Pages

SM-3T: Kerinduan

"Seorang peserta SM-3T Unesa langsung menghambur ke pelukan saya, saat kunjungan monitoring ke lokasi di wilayah Sumba Timur.

SM-3T: Kebersamaan

"Saya (Luthfiyah) bersama Rektor Unesa (Muchlas Samani) foto bareng peserta SM-3T di Sumba Timur, salah satu daerah terluar dan tertinggal.

Keluarga: Prosesi Pemakaman di Tana Toraja

"Tempat diadakannya pesta itu di sebuah kompleks keluarga suku Toraja, yang berada di sebuah tanah lapang. Di seputar tanah lapang itu didirikan rumah-rumah panggung khas Toraja semi permanen, tempat di mana keluarga besar dan para tamu berkunjung..

SM-3T: Panorama Alam

"Sekelompok kuda Sumbawa menikmati kehangatan dan kesegaran pantai. Sungguh panorama alam yang sangat elok. (by: rukin firda)"

Bersama Keluarga

"Foto bersama Mas Ayik dan Arga saat berwisata ke Tana Toraja."

Tampilkan postingan dengan label PPG. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PPG. Tampilkan semua postingan

Jumat, 31 Januari 2014

Saatnya Refreshing

Saatnya refreshing. Family gathering. Bersama semua keluarga besar PPG Unesa. Mulai pimpinan PPG, pengelola dan pengasuh asrama, staf, dan sekuriti, bersama keluarga masing-masing. Seluruhnya ada 51 orang. Lumayan ramai.

Pagi jam 07.00, kami semua berangkat dari PPG, setelah menyantap nasi kotak. Satu bus pariwisata besar dan beberapa mobil pribadi, berjalan beriringan. 

Tujuan pertama adalah Selecta. Renang dan menikmati bunga. Juga menikmati keriangan anak-anak. Saat anak-anak berenang, para orang tua berkumpul di resto yang letaknya di atas kolam renang. Mengobrol dan bercanda. Sambil mengawasi dan memotret anak-anak dari atas. Makan pisang rebus, lepet, tempe menjes, tahu isi dan pohung goreng. Juga menikmati musik yang gembreng. Kata pak Yoyok: "sing main musik karo sing nyanyi podho slendrone..."

Pukul 13.00, acara di Selecta selesai. Kami semua berkemas. Masuk bus dan mobil. Melaju ke Hotel Purnama. Check in, makan siang, salat. 

Pukul 15.00, semua sudah siap masuk bus dan mobil lagi. Tujuan wisata berikutnya adalah BNS (Batu Night Spectaculer). Sengaja kami mengambil waktu sore hari, karena dipastikan kalau malam, pengunjung pasti sangat ramai. Ini liburan Imlek. Semua tempat hiburan diserbu pengunjung.

Di BNS, kami menyebar. Mencari kehidupan sendiri-sendiri. Saya sekeluarga, pak Yoyok, dan lima teman sekuriti, membeli tiket nonton film 4D. Menikmati film itu serunya luar biasa. Kami dibawa ngebut, masuk memasuki kota-kota dengan gedung-gedung bertingkat, menjelajah terowongan bawah laut, menembus hutan belantara, menyeberang jembatan yang berujung pada lompatan tinggi dan menghempaskan kami pada jalanan yang padat....dan seterusnya. Tubuh kami digoyang ke kanan ke kiri, ke depan ke belakang, dihempaskan berkali-kali. Teriakan-teriakan histeris dan tawa kegirangan berhamburan. Ramai dan gaduh sekali. Asyik betul. Segala beban seperti lepas semua. "Lali utang, lali sembarang....." Kata teman-teman sambil keluar dari ruangan. 

Setelah itu, kami naik becak yang berjalan di atas (saya lupa namanya). Menikmati dari atas sawah-sawah, pepohonan, bukit-bukit, lampion-lampion yang mulai menyala,dan juga kerumunan orang. Juga kabut yang mulai turun. Asyik juga.

Saat teman-teman masih meneruskan petualangannya di pusat-pusat hiburan yang lain, kami sekeluarga masuk ke food court. Maunya sekedar cari minuman hangat saja untuk melawan udara dingin karena hujan tiba-tiba turun. Tapi ternyata, di food court banyak makanan yang menggoyahkan iman. Jadinya tidak hanya minuman hangat yang kami nikmati, tapi juga berbagai makanan lezat. 

Ada surabi Solo aneka rasa (bener-bener tulisannya surabi dan bukan serabi, apa lagi srebeh) Toppingnya macam-macam. Stawberry, blueberry, coklat kacang, coklat keju, coklat pisang dan durian. Disajikan hangat. Surabi kuah juga ada. Harganya kalau satu rasa Rp.7.000,-, kalau dua rasa Rp.8.000,-, yang spesial Rp.10.000,-

Di sebelah surabi Solo ada pempek Palembang. Ada empat jenisnya, pempek kulit, pempek lenjer, pempek ada'an, dan pempek telor. Kalau dua butir harganya Rp.10.000,-, tiga butir Rp.13.000,-, dan empat butir Rp.15.000,-. Saya membeli yang empat butir, dimakan bareng-bareng. Enak dan segar. Tidak kalah dengan pempek asli yang di Palembang sana. 

Ketan bubuk juga ada. Ketan bubuk plus srundeng, ketan bubuk plus kelapa, ketan susu plus keju. Sepiring kecil ketan bubuk, ditemani secangkir kopi atau teh panas, pasti sudah cukup membuat perut kenyang. 

Sate bakso, iga bakar dan rawon, ayam goreng, cumi bakar, bebek bakar, nasi goreng. Kalau makanan-makanan ini hanya saya lihat saja, tidak berminat membeli. Terlalu berat. Masih ada makan malam di hotel nanti. 

Tapi tidak demikian dengan Arga. Dia pesan bebek bakar dan cumi bakar. Ya, dua-duanya itu dia pesan untuk dia seorang. Pantaslah kalau badannya semakin lebar begitu. 
"Nanti ada makan malam lho, dik, di hotel." Kata saya. "Kenapa emangnya?"
"Kamu nggak kekenyangan tah ntar?"
"Santai ajalah, bu...kayak nggak tahu aku aja..."

Macam-macam minuman juga tersedia, jus buah, ronde, angsle, juga teh jahe. Jenang gerendul pun ada. Saya pesan ronde, mas Ayik pesan teh jahe, dan Arga minum air mineral.  

Puas makan dan puas main, pukul 18.00, kami kembali ke hotel. Makan malam sudah menunggu. Selesai acara makan malam, dilanjut dengan acara dialog. Saya berbicara untuk menyambut para keluarga ini. Memanggil nama mereka satu per satu dan meminta mereka sekeluarga berdiri setiap saya sebut namanya. Dengan begitu kami semakin saling mengenal. Mana anak istri pak Sulaiman, mana anak istri para staf, mana anak istri para sekuriti, dan seterusnya. Di antara acara perkenalan itu, seringkali diselingi dengan komentar-komentar lucu dan mengundang gelak tawa. 

Koordinator kegiatan family gathering ini adalah pak Yoyok. Ternyata, tidak hanya pak Yoyok yang repot. Istrinya, bu Yayuk, juga ikut repot menyiapkan segala sesuatunya. Termasuk menyiapkan suvenir untuk kami semua yang digunakan pada saat acara santai. Ada electone dan penyanyi, ada anak-anak muda seusia Arga, termasuk Danang dan Nizar, anak-anaknya bu Yanti, yang berjoget-joget kocak. Mengundang kegembiraan sampai membuat perut sakit. Bergantian menyanyi meski tidak hafal lagunya, yang penting ramai. Ditemani api unggun, jagung bakar, angsle dan ronde. 

Itu belum cukup ternyata. Andra yang asli Malang, telah menyiapkan ikan segar dan ayam yang sudah dibumbui, siap dibakar. Sampai hampir tengah malam kami menikmati musik, api unggun, dan berbagai hidangan bakar-bakaran itu. 

Yang menyenangkan, Nizar, anak kedua bu Yanti dan pak Wahono, yang tahun lalu dinyatakan kena tumor otak, bergabung dalam acara. Dia juga ikut joget-joget meski tak seheboh Arga dan Danang. Anak itu di kepalanya masih terpasang selang, yang mungkin akan terus terpasang selama hidupnya. Namun dia sudah mulai bisa menjalani hidup normal, sekolah, bersepeda ringan, dan bersosialisasi. Semua masih harus dijaga dan dibatasi, termasuk waktu istirahatnya. Malam ini pun, pukul 09.00 dia sudah pamit masuk kamar untuk beristirahat.

Besok pagi, masih ada senam yoga bersama pak Rahman, dan juga fun game untuk anak-anak dan dewasa, yang sudah disiapkan oleh pihak hotel. Pasti akan sangat seru dan menyenangkan. Puluhan suvenir yang lain masih menunggu. Ketika pulang menuju Surabaya besok siang, kami juga masih mampir ke  Jatim Park 2.

Luar biasa menyenangkan kebersamaan ini. Semua seperti cair dan menyatu sebagaimana layaknya sebuah keluarga. Tidak ada direktur, tidak ada staf, tidak ada sekuriti. Semuanya adalah keluarga. Bebas, lepas. 

BTW, mas Inung, bagian marketing Hotel Purnama ini, adalah suami Nindita, alumni D3 Tata Boga, mahasiswa saya dulu. Sebelumnya saya tidak tahu kalau Inung adalah suami Nindita. Entah karena hal itu, atau entah karena memang Hotel Purnama ini oke, layanan hotel mulai dari makanan, game, suvenir, kamar, parkir, dan sebagainya, semuanya menyenangkan. Bikin ketagihan. Mungkin kapan-kapan kami akan kembali lagi ke sini.

