Beberapa hari yang lalu, saya bersama beberapa teman terbang ke Taiwan. Tujuannya untuk menjalin MoA dengan Yuntech University, sekaligus mengikuti conference di Natioan Formosa University. Kami berangkat bersama para TKI. Ada 200 orang lebih TKI yang bersama kami, begitulah kata petugas Bandara Juanda waktu kami mau masuk ke ruang tunggu.
Tiba
di Taiwan, kami disambut oleh beberapa petugas. "TKI this line, TKI this
line". Begitu teriakan mereka sambil menunjuk-nunjuk saya dan rombongan
TKI. Tentu saja saya tidak menuruti kata petugas dan mengambil jalur lurus.
Petugas itu mbatek saja melambai-lambai ke saya sampai akhirnya saya bilang,
"we are not TKI."
Selama
berada di Taiwan, terutama di tempat-tempat wisata. kami sering bertemu TKW
yang sedang membawa induk semangnya, pada umumnya manula, berjalan-jalan dengan
kursi roda. Beberapa manula ada yang sakit, terlihat dari selang menempel di
hidungnya atau dari wajah yang pucat tak bercahaya. Sebaliknya para TKW yang
mendorong para manula itu nampak behagia dan selalu melempar senyum setiap kali
mata kami beradu. Penampilan mereka bersih, modis, sebagian besar berjilbab.
Pulangnya,
kami juga berbarengan dengan para TKI, namun jumlah mereka tidak sebanyak waktu
berangkat. Mereka bertanya, apakah kami sedang mengambil cuti, kapan balik
Taiwan, bekerja di rumah tangga apa di pabrik....
Kebetulan
saya punya kartu member Garuda GFF yang sky priority. Saat transit di
Singapore, menjelang boarding, seorang petugas meneriaki saya supaya saya
pindah ke antrian panjang di sisi kanan saya. "He he he...". Begitu
teriakannya. Sikapnya kasar. Begitu dia mendekat, saya tunjukkan boarding pass
saya. "I'm sky priority." Dia melihat boarding pass saya dan tanpa
meminta maaf dia hanya bilang, "oh, okay okay." Saya menunjuk dua
teman di belakang saya. "We are three." Dia membiarkan kami bertiga
melenggang.
Oya,
sebelumnya, menjelang check in di Taiwan, saat kami mendekati counter, seorang
petugas bilang kalau belum saatnya check in. Kami harus check in pukul 12.00.
Saat itu masih pukul 10.30-an. Waktu saya bertanya, "how about sky
priority member?" dia mempersilahkan kami bertiga untuk check in.
Saya
jadi ingat pengalaman saya pada akhir 2018. Di Bandara Schipol, Amsterdam,
waktu saya dan bu Sri Handajani mau terbang ke Austria, saya berdiri mengantri
di depan counter check in khusus untuk penumpang kelas business dan platinum.
Seorang petugas tinggi besar menghampiri saya. "I'm sorry, madam, would
you mind showing me your member card?" Saya tunjukkan kartu GFF saya dan
dia mengembalikannya setelah memeriksa sebentar. "Sorry for this
unconvenience.... I just to make sure...." "Okay, no problem."
Tukas saya sambil melempar senyum karena dia telah bersikap sopan.
Pada
kondisi tertentu, mungkin potongan saya layak diragukan sebagai pemegang kartu
platinum. Bersama para TKW, saya adalah mereka karena mereka semua memang
saudara saya. Meskipun begitu, seharusnya para petugas itu tetap bersikap sopan
dan tidak berteriak-teriak seolah kami tuli. Sudah begitu, tidak mau meminta
maaf lagi.
Di
pesawat, setelah saya diteriaki petugas itu, seorang pramugari menghampiri saya
sambil membawa secarik kertas. "Mrs Nur...." Dia kesulitan mengeja
nama saya. "Nurlaela", sahut saya. "Yes. I just want to greeting
you, welcome on board...." "Ya?" Sahut saya heran. "You're
a member of Garuda Airlines, so if you need any help, don't hesitate....."
Dia tersenyum sopan. Oh, rupanya ini cara mereka meminta maaf.
Begitulah. Sedikit kisah yang menyentuh hati. Hahah.
10
Oktober 2019
0 komentar
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...