Pages

Senin, 12 Desember 2011

Ke sumba lagi (1): Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia

Pagi pukul 05.30, saya sudah berada di Wisma PU. Diantar mas Ayik. Dua bus Unesa sudah parkir di halaman PU. Menunggu para penumpangnya, peserta SM-3T dari Sumba Timur, yang akan kembali ke Sumba Timur untuk menunaikan tugas. Selama 9 hari mereka, bersama-sama peserta yang lain, lulusan dari berbagai perguruan tinggi, telah dikarantina di Wisma PU untuk kegiatan prakondisi. Tiga hari yang lain mereka habiskan di bumi perkemahan Dlundung, Trawas, Mojokerto, utk menerima pelatihan ketahanmalangan dan berbagai aktivitas outdoor.

Saya sendirian sebagai pendamping di PU pagi ini. Dua teman saya, pak Wasis dan bu Luci, langsung ke Juanda dari rumah masing-masing. Pak Nardi yang mengurusi tiket, bahkan sudah sms saya jam 05.00 tadi, dia sedang men-check in-kan kami semua, 46 peserta dan 3 pendamping.

Daftar peserta sudah ada di tangan saya. Beberapa peserta sudah ada yang keluar dari kamar mereka, menuju bus yang menunggu, lengkap dengan bagasi mereka yang....bo-abooh....ngalah-ngalahi orang mau pergi haji. Dandanan mereka necis-necis. Beberapa malah dengan penampilan yang beda banget dengan ketika pertama kali mereka masuk ke wisma PU. Dengan baju dan celana panjang ketat, berkaca-mata hitam, dan sandal atau sepatu modis, serta rambut yang sudah di-rebounding (gara-gara rebounding ini panitia sampai harus menunggui mereka hingga pukul 22.00 malam!). Kemarin setelah upacara pelepasan di auditorium (dilepas oleh pak Rektor), dua bus Unesa memang kami sediakan khusus bagi mereka, untuk mengantar mereka berwisata kemana pun mereka inginkan, lapindo, jembatan suramadu, ITC, plaza...beberapa di antaranya menyempatkan diri ke salon (emaknya saja nggak sempat-sempat mau ke salon!).

Saya mulai memanggil satu per satu nama peserta, memastikan mereka masuk ke bus. Eryxon, ketua kelompok Sumba Timur, saya minta membagikan nasi dus, konsumsi sarapan pagi ini. Beberapa yang lain saya minta 'ngoprak-ngoprak' teman-temannya yang masih belum muncul. 'Sebentar, Ibu, Yuvent masih pasang sepatu...', itu salah satu laporan salah seorang dari mereka, setelah menengok temannya yang masih belum keluar kamar.

Kami berangkat tepat pukul 06.00 menuju Juanda. Dua bus penuh sesak. Di kursi belakang penuh bagasi. Kebek mencep. Peserta menyantap makan paginya. Sebelum sampai bandara, kuminta mereka sudah menyelesaikan sarapannya, dan memasukkan kotak-kotak nasi itu ke kantung plastik besar, sebelum mencapai Juanda.

Hari ini kami memberangkatkan 46 peserta SM-3T, yang semuanya berasal dari Sumba Timur. Mereka kami berangkatkan lebih dulu karena kalau tidak, kami harus terus menampungnya di wisma PU termasuk menanggung kebutuhan makannya selama di penginapan itu. Mereka tidak punya sanak saudara di sini, tidak seperti peserta yang lain, yang bisa pulang ke rumah masing-masing atau pulang ke kampong halamannya, selepas masa prakondisi. Sebanyak 99 peserta yang lain akan kami berangkatkan tanggal 9 Desember, sedangkan 92 yang lain kami berangkatkan tanggal 11 Desember. Sesuai jadwal penerbangan yang ada, yang memang tidak setiap hari tersedia.

Bu Luci dan pak Nardi menyambut kami di drop-zone begitu bus berhenti di keberangkatan domestik. Pak Nardi langsung bertindak cepat. Memanggil ketua-ketua kelompok, memastikan kesepuluh anggota mereka sudah pegang bagasi masing-masing, dan meminta ketua kelompok membagikan boarding pass. Ya, kami semua langsung menerima boarding pass, tiket sudah diamankan pak Nardi. Lantas, seperti iring-iringan kuda sumba, mereka mengekor di belakang saya, dan bu Luci di barisan paling belakang sebagai penyapu.

Kami melewati pintu masuk dengan tertib. Berbaris rapi di depan counter check-in yang ramai. Menimbang bagasi kami satu per satu. Salah seorang peserta tiba-tiba lapor ke kami, satu tas besar akan dibawanya masuk ke pesawat, karena timbangannya melebihi batas. Saya mencoba mengangkat tas itu. Buwerat banget. Saya perkirakan lebih dari 15 kg. Entah apa yang dibawanya. Di saat itu, muncullah pak Wasis. Maka tanpa pikir panjang, saya minta pak Wasis utk mengambil alih bagasi itu, menimbangnya sebagai bagasi dia. Dari awal memang sudah kami kondisikan, bagasi jangan sampai melebihi 20 kg/orang. Meskipun sebenarnya bisa ditimbang sebagai bagasi group, tapi kami tidak ingin peserta
'jor-joran' bagasi. Repot sendiri nanti panitianya.

Kami lantas menuju ruang tunggu di lantai 2. Beberapa peserta masih menenteng tas dan kantung-kantung plastik. Ada yang berisi roti boy, dunkin donut, ada yang berisi apel manalagi, ada juga yang isinya mainan anak-anak. Oleh-oleh untuk sanak saudara mereka. Seorang peserta, namanya Arifuddin, lulusan STKIP Bima, semalam sms saya, 'Ibu, saya ingin membawakan oleh-oleh utk ibu saya, apa yang sebaiknya saya beli?' Saya jawab, 'belikan saja baju, ibu biasanya suka sekali kalau dibelikan baju'. Maka pagi itu ketika saya tanya apa yang dia beli untuk ibunya, dia jawab, 'saya beli baju seperti saran ibu'. Sebagian besar dari mereka keranjingan shopping setelah siang hari sebelumnya menerima beasiswa
bulan pertama mereka, 2 juta rupiah dan bantuan biaya hidup 500 ribu.

Menunggu boarding ternyata mengasyikkan juga. Melihat tingkah polah mereka. Melihat gaya mereka yang tiba-tiba saja menjadi remaja-remaja metropolis. Seperti di sinetron-sinetron. Juga kepolosan mereka yang mengagumi begitu besar dan megahnya bandara Juanda. Dan keceriaan mereka, kekonyolan mereka, serta kebahagiaan karena akan segera bertemu dengan sanak saudara.

Akhirnya masuklah kami ke dalam Batavia Air. Kami akan terbang menuju Waingapu, ibukota Sumba Timur. Di hampir seluruh pelosoknya, kami akan saling bahu-membahu menabur benih-benih ketulusan, menanamkan cinta kasih dan kepedulian bagi sesama, bagi anak-anak bangsa di titik-titik terpencil di negeri ini. Seperti yel-yel yang selalu kami dengung-dengungkan: Maju Bersama Mencerdaskan
Indonesia!

Rabu, 7 Desember 2011
Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...