Gong Xi Fa Chai...  


Batu, 31 Januari 2013

Wassalam,
LN

Senin, 27 Januari 2014

Workshop Pengembangan Kurikulum PPG Prajabatan

PPG SM-3T angkatan kedua akan segera dilaksanakan di  LPTK penyelenggara yang ditunjuk oleh Dikti. Dalam rangka penyelenggaraan tersebut, berbagai persiapan telah dan sedang dilakukan oleh Dikti dan Tim MBMI (Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia) bentukan Dikti 

Sesuai agenda yang sudah ditetapkan, calon peserta PPG angkatan kedua dijadwalkan melakukan registrasi secara online mulai tanggal 15 Desember 2013 sampai dengan 15 Januari 2014. Tahap selanjutnya yaitu lapor diri ke LPTK. Kegiatan ini dijadwalkan pada 24-26 Februari 2014. Diteruskan dengan Program Orientasi Akademik, pada 26 Februari sampai dengan 2 Maret 2014. Program PPG sendiri dilaksanakan mulai 3 Maret 2014.

Sebagaimana Peserta PPG SM-3T angkatan pertama, peserta PPG SM-3T angkatan kedua ini adalah para sarjana pendidikan yang telah melaksanakan pengabdian sebagai guru di daerah 3T selama setahun. Sebagai penghargaan atas pengabdian mereka, para peserta tersebut  dapat mengikuti program PPG berasrama berbeasiswa.

Dalam rangka mempersiapkan penyelenggaraan PPG angkatan kedua inilah, pada saat ini (27-30 Januari 2013), di Hotel Acacia Jakarta, sedang dilaksanakan workshop pengembangan kurikulum prajabatan. Workshop yang diselenggarakan oleh Direktorat Diktendik Dikti ini mengundang Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan (Badan PSDM dan PMPTK), Prof. Dr. Syawal Gultom, M. Pd, sebagai narasumber utama. Narasumber yang lain adalah Dr. Ridwan Abdul Sani, M. Si dan Prof. Dr. Bornok Sinaga. Keduanya dari Unimed. Selain itu, workshop juga akan difasilitasi oleh para instruktur nasional, yang akan memandu para peserta untuk mengembangkan Kurikulum PPG sampai kepada penyusunan perangkat pembelajarannya.

Peserta workshop adalah perwakilan dosen dari 15 program studi penyelenggara PPG SM-3T di semua LPTK. Selain itu, Pembantu Dekan I/ketua penyelenggara PPG SMK Kolaboratif juga diundang.  Jumlah peserta workshop seluruhnya 45 orang.

Dalam sambutannya, Direktur Diktendik Dikti, Prof. Dr. Supriadi Rustad, menyampaikan bahwa revisi kurikulum PPG harus dilakukan, mengingat kurikulum sekolah yang digunakan pada saat ini adalah Kurikulum 2013. Roh Kurikulum 2013 tersebut harus mewarnai Kurikulum PPG.

Prof. Supriadi Rustad juga mengemukakan, peserta PPG SM-3T merupakan agen yang sangat penting dan strategis dalam mempercepat implementasi Kurikulum 2013. Oleh sebab itu, dosen pengajar program PPG harus paham lebih dulu bagaimana mengintegrasikannya dalam Kurikulum PPG, termasuk bagaimana pengembangan perangkat pembelajarannya. 

Beberapa hal yang disampaikan oleh Prof. Syawal Gultom adalah berbagai fakta yang mendasari pentingnya implementasi Kurikulum 2013, kecenderungan perubahan di masa depan yang harus diantisipasi, proses pembelajaran dan evaluasi, strategi implementasi, serta format pelaporan proses dan hasil belajar siswa. Selain itu, Prof. Syawal juga menekankan bahwa sebaik apa pun kurikulum, bila gurunya tidak kompeten, maka kurikulum itu tidak ada gunanya. Hal ini dikarenakan kurikulum itu sesungguhnya adalah guru itu sendiri. Fakta menunjukkan bahwa keberhasilan pendidikan di negara-negara maju seperti Finlandia dan Singapura bukanlah pada kurikulum sekolah, tapi justeru pada kompetensi guru. Guru yang inspiratif, bisa membawakan pembelajaran melebihi dari kurikulum yang tertulis.

Informasi penting lain yang disampaikan oleh Prof. Syawal adalah bahwa sertifikasi melalui PLPG akan berakhir pada tahun 2014. Setelah itu, sertifikasi akan dilaksanakan melalui PPG Dalam Jabatan. 

Sebuah kata kunci yang juga perlu dicatat adalah: tugas guru bukanlah mengejar-ngejar pikiran anak, tapi menyentuh hatinya. Pengetahuan amat mudah dibentuk, tapi membentuk sikap memerlukan waktu yang sangat lama. Bila sikap telah dimiliki, maka pengetahuan dan keterampilan dapat dibentuk oleh sikap tersebut. Apa pun yang menjadi tindakan orang, tindakan itu akan senantiasa dibungkus dengan sikap.

Oleh sebab itu, sekali lagi, guru harus menginspirasi. Guru yang menginspirasi akan membawa anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu kebermanfaatan. Bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat luas. Bermanfaat bagi lingkungan, baik lingkungan alam maupun sosial. Inilah hakekat tujuan pendidikan yang sebenarnya. 


Hotel Acacia Jakarta, 27 Januari 2014

Wassalam,
LN

Minggu, 26 Januari 2014

PPG, Boleh Tidak Lulus

Hari ini, Minggu, 26 Januari 2013, secara serentak, dilaksanakan Ujian Tulis Nasional (UTN) PPG SM-3T angkatan I. UTN secara online ini dilaksanakan di 12 LPTK penyelenggara PPG SM-3T, yaitu di UNG, UNM, Unimed, UNP, UNJ, UPI, UNY, Unnes, Unesa, UM, dan Undiksha.

Peserta UTN adalah mahasiswa PPG SM-3T program studi nonPGSD-PAUD. Mereka adalah para sarjana pendidikan yang telah melaksanakan pengabdian setahun di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T), yang kemudian  memperoleh penghargaan untuk mengikuti PPG.

Untuk program studi PGSD dan PAUD, UTN sudah dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 yang lalu. Mereka menempuh UTN lebih dulu karena pelaksanaan PPG mereka hanya satu semester. Saat ini, bagi mereka yang sudah lulus, sudah mengantongi sertifikat sebagai guru profesional. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 87 Tahun 2013, para lulusan ini berhak menyandang sebutan Gr, sebutan bagi guru profesional yang telah lulus PPG.  

UTN saat ini diikuti oleh 2184 mahasiswa PPG seluruh Indonesia. Jumlah tersebut sudah termasuk 125 peserta dari prodi PGSD dan PAUD yang akan mengikuti UTN ulangan, karena mereka belum lulus pada UTN yang lalu. Khusus di Unesa, jumlah peserta UTN sebanyak 232 mahasiswa, termasuk 6 peserta dari prodi PGSD-PAUD yang mengulang.

UTN di Unesa dilaksanakan di Laboratorium Komputer Jurusan Elektro FT dan di Unit Layanan Komputer (Ulakom) FMIPA. Ujian dilaksanakan dalam tiga gelombang, yaitu pukul 08.00-09.30, 10.00-11.30, dan pukul 13.00-14.30. Selain pengelola PPG beserta staf dan tim ahli, kapuskom dan staf beserta pengelola Ulakom FMIPA juga terlibat sepenuhnya dalam pelaksanaan UTN. 

Saat ini, PPG dinilai sebagai benteng pertahanan terakhir LPTK sebagai lembaga penghasil guru. Setelah berbagai upaya, termasuk sertifikasi dengan portofolio dan PLPG, masih belum menunjukkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan kompetensi guru, PPG diharapkan mampu menjadi tumpuan harapan. 

Dengan komitmen seperti itu, maka input, proses dan output PPG diupayakan sebaik mungkin, terjaga mutunya. Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Diktendik Dikti), Prof. Dr. Supriadi Rustad, dan Tim MBMI (Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia) Dikti, beserta pengelola PPG di seluruh LPTK penyelenggara PPG SM-3T bersepakat, bahkan mahasiswa PPG 'boleh tidak lulus'. Artinya, meski tetap diberikan kesempatan mengulang UTN bagi para mahasiswa yang belum lulus, namun bila hasilnya tetap tidak memenuhi standar (dengan passing grade 50), maka yang bersangkutan tetap tidak bisa lulus, dan dengan sendirinya tidak berhak memperoleh sertifikat sebagai guru profesional.

Semoga PPG benar-benar bisa melahirkan para guru profesional, guru yang mampu mengantarkan pendidikan di Tanah Air ini menuju kejayaannya. Semoga.

Surabaya, 26 Januari 2013

Wassalam,
LN

Kamis, 12 Desember 2013

Senandung Anak Sulung

Saya terperangah membaca sebuah surel yang masuk di inboks akun email saya. pagi setengah siang hari ini, Kamis, 12 Desember 2013. Di tengah mengikuti acara Seminar dan FGD Penyelenggaraan Pendidikan Guru: Dari Rintisan Menuju Pembakuan", di Hotel Atlit Century, Jakarta.

Elina, pengirim surel itu, meminta saya membuat pengantar untuk buku antologi puisi 'Senandung Anak Sulung'. Dia adalah salah satu mahasiswa Program Profesi Guru Pasca Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (PPG Pasca SM-3T). 

