kertas-kertas hasil karya anak-anak sekolah itu.

"Damel nopo paku pinese pak?" Tanya saya.
"Nggih disimpen damel benik-benikan ngoten, Bu, wong lare-lare niku mboten nate semerap paku pines."

Ada juga cerita lucu tapi agak menegangkan. Di awal kedatangan Eko Sumargo, ada sekelompok orang yang menolak. Termasuk salah satunya adalah perangkat dusun setempat. Mereka mengira Eko Sumargo adalah anggota kelompok Daulah Islam Irak dan Syam atau ISIS. Usut punya usut, ternyata mereka mencurigai istilah YDSF yang menempel pada Program Jatim Mengajar. Sebagaimana kita tahu, Jatim Mengajar adalah program kerjasama antara Unesa dengan Yayasan Dana Sosial Masyarakat (YDSF). Sekelompok orang itu menyangka, YDSF adalah semacam ISIS. Belakangan kecurigaan mereka bisa diredakan karena kebetulan kepala sekolah atau saudaranya merupakan donatur Al Falah. Peristiwa yang sempat membuat suasana tegang itu saat ini menjadi cerita yang amat menggelikan.

Semoga Program Jatim Mengajar bisa terus berkelanjutan. Semoga semakin banyak program semacam yang berpihak pada sekolah-sekolah di daerah-daerah tertinggal di Jawa Timur dan daerah-daerah lain di seluruh Tanah Air. Mengandalkan pada kemauan dan kekuatan pemerintah saja tidaklah cukup. Harus ada pihak-pihak yang peduli untuk mengulurkan tangan dan terjun langsung di ujung-ujung pelosok Jatim, untuk sedikit memberitan tetes-tetes kasih sayang pada anak-anak dan masyarakat yang haus akan sentuhan itu. 

Sukamade, Sarongan, Banyuwangi, 11 Januari 2015

Wassalam,
LN
  

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...