"Ibu Luthfi, yang telah menjadi sosok bunda kedua bagi kami, saya Elina (dari Prodi Bahasa Indonesia). Bu, kami mahasiswa PPG Prodi Bahasa Indonesia telah
mengumpulkan puisi yang mestinya harus sudah kami masukkan ke percetakan pada beberapa bulan lalu. Akan tetapi karena beberapa hal, rencana tersebut mundur dan tidak sesuai dengan rencana. Kami insyaallah akan mencetaknya pada bulan Januari sehubungan dengan waktu perkuliahan yang semakin singkat. Dengan waktu yang singkat ini dan dengan mohon maaf atas email ini, berkenankah Ibu memberikan tanggapan atau kesan terhadap hasil karya kami? Sungguh menjadi suka cita bagi kami jika Ibu berkenan meskipun hasil karya kami sangat sederhana".

Elina dan kawan-kawannya benar-benar telah memberi saya kejutan yang luar biasa. Betapa tidak, selama ini, sebagai Direktur Program PPG Unesa, saya tak bosan-bosannya memberi dorongan pada para semua mahasiswa untuk menulis, termasuk menulis pengalaman berkesan mereka selama mengikuti PPG. Sebagian besar sudah menulis, termasuk Elina dan kawan-kawannya. Meski tulisan mereka tidak semua bagus, namun setidaknya telah terhimpun beberapa tulisan yang layak dibukukan, tentu saja setelah dilakukan penyuntingan. Pada saat kami sedang melakukan pemilihan dan penyuntingan tulisan-tulisan tersebut, tiba-tiba kabar rencana penerbitan antologi cerpen ini saya terima. 

Luar biasa anak-anak ini. Ternyata diam-diam mereka telah melakukan gerilya, melakukan gerakan di belakang saya, kasak-kusuk merencanakan sebuah konspirasi, yang bernama 'gerakan literasi'. Kalau ada istilah 'rapat gelap', maka inilah 'gerakan literasi gelap' itu.  

Saya lebih terperangah setelah membaca puisi-puisi mereka. Sampai 'mbrebes mili' saya membacanya. Terharu, bangga, gemas. Anak-anak 'nakal' ini telah mengaduk-aduk hati saya tanpa perasaan. Puisi-puisi mereka begitu bagus, menyentuh, mengharu-biru dan....membanggakan. 

Begitu saja terbayang sosok-sosok muda yang saya sayangi itu. Wajah-wajah manis mereka yang lucu, ceria, menyimpan mimpi, penuh optimisme. Mereka adalah anak-anak pertama kami, angkatan pertama PPG Pasca SM-3T Unesa. Oleh sebab itu, mereka memberi judul antologi puisi mereka sebagai 'Senandung Anak Sulung'.

Bagaimana pun, apa yang sudah mereka lakukan adalah bukti sebuah komitmen. Mereka telah berbuat tanpa banyak bicara. Mereka telah menyumbangkan satu tonggak sejarah dalam pengembangan budaya literasi. Mungkin hanya sebuah tonggak kecil, namun bagaimana pun, akan meninggalkan jejak di sana. Bersama jejak-jejak lain...menuju pembangunan generasi yang lebih gemilang. Generasi yang lebih sadar baca-tulis. Generasi yang lebih literat.

Terima kasih, anak-anakku. Kalian telah membuat kami semua bangga. Teruslah berkarya, dan jadilah guru yang tidak hanya mampu mengajar dan mendidik, namun guru-guru yang mampu menginspirasi. 


Jakarta, 12 Desember 2013

Wassalam,
Luthfiyah Nurlaela

Jumat, 21 Juni 2013

Bersama Anak-Anak Berkebutuhan Khusus yang Hebat

Sore ini, saya jatuh pada keharuan dan kebanggaan yang tak terkatakan. Mata saya merebak basah namun senyum saya mengembang. Dengan tenggorokan sakit, saya berkali-kali mengangkat tangan dan bertepuk pada setiap akhir penampilan mereka.

Lima anak muda itu sedang membawakan sebuah lagu. Rio, memainkan keyboard. Dia adalah alumni S1 dan S2 PLB Unesa. Eka Christian memegang biola, berdiri di sebelah Anggi, yang sedang menyanyi bersama Agus. Eka adalah mahasiswa S1 Pendidikan Sendratasik angkatan 2012. Sedangkan Anggi adalah alumni S1 PLB, baru saja lulus dan akan mengikuti wisuda pada 30 Juni nanti. Agus juga mahasiswa PLB.

Anggi dan Agus bersuara merdu. Meski suara mereka mungkin tidak terlalu istimewa dibandingkan dengan suara para penyanyi di X-Factor atau di Indonesian Idol, tapi di mata saya, keduanya begitu memukau.

Penjiwaan mereka pada lagu yang mereka nyanyikan begitu total. Suara merdu mereka seperti keluar dari lubuk hati, bergetar-getar, sekaligus juga menggetarkan siapa pun yang mendengarkan. Benar-benar keluar dari lubuk hati. Menyentuh kalbu.

Anggi dan Agus menyenandungkan ‘Jangan Menyerah’ milik D’masiv. Diiringi Rio dan Eka. Sedang di ujung paling kiri, Alfand, anak remaja ngganteng itu, sedang menggerak-gerakkan tangannya, mengekspresikan setiap bait lagu itu, dipandu dengan gurunya, yang duduk di kursi di depan panggung.

‘Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Sgala yang telah terjadi
Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik…’

Saya melihat semuanya nyaris tanpa berkedip. Rio, Eka, Anggi dan Agus, adalah anak-anak tuna netra, sedangkan Alfand adalah tuna rungu. Mereka berkolaborasi membawakan sebuah lagu.

Sore ini mereka sedang berlatih untuk mempersiapkan penampilan besok pagi. Untuk dipersembahkan pada Mendikbud yang akan datang ke Gedung Program PPG, dalam rangka Peresmian Gedung PPPG dan Sosialisasi Kurikulum 2013.

Acara yang dihelat di Auditorium di lantai sembilan ini akan dihadiri oleh sekitar 600 undangan. Mereka adalah mahasiswa PPG, dosen, mahasiswa S2, S3, dan tentu saja, jajaran pimpinan, anggota senat, dan undangan lain. Termasuk Ketua LPMP Jawa Timur, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, kota dan kabupaten di Jawa Timur, juga para mitra Unesa.
Rio dan kawan-kawan berlatih dengan didampingi orang tua masing-masing. Anak-anak hebat, dengan para orang tua yang hebat.

Pak Yoyok, dosen PGSD, adalah pelatih mereka. Entah kenapa, kekaguman saya pada sahabat saya yang satu ini tidak habis-habis. Komitmennya, kepeduliannya, ketulusannya, kesetikawanannya, juga kelihaiannya bermain musik, mengagumkan siapa saja yang mengenalnya.

Saya menikmati sajian yang luar biasa di depan saya sore menjelang senja hari ini: tidak hanya anak-anak hebat dengan orang tua yang hebat, tetapi juga guru-guru yang hebat. Mereka seolah membentuk sebuah orkestra kehidupan. Begitu merdu sekaligus mengharukan. Menyadarkan kita semua betapa Maha Adilnya Sang Pencipta, yang telah membuat setiap orang memiliki keistimewaan, siapa pun mereka. Dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun dengan kebersamaan, saling menghargai, saling melengkapi, orkestra kehidupan ini menjadi begitu indah.

Selain tampil bersama, beberapa dari mereka juga tampil solo. Anggi memainkan organ sambil menyenandungkan ‘I Believe I Can Fly’-nya R Kelly. Suara gadis itu mengalun sangat indah. Memenuhi setiap sudut ruangan. Membuat sebagian orang di dalam ruangan itu rela menghentikan aktivitasnya, untuk sejenak membiarkan diri larut menikmati suara Anggi yang menggetarkan.

“I believe I can fly
I believe I can touch the sky
I think about it every night and day
Spread my wings and fly away
I believe I can soar
I see me running through that open door
I believe I can fly….”

Tak ayal, tenggorokan saya sakit lagi mendengar senandungnya. Saya pikir hanya saya yang merasakan kegetiran itu. Ternyata, pak Yoyok, tiba-tiba mendekat dan berbisik…’Sesak dadaku, bu…’. Bahkan dia saja yang sudah begitu sering bergaul dengan anak-anak itu selalu diliputi keharuan setiap kali melihat penampilan mereka.

Sore ini saya berbincang dengan beberapa ibu yang luar biasa kuat dan tabah itu. Bercanda dengan anak-anak yang sangat mengispirasi itu. Hanya mereka yang istimewa yang terpilih sebagai orang tua istimewa, dengan anak-anak yang istimewa pula.

Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah….

Auditorium PPPG, Kampus Unesa Lidah Wetan, Surabaya, 16.30 WIB.
Wassalam,
LN

Selasa, 21 Mei 2013

PPG di Malam Hari

Gelap sudah turun saat ini. Lampu-lampu sudah menyala. Halaman sepi. Suara alam terdengar cukup nyaring, seperti suara jengkerik atau kumbang malam atau entah binatang apalah. Suaranya bersahut-sahutan, kadang-kadang berderit-derit seperti sedang berebut sesuatu.

Saya berdiri di depan jendela kaca, di lantai dua, menatap keluar. Di sana, ada dua buah bangunan asrama PGSD, tempat para peserta PPG SM-3T, khusus untuk peserta putra. Di sebelah sananya lagi, adalah rusunawa, tempat para peserta putri tinggal. Dua bangunan besar yang menampung sebanyak 279 orang yang sedang menempuh PPG di Unesa ini.

Anak-anak pasti sedang makan malam saat ini. Saya membayangkan mereka tengah berbaris rapi, antri, menerima kupon, dan menukarkan kupon itu di konter makanan. Membawa alat makan mereka masing-masing untuk diisi nasi, sayur, lauk pauk, lantas mengambil tempat duduk untuk menikmati jatah makan malamnya. Bersama teman-teman mereka, sambil makan, mereka mungkin saling bercerita tentang apa saja, terutama pengalaman mereka sehari ini di kelas, atau rencana kegiatan-kegiatan mereka mendatang.

Satu dua jam yang lalu, saat senja mulai turun, dari balik jendela juga, saya menikmati kerumunan anak muda itu, bergerak pulang ke asrama. Mereka pasti lelah setelah seharian beraktivitas dalam workshop. Lelah dan bosan. Ya. Sepanjang hari, sejak pukul 07.00 sampai pukul 16.30, mereka berkutat dengan perangkat pembelajaran dan peer teaching. Dari hari Senin sampai Jumat. Hanya jeda sebentar untuk istirahat salat dan makan. Hampir setiap hari seperti itu. Hari Sabtu pun mereka harus mengikuti berbagai kegiatan asrama. Satu-satunya hari bebas adalah Minggu.

Saya membayangkan menjadi mereka. Betapa lelahnya. 

Tiba-tiba ada segerombolan sepeda motor memasuki halaman Gedung PPG yang lengang itu. Ternyata mereka, anak-anak itu. Ada belasan sepeda motor. Ada alat besar-besar yang mereka bawa. Mungkin alat musik. Saya menebak saja, karena tentu tidak jelas terlihat dari tempat saya berdiri. 

Saya baru ingat, mereka sedang mempersiapkan diri untuk acara pentas seni. Beberapa hari yang lalu, dua di antara mereka menemui saya di ruang saya, minta izin untuk menggunakan Gedung PPG di malam hari untuk latihan. Ya, setelah sekitar dua tiga minggu mereka melaksanakan kegiatan pekan olah raga, minggu ini mereka akan menyelenggarakan pentas seni. 

Itulah antara lain kegiatan yang bisa menetralisir rasa bosan mereka. Selain kegiatan sore hari selepas PPG, bermain bola, pingpong dan voli. Berbagai arena dan alat olah raga memang sengaja kami sediakan untuk mereka. Juga berbagai kegiatan keprodian, outbound training, aerobic, karya wisata, dan lain-lain. 

Siang tadi, setelah memimpin rapat dengan para kasek sekolah mitra, saya kedatangan tamu istimewa. Anak muda yang ngganteng, namanya Eko Prasetyo. Kami bicara banyak sekali. Gayeng. Ditemani setoples kue 'untuk yuyu' oleh-oleh Pak Heru Siswanto, dan segelas air mineral.

Kami bicara tentang kondisi pendidikan di daerah 3T, tentang buku kuliner, rencana kampanye literasi, dan juga rencana pelatihan blog. Kami menyebut IGI, IKA Unesa, SSW, mas Samsul, mas Rohman, mas Rukin, mas Emcho, dan banyak lagi. Kami membahas kualitas tulisan anak-anak PPG, membahas buku, membahas tentang menulis.  

Sungguh menyenangkan bicara sama anak ngganteng dan smart itu. Saya sering berjumpa dengan Mas Eko, begitu saya menyebutnya, beberapa kali rapat bersama, tapi baru kali ini berkesempatan bicara empat mata, lama, dan gayeng. Saya merasa, meski dia jauh lebih muda, dia adalah guru saya. Banyak sekali tambahan wawasan yang saya dapatkan siang hari tadi. 

Mas Eko saya minta bantuannya untuk merencanakan acara kampanye literasi di PPG. Rencananya, dia nanti akan menggandeng IGI. Tentu saja saya senang sekali. PPG ini adalah tempatnya para calon guru. Kesempatan bisa berinteraksi dengan para guru yang tergabung dalam IGI tentulah pengalaman berharga bagi mereka, para peserta PPG itu. Belum lagi dengan bedah buku, dan mungkin juga semacam dialog tentang bagaimana menulis, pastilah akan menambah motivasi, wawasan dan keterampilan mereka. 

Kami juga merencanakan mengadakan pelatihan blog. Yang ini, tentu saja, dengan menggandeng IKA Unesa. Sebagian peserta PPG sudah ada yang memiliki blog, namun sebagian besar dari mereka belum punya. Pelatihan blog, siapa tahu nantinya dilanjutkan dengan lomba blog, mungkin akan menjadi selingan istimewa bagi para peserta PPG yang didera dengan rutinitas yang membosankan itu.

Ada ruang auditorium berkapasitas 350-400 orang di lantai 9, yang itu bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Beberapa minggu yang lalu, ketika kami cek untuk 'berhalo-halo', ruang besar itu mengeluarkan suara yang menggema. Namun sore tadi saya dapat kabar dari pak Yoyok, ruang auditorium sedang dipasang peredam untuk mengurangi gemanya. Oh Tuhan, pucuk dicinta ulam tiba.... 

Sepeninggal mas Eko, pada pukul 13, saya memimpin rapat persiapan monev PPG dan monev SM-3T. Begitulah. Di ruang ini, hampir tiap hari ada rapat. Kadang rapat mengambil tempat di salah satu ruang di lantai 3 atau 5 bila peserta rapat banyak. Rapat dan rapat. Sepertinya kami semua dilahirkan ke dunia ini untuk rapat dan rapat. Hehe.

Kampus PPG di malam hari. Waktu bergerak mendekati pukul 19.00. Dan saya masih bertahan di sini. Dengan Pak Sulaiman, Pembantu Direktur 1, Pak Heru Siswanto, dan empat orang staf. Besok pagi akan ada pelaksanaan ujian TPA, penguasaan bidang studi dan wawancara, bagi para guru calon peserta KKT (Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan). Kegiatan kerjasama dengan Kabupaten Jombang dan Sidoarjo. Ada sekitar 200 guru yang akan mengikuti tes tersebut. Tentu saja ada banyak hal yang harus dipersiapkan sehingga kami semua lembur. 

Selain itu, ada tujuh set peralatan microteaching, yang sore tadi baru saja datang, yang juga harus diopeni. Meski saya tidak ikut angkut-angkut, sepertinya tetap harus memastikan peralatan tersebut mendapatkan tempat dan perlakuan yang layak sebelum besok pagi ditata di ruang microteaching di lantai 4, 5 dan 6.

Setelah adzan Isya, saya dan pak Sulaiman bersiap pulang. Memastikan ke pak Heru dan staf bahwa mereka akan membereskan sisa pekerjaan yang masih ada. Besok pagi, dua belas ruangan tes harus sudah siap, dengan nomer-nomer tes yang sudah terpasang di kursi. Denah ruang, daftar peserta tiap ruang lengkap dengan pengawas dan pewawancara, juga harus sudah terpasang. 

Kampus PPG di malam hari. Saya tinggalkan bersama segunung kelelahan berselimut semangat yang harus tetap ada dan selalu terjaga.

PPG, Kampus Lidah Wetan, 21 Mei 2013. 19.10 WIB.

Wassalam,
LN

Minggu, 17 Maret 2013

Pendidikan Profesi Guru, Jalan Menuju Guru Profesional?

Saat ini adalah tepat dua minggu dilaksanakannya Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Unesa dan di sebelas LPTK yang lain. Di Unesa, ada sebanyak 279 peserta.  Di seluruh Indonesia, ada sekitar 2500-an peserta.  Semuanya adalah para eks peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T) angkatan 2011 (angkatan pertama). Oleh sebab itu, PPG ini dinamakan PPG SM-3T, merupakan program yang diluncurkan oleh Kemdikbud (Direktorat Pendidikan Tinggi) di bawah payung Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI).

Ada beberapa hal yang membuat program ini menarik. Pertama, PPG merupakan 'pertaruhan terakhir' LPTK sebagai lembaga penghasil tenaga kependidikan. Setelah berbagai upaya peningkatan kompetensi guru melalui berbagai kegiatan dan program, termasuk sertifikasi dengan portofolio maupun Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), yang dinilai belum memberikan perubahan secara signifikan, maka PPG diharapkan benar-benar menjadi 'kawah candradimuka' untuk menghasilkan guru-guru profesional di masa depan. Mengingat sertifikasi melalui portofolio dan PLPG akan berakhir pada tahun 2015, maka persyaratan untuk menempuh sertifikasi melalui program PPG ini hukumnya wajib, baik bagi guru dalam jabatan (yang tidak masuk dalam kuota sertifikasi melalui portofolio atau PLPG) maupun bagi guru prajabatan. 

Saking menariknya program ini, pada awal dibukanya dulu, banyak guru honorer yang bermaksud mendaftarkan diri untuk mengikuti SM-3T. Kenapa? Ya, karena daripada menunggu kuota sertifikasi melalui PLPG yang tidak tahu entah kapan, lebih baik mengikuti SM-3T setahun lantas tahun berikutnya masuk PPG. Sudah jelas hitungan waktunya untuk mendapatkan sertifikat pendidik. Selain itu, siapa sih yang tidak tahu berapa gaji guru honorer? Dibandingkan dengan beasiswa yang diterima oleh peserta SM-3T yaitu sebesar Rp. 2.000.000,- plus bantuan hidup Rp. 500.000,-,  tentulah jumlah ini jauh lebih besar dibanding gaji bulanan sebagai guru honorer.

Namun tentu saja banyak dari guru itu yang tidak bisa mengikuti program SM-3T karena tidak memenuhi syarat. Sebagian persyaratan untuk mengikuti program adalah calon peserta merupakan sarjana kependidikan lulusan empat tahun terakhir, dan belum menikah. Beberapa guru honorer tersebut sudah menikah, dan juga merupakan lulusan yang lulusnya sudah lebih dari empat tahun yang lalu. Pada tahun ini, persyaratannya bahkan diperketat, tidak hanya IPK yang minimal 3,0 (tahun sebelumnya 2,75), usia juga tidak boleh melebihi 28 tahun. Jadi tidak ada harapan bagi para guru honorer itu untuk mengikuti program SM-3T sebagai jalan pintas agar dapat masuk PPG, dan mengantongi sertifikat pendidik dalam waktu dua tahun.

Kedua, program ini menarik karena berasrama dan berbeasiswa. Meski beasiswa yang diterimakan setiap bulannya hanya uang saku Rp. 300.000 plus uang buku Rp. 250.00,- per bulan, namun akomodasi dan konsumsi para peserta sepenuhnya ditanggung. Mereka juga memiliki dana kesehatan. Ya, meski jumlah nominal yang diterimakan dalam bentuk 'fresh money' tiap bulannya lebih kecil dibanding ketika mereka mengikuti program SM-3T,  namun sebenarnya hitungan unit cost-nya jauh lebih besar. Para peserta ini bebas biaya pendidikan sebesar Rp.6.000.000 per semester. Mereka juga memperoleh banyak kegiatan dalam rangka meningkatkan kompetensi mereka, baik dalam bidang akademik maupun nonakademik, tanpa dipungut biaya. Kegiatan-kegiatan tersebut dikemas dalam lingkup kegiatan kehidupan berasrama. Mulai dari kegiatan wajib (senam pagi, pelatihan baris-berbaris, kepramukaan, kerohanian), kegiatan pilihan (sesuai dengan prodi masing-masing, tujuannya adalah peningkatan kompetensi keprodian), bahkan sampai kegiatan di luar kampus dan asrama, misalnya outbound. Benar-benar sebuah keistimewaan yang tidak setiap calon guru bisa memperolehnya.

Ketiga, program ini adalah program 'pilotting', yang hanya dilaksanakan di dua belas LPTK (Unesa, UM, UNY, Unnes, UNJ, UPI,  UNP, Unimed, UNM, Unima, Undiksha dan UNG). Kuota seluruh Indonesia  sejumlah 2.500-an, tentu tidak cukup banyak dibanding dengan jumlah lulusan LPTK setiap tahunnya. Seleksi juga dilakukan dengan cukup ketat, meliputi seleksi administrasi, tes TPA dan penguasaan bidang studi, serta tes bakat minat dan kepribadian. Keketatan seleksi ini tentu saja menjadikan program ini memiliki daya tarik tersendiri, setidaknya program ini bukanlah program yang 'mudah', namun benar-benar program yang hanya bisa diikuti oleh mereka yang memenuhi syarat. Benar-benar menjadi program unggulan dalam rangka menyiapkan guru yang profesional. Ke depan, model perekrutan calon peserta PPG konon akan menggunakan model tersebut: semua peserta PPG harus lebih dulu mengikuti program SM-3T. Dengan demikian, input PPG benar-benar telah teruji baik secara akademiki maupun nonakademik, termasuk kemampuan problem solvingnya serta ketahanmalangannya. Input yang benar-benar pilihan.

Mengapa harus pilihan? Ya, sebagaimana yang kita ketahui, beberapa tahun belakangan ini, guru adalah salah satu profesi yang didambakan oleh banyak orang. Adanya sertifikasi guru sebagai implementasi UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen, adalah daya tarik yang luar biasa, karena guru menjadi profesi yang mulia, profesional dan sejahtera. Maka tidak mengherankan bila pada saat ini orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke LPTK, bahkan kadang tak peduli seperti apa mutu LPTK-nya, yang penting LPTK. Beberapa universitas yang sudah estabished-pun, yang sebenarnya tidak berbasis kependidikan dan tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang tersebut, juga ikut-ikutan membuka program kependidikan. Semua LPTK diserbu. Tak terbayangkan entah mau ke mana lulusan yang dihasilkan oleh lebih dari 370 LPTK negeri dan swasta ini, mengingat permintaan guru tidaklah sebanyak itu.

Dalam kondisi yang oversupply seperti ini, harus ada mekanisme yang mengatur rekrutmen guru. Membatasi jumlah LPTK sebenarnya merupakan jalan terbaik, apalagi menjadikannya sebagai pendidikan kedinasan. Sebagai sebuah profesi, guru sebenarnya merupakan pekerjaan khusus yang memerlukan keahlian khusus, dengan beberapa cabang ilmu yang khusus juga, yang keilmuan itu hanya dipelajari oleh mereka yang memang dipersiapkan menjadi calon guru. Dengan alasan tersebut, penyiapan guru idealnya adalah melalui pendidikan kedinasan, sebagaimana penyiapan calon perwira TNI/Polri misalnya. Proyeksi kebutuhan guru per tahun sebenarnya sudah sangat terukur, yakni pengganti guru yang pensiun dan penambahan guru baru untuk sekolah-sekolah baru. Seandainya LPTK adalah sekolah kedinasan, maka pengelolaan LPTK akan berbasis pada kebutuhan negara akan guru/pendidik. Standar pendidikan dilaksanakan di bawah kontrol yang ketat oleh negara. LPTK harus diselenggarakan oleh pemerintah, dengan menggunakan sistem buka-tutup sesuai dengan kebutuhan lapangan.

Faktanya, LPTK bukanlah pendidikan kedinasan. Jumlah LPTK di seluruh Indonesia saat ini terdiri dari 12 LPTK pemerintah berbentuk universitas, 22 LPTK pemerintah berbentuk FKIP, selebihnya (sekitar 340-an) adalah LPTK swasta. Tidak heran bila setiap tahun terjadi oversupply, terjadilah penumpukan pengangguran lulusan dari LPTK, dengan kualitas yang sangat beragam, baik jenis maupun kemampuannya.

Dalam kondisi seperti ini, PPG yang merupakan amanah UU Sisdiknas dan UUGD, merupakan salah satu jalan keluar untuk mengendalikan mutu guru. Menurut UUGD, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat, sedangkan kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional diperoleh melalui pendidikan profesi. Hal ini relevan juga dengan Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Menurut KKNI, pendidikan Diploma empat/Sarjana paling rendah setara dengan jenjang 6; lulusan pendidikan profesi setara dengan jenjang 7 atau 8. Dengan demikian, PPG memang harus ditempuh dalam rangka memenuhi kompetensi sebagai guru/pendidik yang profesional.


PPG SM-3T di Unesa

Dalam sebuah seminar tentang PPG beberapa waktu yang lalu, saya ditanya oleh seorang peserta seminar, dosen di sebuah universitas negeri yang cukup ternama. "Begitu panjangkah jalan yang harus dilalui seseorang untuk menjadi seorang guru? Hanya untuk menjadi seorang guru?" Lantas secara berseloroh saya melengkapi pertanyaannya: "Bayarane piro sih dadi guru iku....?"

Ya, saat ini, PPG hanya diperuntukkan bagi mereka yang sudah menempuh satu tahun masa pengabdiannya di daerah 3T, yang tergabung dalam program SM-3T. PPG adalah reward bagi mereka, para sarjana kependidikan itu. PPG reguler, yang membuka peluang bagi para serjana yang lain, baik kependidikan maupun nonkependidikan, belum dibuka. Ke depan, ada wacana model inilah yang akan digunakan dalam rekrutmen input program PPG. Artinya, kalau amanah UU Sisdiknas dan UUGD ditaati, maka peserta SM-3T nantinya tidak hanya dari mereka lulusan program studi (prodi) kependidikan, namun juga nonkependidikan.

Di Unesa, saat ini ada 13 program studi yang dibuka. Program studi tersebut meliputi: PG-PAUD, PGSD, BK, Pendidikan Matematika, Pendidikan Biologi, Pendidikan Sejarah, PPKN, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa Jerman, Pendidikan Bahasa Jepang, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, dan Pendidikan Ekonomi.

Ada sebanyak 170 peserta putri dan 109 peserta putra. Mereka tidak hanya lulusan Unesa, tapi juga dari perguruan tinggi yang lain, yaitu dari Unima, Unimed, UNG, UPI, Unnes, UNY, UM, Undiksha, dan beberapa PT yang lain. Para peserta putra diasramakan di Asrama PGSD dan para peserta putri diasramakan di Rusunawa. Tempat kuliah (lebih tepatnya adalah workshop SSP/Subject Specific Paedagogy) ada di Gedung PPG. Semuanya ada di Kampus Lidah Wetan.

Akhir Februari yang lalu telah dilaksanakan Program Pengenalan Akademik (PPA) bagi para peserta PPG SM-3T. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari (28 Februari-1 Maret 2013). PPA dibuka oleh rektor, dimulai dengan kuliah umum juga dari Rektor Unesa (Prof. Dr. Muchlas Samani). Materi lain yang meliputi gambaran umum PPG, kurikulum, pembelajaran, PPL PPG, disampaikan oleh tim PPG Unesa (Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, Dr. Raden Sulaiman dan Dr. Suryanti). Sedangkan materi tentang Standar Operasional Tenaga Kependidikan di Pusat dan Daerah disampaikan oleh Kepala LPMP Jawa Timur (Dr. Salamun), materi Etika dan Estetika Guru diberikan oleh Pembantu Rektor I (Prof. Dr. Kisyani), sedangkan materi Motivasi dan Dinamika Kelompok disampaikan oleh Dr. Suyatno. Ada juga materi tentang kehidupan berasrama yang disampaikan oleh para penanggung jawab asrama (Drs. Yoyok Yermiandhoko, M.Ds, Dra. Retno Lukitaningsih, Drs. Suprayitno, dibantu oleh Drs. Heru Siswanto, M. Si).

Rutinitas peserta setiap hari adalah apel pada tepat pukul 07.00, dilanjutkan dengan pembelajaran di kelas mulai pukul 08.00-16.30. Setiap hari, mulai Senin sampai Jumat. Ada waktu satu jam untuk sholat dan makan siang, dan sore hari untuk sholat saja. Di antara hari-hari itu, pada malam hari mereka juga melakukan kegiatan di asrama, misalnya kegiatan belajar kelompok dan kegiatan kerohanian. Mandi dan makan semuanya dilakukan dengan serba antri. Setiap Sabtu pagi mereka harus mengikuti senam yang dipandu oleh mahasiswa FIK, kepramukaan yang dilatih oleh tim Pramuka Unesa, dan pelatihan baris-berbaris yang dilatih oleh tim dari Kodikmar. Minggu adalah hari bebas untuk mereka.

Ya, kompetensi sebagai guru tidak hanya dibekalkan kepada mereka melalui pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di kampus, namun juga di asrama. Kehidupan berasrama lebih menekankan pada pembentukan kepribadian, seperti kedisiplinan, ketangguhan, kepedulian, tanggung jawab dan kebersamaan. Ada bapak dan ibu asrama serta para pengelola asrama yang mengajarkan kepada mereka tentang kesabaran dan berbagi, serta kebiasaan hidup bersih dan sehat. Dengan suasana yang disiplin namun penuh kenyamanan, mereka yang datang dari berbagai pelosok Indonesia itu tidak hanya belajar untuk saling menghormati dan menghargai, namun juga betapa kesadaran mereka tentang kehidupan berbangsa dan bertanah air, tumbuh dan berkembang  dengan sangat baik.

Sebagai program awal, tentu saja ada banyak kendala. Gedung PPG yang masih belum sepenuhnya jadi, sehingga kita semua yang akan mencapai gedung itu merasakan 'sensasi' seperti sedang berada di daerah 3T. Halaman gedung yang masih sebagian dipaving, becek dan licin bila hujan turun; lantai satu yang masih penuh dengan material bangunan dan suara-suara mesin yang meraung-raung. Debu, pasir, dan semen membuat dada terasa sesak dan pengap. Ya, gedung PPG berlantai sembilan itu sejatinya belum siap betul untuk dioperasikan. Namun program tidak bisa ditunda. Untungnya, para dosen, peserta, dan seluruh tim PPG SM-3T tidak menjadikan semuanya itu sebagai kendala besar. Aktivitas terus berjalan. Mereka menuju lantai 1, 2, 3, 4 dan 5, naik turun minimal dua tiga kali sehari, tanpa lift, karena lift masih belum bisa digunakan. Tidak peduli para peserta dan para dosen (bahkan di antaranya adalah Guru Besar), semua beraktivitas di ruang-ruang yang sudah bisa ditempati, berlomba dengan para pekerja yang sedang menyelesaikan bangunan megah itu. 

Sebagai sebuah pendidikan profesi, maka dosen yang mengajar di PPG juga harus memenuhi persyaratan. Menurut Permendiknas nomor 8 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Profesi Guru Prajabatan, dosen pada program PPG memiliki kualifikasi pendidikan minimum lulusan Magister (S2), dan minimal salah satu strata pendidikan setiap dosen berlatar belakang bidang pendidikan sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya. Selain itu, masih menurut permendiknas, dosen juga diutamakan yang memiliki sertifikat keahlian sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya. Berdasarkan hal tersebut, maka dosen pengajar di PPG Unesa, diharuskan berkualifikasi minimal S2, minimal salah satunya dari bidang kependidikan, dan diutamakan dosen-dosen yang sudah punya NIA (Nomer Induk Asesor). Syarat ini sama dengan persyaratan yang ada di PLPG.

Jalan panjang masih akan dilalui PPG Unesa, dan juga PPG di semua LPTK. Masih ada sekitar tiga belas minggu lagi bagi para peserta PPG PG-PAUD dan PGSD, untuk menyelesaikan programnya, termasuk PPL, PTK dan ujian kompetensi, sebelum nanti mereka akan diyudicium dan diwisuda sebagai pendidik profesional. Untuk peserta PPG prodi lainnya, bahkan masih ada lebih dari dua puluh minggu yang lain untuk sampai pada titik di mana sertifikat pendidik profesional itu akan berada di tangan mereka.

Tapi kami bangga dengan semangat para peserta dan para dosen, juga semangat teman-teman tim PPG. Meski ada banyak keluhan tentang sulitnya mencapai gedung PPG karena harus melewati banyak 'ranjau' sejak di pintu gerbangnya yang belum jadi itu, serta melewati tangga demi tangga yang berpasir dan berdebu, namun kinerja mereka semua cukup membanggakan. Ya, memang selalu ada satu dua peserta dan juga dosen yang masih harus diingatkan tentang tujuan mereka semua ada di sini, namun semua itu insyaallah bisa diatasi dengan baik. Para peserta sering 'update status' dengan tulisan-tulisan yang menyemangati, juga cerita-cerita mengharukan sekaligus menggelikan tentang aktivitas sehari-hari mereka. Hari ini, baru saja saya membaca status di FB salah seorang peserta, namanya Daud Rigi Gah, dari NTT. Bunyinya: 'PPG membuka cakrawalaku berpikir lebih luas, menginspirasi, memotivasi dan memperkuat semangatku. Kira kami dapat membawa perubahan dalam sektor pendidikan khususnya dan sektor2 kehidupan laennya untuk propinsi NTT dan Kab. Sumba Timur khususnya dan Bumi Pertiwi pada umumnya.... Salam hormat dan doa tulus kami pemuda/i Sumba timur bwt seluruh rekan2 seperjuangan PPG dan trlbh untk bpk ibu dosen UNESA yg kami cintai.....

Surabaya, 16 Maret 2013.

Wassalam,
LN

Rabu, 27 Februari 2013

Pembukaan PPG-SM3T Unesa

Pagi tadi telah dilaksanakan acara Pembukaan PPG-SM3T Unesa dan Program Pengenalan Akademik (PPA). Sebagai gambaran sekilas tentang apa, siapa, bagaimana, di mana dan mengapa program PPG-SM3T itu, berikut saya sertakan laporan saya selaku koordinator PPG Unesa kepada Rektor Unesa pada acara pembukaan tersebut.

"Laporan Koordinator PPG Unesa kepada Rektor"




Assalamualaikum wr. wb.

Yth.
- Rektor
- Pembantu Rektor 1
- Para Dekan
- Para Pembantu Dekan 1
- Kepala Biro, UPT, dan lembaga
- Para ketua program studi penyelenggara PPG-SM3T
- Tim PPG-SM3T
- Serta para peserta PPG SM3T Unesa yang berbahagia,

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena pada pagi hari ini, Kamis, 28 Februari 2013, kita semua dapat bertemu di Ruang Sidang FIP ini, dalam rangka melaksanakan kegiatan Pembukaan dan Program Pengenalan Akademik (PPA) PPG-SM3T Unesa; dalam keadaan sehat dan sejahtera.

Terimakasih atas kehadiran bapak Rektor, ibu Pembantu Rektor, dan seluruh undangan, karena sudah berkenan meluangkan waktu untuk bersama-sama mengikuti acara penting ini. Acara ini penting, karena sejak saat ini, Unesa secara resmi telah menjadi LPTK Penyelenggara PPG, satu di antara 12 LPTK yang diberi kepercayaan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. PPG itu sendiri begitu pentingnya, karena inilah pertaruhan terakhir LPTK sebagai lembaga pencetak tenaga pendidikan yang profesional.

Bapak Rektor dan para undangan yang saya hormati,
PPG ini diikuti oleh alumni peserta SM3T, oleh sebab itu disebut PPG-SM3T. Sebuah program yang disiapkan oleh pemerintah sebagai 'reward' bagi para guru pengabdi yang telah mendedikasikan diri mereka berjuang di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), selama satu tahun (November-Oktober 2011). Mereka telah memperoleh cukup banyak pengalaman berharga selama mengemban tugas mulia mereka, sebagai 'agent of change', baik dalam bidang pendidikan, maupun dalam bidang sosial-kemasyarakatan. Mereka telah membuktikan diri 'mampu bertahan' menghadapi berbagai tantangan dan persoalan di tempat pengabdian mereka, di antara tajamnya perbedaan kultur dan agama. Mereka adalah calon guru profesional yang telah ditempa oleh alam, dan layak untuk menjadi tumpuan harapan kita semua akan hadirnya sosok-sosok guru yang andal di masa depan. Mereka jugalah yang akan menentukan seperti apa generasi pada era Indonesia emas yang akan datang, karena bersama mereka, dari tangan-tangan mereka, akan lahir putra-putri yang akan menjadi penerus bangsa. Sebagaimana yang dikatakan BJ. Habibie, terkait dengan generasi 2045 (generasi emas Indonesia), Habibie menekankan betapa pentingnya memikirkan berbagai persoalan saat ini, termasuk menyiapkan guru-guru yang profesional. Karena bila tidak, maka apa yang akan terjadi pada tahun 2045 nanti, bisa jadi tanpa kita. Bukan tanpa kita sebagai manusia, tetapi tanpa kita sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bapak Rektor dan para undangan yang saya hormati,
PPG-SM3T Unesa diikuti oleh 278 peserta. Terdiri dari peserta laki-laki sebanyak 108, dan peserta perempuan sebanyak 170. Para peserta tidak hanya berasal dari peserta SM3T Unesa, tapi juga dari beberapa LPTK yang lain, yaitu: Unimed, UNP, UNY, Unnes, UM, Unima, UNG dan Undiksha. Mereka akan mengikuti PPG pada 12 program studi, yaitu: BK (15 orang), PG-PAUD (21 orang), PGSD (32 orang), Pendidikan Bahasa Indonesia (24 orang), Pendidikan Bahasa Inggris (24 orang), Pendidikan Bahasa Jepang (26 orang), Pendidikan Biologi (10 orang), Pendidikan Matematika (42 orang), Pendidikan Kewarganegaraan (19 orang), Pendidikan Sejarah (20 orang), Pendidikan Ekonomi (20 orang), dan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi (25 orang).

Seluruh peserta akan menempuh PPG selama 1 semester (untuk PG-PAUD dan PGSD) dan 2 semester (untuk program studi yang lain). Selama menempuh PPG, semua peserta diasramakan, dengan demikian kegiatan pengembangan kepribadian dan kompetensi tidak hanya di dalam kampus dan di sekolah mitra, tetapi juga dirancang sedemikian rupa, termasuk kehidupan di asrama. Bahkan kehidupan di asrama ini juga turut menentukan kelulusan peserta dalam mengikuti PPG. Perlu kami sampaikan juga, terkait dengan asrama, peserta laki-laki menempati Asrama PGSD (yang saat ini masih dalam proses renovasi, sehingga sedikit banyak para peserta akan terganggu dengan kegiatan renovasi ini); dan karena asrama tidak cukup, sebagian kecil peserta (24 orang) menempati sebuah rumah kontrakan di Jalan Lidah Wetan gang 4. Peserta perempuan menempati Rusunawa Unesa. Meskipun para peserta tinggal di tiga lokal, namun dipastikan mereka semua akan sepenuhnya mengikuti setiap kegiatan asrama.

Kegiatan workshop PPG dilaksanakan di Gedung PPG, yang saat ini juga masih dalam proses pembangunan. Lebih lanjut, kegiatan Praktek Pengenalan Lapangan (PPL) dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) akan dilaksanakan di sekolah mitra. Dengan demikian, selain para dosen yang akan menjadi instruktur di kegiatan workshop nanti, para guru pamong juga akan terlibat secara cukup intens. 

Bapak Rektor dan para undangan yang berbahagia,
Kegiatan Program Pengenalan Akademik (PPA) ini akan berlangsung selama dua hari, mulai 28 Februari sampai 1 Maret besok. Hari pertama ini, setelah pembukaan, akan diawali dengan Kuliah Umum oleh Rektor, dilanjutkan dengan materi-materi: Orientasi Umum PPG-SM3T; Sistem pembelajaran, PPL, Evaluasi; dan Kehidupan Berasrama. Selanjutnya hari kedua besok akan diisi materi: Kebijakan dan SOTK Tatakelola Pendidikan Pusat dan Daerah (Dr. Salamun, Kepala LPMP Jawa Timur); Etika dan Estetika Guru (Prof. Dr. Kisyani, PR 1 Unesa): serta Motivasi dan Dinamika Kelompok (Dr. Suyatno, Kepala Humas Unesa). Di ujung kegiatan PPA besok, para peserta akan dipandu melihat-lihat gedung PPG di mana ruang-ruang kelas untuk worksop dan ruang-ruang yang lain berada.

Workshop PPG sendiri akan dimulai pada tanggal 4 Maret. Pada saat ini, jadwal, dosen dan perangkat sudah disiapkan oleh kaprodi dan tim PPG Prodi. Ruang-ruang workshop dan perlengkapannya sudah disiapkan oleh teman-teman perlengkapan. Perangkat administrasi (termasuk data peserta, daftar hadir, jurnal kegiatan dsb) telah disiapkan oleh BAAK-PSI dan Puskom, serta tim PPG-SM3T. Kegiatan asrama sudah disiapkan dan akan terus didiskusikan oleh para pengelola asrama dan tim prodi. Mudah-mudahan segala sesuatunya dapat berjalan lancar sesuai dengan harapan kita semua, dan diridhoi Allah SWT. Amin YRA.

Bapak Rektor dan Bapak Ibu yang saya banggakan, pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terimakasih yang setinggi-tingginya pada semua pihak yang telah dengan sepenuh hati mengupayakan supaya program ini dapat berjalan dengan optimal. Terimakasih kepada bapak ibu pimpinan Unesa, para Dekan, para PD1, para Kaprodi, Kepala BAAK-PSI, Kapuskom, Kepala BAUK, Para Pengelola Asrama PGSD dan Rusunawa, Humas Unesa, tim PPG-SM3T, dan semua pihak yang saya tidak mungkin sebutkan semuanya. Khusus kepada bapak Dekan FIP beserta seluruh jajarannya, terimakasih sudah menyediakan tempat untuk acara Pembukaan dan PPA ini, juga semua bantuan tenaga, fasilitas dan dukungannya. Juga, tentu saja, terimakasih pada para peserta PPG-SM3T yang sangat kooperatif, tertib, dan bisa dengan sabar dan penuh pengertian menerima kondisi yang bagaimana pun, termasuk kondisi asrama yang masih dalam perbaikan. Kesabaran, ketabahan dan ketahanmalangan yang telah tertempa dengan baik selama di tempat pengabdian. Saudara telah melalui banyak hal yang jauh lebih berat di Daerah 3T, sehingga kondisi seperti apa pun tidak akan membuat Saudara mudah mengeluh dan patah arang.

Pagi ini, di tengah perjalanan menuju Kampus Lidah tadi, secara kebetulan, saya membaca sebuah tulisan dari seorang teman di milis keluarga unesa. Dia menulis tentang perbedaan antara kesuksesan dan kegagalan. Sebuah pepatah mengatakan Roma tidak dibangun dalam sehari. Demikian juga kesuksesan tidak dibangun secara instan.  Apalagi jika itu adalah sebuah kesuksesan jangka panjang. Untuk mencapai sebuah tujuan
diperlukan kesabaran. Kesabaran adalah kunci dan fondasi untuk membangun kesuksesan. Oleh sebab itu, jika Anda merasa sudah cukup bersabar, maka tambahkan lagi dosis kesabaran Anda.
Perbedaan antara kesuksesan dan kegagalan adalah pada kesabaran dan ketekunan.

Bapak Rektor, demikian laporan saya. Selanjutnya saya mohon Bapak berkenan membuka secara resmi acara Pembukaan dan Program Pengenalan Akademik (PPA) bagi para peserta PPG-SM3T Unesa ini.

Mohon maaf bila ada kekhilafan. Semoga taufik dan hidayah Allah selalu menyertai kita semua.

Wassalam,

LN

Rabu, 26 Desember 2012

Diskusi PPG Hari Ini

Pagi ini saya dijadwalkan mengisi acara Diskusi Pendidikan Profesi Guru di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Brawijaya (UB). Permintaan untuk menjadi narasumber ini sudah diluncurkan oleh bu Ulfah, salah satu dosen di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jepang, salah seorang panitia diskusi, sejak awal semester, dan baru bisa saya penuhi pada menjelang akhir semester ini.

FIB UB memiliki tiga Program Studi Pendidikan, yaitu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris, Pendidikan Bahasa dan Sastra Jepang. Prodi pendidikan ini berdiri sejak dua tahun yang lalu. Sebagian besar dosennya masih muda belia, ada beberapa yang lulusan Unesa. Beberapa sudah doktor dari luar negeri, beberapa dari mereka masih menempuh S2/S3 di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra PPs Unesa.

Diskusi yang diikuti oleh 45 dosen itu dibuka PD 1 FIB, Prof. Ir. Ratya Anindhita, MS., Ph.D. Dalam sambutannya, Prof. Dhita, begitu panggilan akrabnya, menyampaikan bahwa keinginan untuk mengadakan diskusi ini sudah lama. Begitu banyak pertanyaan dari mahasiswa yang belum terjawab menyangkut apakah mahasiswa nanti akan memiliki Akta IV mengingat mereka kuliah di prodi pendidikan; mengapa harus ikut PPG sedangkan mereka sudah menempuh perkuliahan di prodi pendidikan; apa konsekuensinya bila lulusan tidak mengikuti PPG; dan berbagai pertanyaan lain.

Maka diskusi pagi ini, mulai pukul 09.00-12.00, sangat gayeng karena begitu banyak pertanyaan dari para dosen. Peribahasa ikan sepat ikan gabus (lebih cepat lebih bagus) tidak berlaku di sini. Kalau tidak mengingat waktu, diskusi bisa-bisa kebablasan sampai seharian karena begitu banyaknya keingintahuan mereka tentang PPG. Saya menyampaikan apa itu PPG, proses rekrutmen, kurikulum, evaluasi, uji kompetensi, dan perjalanan PPG mulai dari awal sampai saat ini. Juga tentang bagaimana seharusnya kurikulum S1 dikemas agar selaras dengan kurikulum PPG. Hal-hal yang ternyata sebagian besar masih belum mereka pahami.                                                                                              
Dr. Sugeng, ketua prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris mengakui bahwa ketika UB memutuskan untuk membuka program pendidikan, itu merupakan keputusan yang berani. Sampai saat ini, izin operasional dari Dikti belum turun, borang akreditasi sudah dikirimkan ke BAN-PT dan saat ini sedang menunggu untuk divisitasi. Dua-tiga tahun lagi, prodi-prodi tersebut sudah meluluskan, namun gambaran seperti apa kelanjutan 'nasib' para lulusan nanti masih samar-samar. Namun dengan adanya diskusi hari ini, para dosen sudah memperoleh gambaran, betapa mau tidak mau, bila ingin lulusannya menjadi guru, tidak ada pilihan lain kecuali harus menempuh PPG. Empat tahun perkuliahan mereka adalah pendidikan akademik; oleh karena guru adalah sebuah profesi, maka mereka harus menempuh pendidikan profesi, dan itulah PPG. Begitulah amanah UU Sisdiknas dan UUGD.

Berkaitan dengan SM-3T yang saat ini merupakan kebijakan dalam perekrutan peserta PPG, para dosen itu nampak 'terkaget-kaget'. Betapa 'soro'nya hanya untuk bisa menjadi guru. Apa sih urgensinya itu semua? Begitulah 'gugatan' salah satu dosen dari prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris.

Tidak salah pertanyaan tersebut. Masa pengabdian setahun di daerah 3T bukanlah tugas yang ringan. Tapi misi SM-3T ini sangat sesuai untuk lebih membekali para calon guru dengan pengalaman nyata di lapangan. Selain juga untuk misi mulia turut membantu percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T, misi yang lain adalah untuk mengembangkan wawasan dan jiwa keindonesiaan serta turut berpartisipasi dalam menjaga keutuhan NKRI. Saya memberikan banyak ilustrasi betapa para peserta SM-3T itu harus berjuang sedemikian rupa untuk memecahkan berbagai persoalan pendidikan, di antara tajamnya perbedaan kultur dan agama. Namun mereka benar-benar mampu survive. Pada awalnya mungkin iming-iming PPG menjadi motivasi utama. Namun setelah mereka terjun ke daerah 3T, panggilan jiwa untuk menjadi bagian dari pembangunan pendidikan di pelosok Indonesia itulah yang lebih mengedepan. Ini terbukti, sebagian besar dari mereka memastikan diri untuk kembali ke daerah 3T tempat tugas mereka setelah menyelesaikan PPG.

PPG adalah 'pertaruhan terakhir' LPTK untuk menghasilkan guru yang profesional. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru. Sertifikasi dengan portofolio, sertifikasi dengan PLPG, belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Selain itu, mengingat jumlah LPTK yang lebih dari 300 di seluruh Indonesia, dengan mutu yang sangat beragam, mulai dari kelas 'jembret' sampai kelas unggul, PPG adalah filter untuk menghasilkan guru-guru yang profesional. Faktanya, setiap tahun dihasilkan ribuan lulusan LPTK, hal ini tidak sebanding dengan jumlah kebutuhan guru, sehingga terjadi oversupply. Maka untuk mendapatkan guru-guru yang unggul, PPG merupakan jalan keluar. Dan bila saat ini sampai beberapa tahun ke depan kebijakan PPG menyangkut inputnya adalah hanya mereka yang telah melaksanakan pengabdian melalui SM-3T, maka akhirnya hanya mereka yang memang benar-benar terpanggil untuk menjadi guru sajalah yang akan menjadi guru. 

Malang, 26 Desember 2012

Wassalam,
LN

Sabtu, 08 Desember 2012

Seminar Pendidikan: PPG Lagi...

Pagi sampai siang tadi saya diundang sebagai pembicara seminar di Gedung I FIS Unesa. Penyelenggaranya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan PPKN. Saya ditandemkan dengan Ketua Dewan Pendidikan Jawa Timur dan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur. Tema seminar yaitu 'Eksistensi LPTK dengan Adanya Kebijakan PPG'.

Saya disambut oleh ibu Listyaningsih, pembina BEM PPKN. Begitu memasuki ruang seminar, saya langsung merasakan aroma penuh semangat, baik dari panitia maupun para peserta. Lebih-lebih ketika ketua panitia menyampaikan laporannya, dilanjutkan dengan sambutan Ketua BEM dan sambutan Ketua Jurusan. Tepuk tangan riuh rendah menggema setiap kali ada pernyataan-pernyataan yang 'cocok' dengan pikiran-pikiran mereka. Bahwa PPG seharusnya hanya untuk lulusan LPTK, bahwa mestinya semua lulusan LPTK tidak perlu lagi mengikuti PPG, dan bahwa profesi guru adalah bagi orang-orang yang sejak awal hatinya sudah terpanggil sebagai guru dan oleh sebab itu seharusnya hanya untuk lulusan LPTK. Juga, menurut versi mereka, pada UU Sisdiknas maupun UUGD-pun tidak pernah ada istilah PPG, yang ada hanyalah istilah sertifikasi. Rupanya saya sedang berada di antara beberapa tokoh unjuk rasa PPG di Jakarta beberapa waktu yang lalu. Selain juga sedang berada di antara para mahasiswa yang memang benar-benar ingin memahami PPG dengan berbagai seluk-beluknya. 

Oleh karena bapak Sulistiyanto Soeyoso, ketua Dewan Pendidikan Jatim dan bapak Herry Bagus yang mewakili Dr. Harun belum hadir, maka saya diberi waktu untuk presentasi lebih dulu. Moderatornya, Wahyu, saya goda kalau dia lebih cocok jadi provokator daripada jadi moderator. Dia tertawa saja. 

Apa yang saya sampaikan lebih banyak sebagai klarifikasi atas pemahaman mereka yang belum utuh mengenai PPG. Saya katakan bahwa pada berbagai hal saya sepaham dengan pikiran mereka. Di sisi lain, mereka juga harus melihat fakta. Lulusan LPTK yang jumlahnya luar biasa setiap tahunnya, dan sebagian besar dari mereka tidak dihasilkan dari LPTK yang bermutu. Fakta bahwa LPTK belum mampu menghasilkan guru di semua bidang yang dibutuhkan di lapangan. Juga pemahaman terhadap istilah sertifikasi, yang hanya dipahami lewat jalur PLPG, tentulah itu pemahaman yang kurang tepat. Sertifikasi juga bisa ditempuh melalui PPG dengan berbagai bentuk penyelenggaraannya.  

Saya sangat beruntung siang ini bisa bergabung dengan pak Sulistyanto dan pak Herry Bagus. Hampir semua pikiran pak Sulis sejalan dengan pikiran-pikiran saya. Beliau memulai presentasinya dengan mengajak kita semua bicara tentang Indonesia. Peran apa yang bisa kita ambil supaya Indonesia menjadi lebih baik. Unesa adalah universitas yang sangat kecil. UI adalah universitas yang sangat kecil. MIT dan semua universitas terkenal di dunia ini adalah universitas yang kecil. Kita semua sedang ada di universitas yang sangat besar, yaitu universitas kehidupan. Di universitas ini, setiap kita adalah guru. Kurikulum kita sendirilah yang menentukan. Tergantung kurikulum yang kita buat itu ketat atau tidak. Kalau ketat, kita akan menjadi someone. Kalau tidak ketat, kita akan menjadi noone. Bedanya, someone itu do something, dan noone itu do nothing.

Pak Sulis yang nyentrik itu juga menambahkan bahwa faktor keunggulan bangsa ke depan tidak lagi ditentukan oleh teknologi, tetapi oleh mental dan karakteristik kita, letak dan kondisi geografis, renik-renik kebudayaan, dan keunikan ekologis. Semua hal ini kalau dikembangkan dengan baik akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang unggul karena hal-hal tersebut tidak bisa direproduksi dan diduplikasi. Sayang sekali kebijakan kita tidak mengarah kepada pengembangan keempat hal tersebut.

Ketika bicara tentang pentingnya kewirausahaan, pak Sulis secara bercanda melontarkan ide, seharusnya ijazah sarjana diubah. Ijazah sebaiknya dibuat dari batu, ukurannya 1 meter kali 2 meter, biar tidak bisa dibawa ke mana-mana untuk difotokopi dan dilegalisir serta digunakan melamar pekerjaan, termasuk menjadi pegawai negeri sipil. He he, geli juga dengan ide konyolnya itu.

Bangsa ini membutuhkan orang-orang yang bermental baja untuk bisa membangkitkan keindonesiaan. Maka kita harus jujur. Pendidikan kita harus dirombak. Kurikulum dibuat sebagus apa pun, kalau UN tetap seperti ini, maka kurikulum itu tidak ada gunanya. Pendidikan hanya menghasilkan orang-orang yang bertambah tua, tapi tidak bertambah dewasa.

Pada sesi tanya jawab, saya dicecar dengan berbagai pertanyaan seputar PPG. Salah seorang peserta, Zaim namanya, dari jurusan Pendidikan Sendratasik, bertanya dengan suara keras dan berapi-api. Kata-katanya tajam. Tubuh kecilnya itu seperti mau meledak ketika dia menyampaikan ketidaksetujuannya pada konsep PPG. Saya senang dengan pikiran-pikiran kritisnya. Sayang sang seniman itu tidak mudah dipuaskan. Waktu tidak cukup kalau hanya untuk melayani dia. Maka saya janjikan saya akan 'memberinya kepuasan' di luar forum. He he.... 

Surabaya, 8 Desember 2012

Wassalam,
LN