Pages

Rabu, 14 Desember 2011

Ke Sumba Lagi (3): Jumpa Waingapu Lagi

Akhirnya mendaratlah kami di Umbu Mehang Kunda Airport. Pukul 16.30 waktu Waingapu. Begitu memasuki ruang pengambilan bagasi, kami langsung disambut oleh perempuan hitam tinggi besar, rambut ikal yang diikat ke belakang, mata tajam dan berkaca mata. Khas perempuan Sumba. 'Selamat datang, bu Prof', sambutnya, menyalami saya, dan kami berpelukan akrab. Dialah ibu Lusia M. Kitu, sekretaris Dinas PPO Sumba Timur. Beliau yang tempo hari menjadi narasumber di tahap prakondisi, untuk materi kondisi pendidikan di Sumba Timur. Perempuan paling cerdas yang saya temui di Sumba Timur.

Saya kenalkan bu Luci dan pak Wasis kepada bu Lusia. Peserta SM-3T juga menyalami beliau. Berbondong-bondong dengan muka cerah. Di luar, sanak saudara mereka telah menunggu. Seperti orang yang habis pulang umroh, mereka seperti tidak sabar utk segera bertemu.

Udara panas sekali dan pengap di ruang pengambilan bagasi yang sempit. Ada 2 kipas angin, satu tidak berfungsi. Keadaan yang sama ini saya alami ketika saya pertama kali datang ke sini sekitar sebulan yg lalu. Panas, pengap, penuh asap rokok.

Tiba-tiba seseorang menyapa saya. Aryanto, driver yang pernah mengantar kami, saya dan pak Pramukantoro, mengambil data dewan pendidikan ke Waikabubak dulu. Dengan penampilan yang sama. Kaus putih, kalung salib, dan gelang monel besar melingkari tangannya.

Setelah bagasi keluar dan berada di tangan kami masing-masing, pak Wasis mengambil tempat tepat di depan pintu keluar. Setiap peserta yang keluar diminta boarding pass-nya. Tidak boleh kelewatan, atau kami akan kesulitan meng-spj-kan transpor mereka.

Bu Lusia ternyata dengan pak Dominggus, driver dinas PPO yang juga menjemput kami ketika pertama kali datang ke Waingapu dulu. Dan, seperti juga yang lalu, kami mampir di rumah makan Mr Cafe. Perut lapar kami membuat kami mampu melahap sup buntut sampai nyaris habis tandas.

Kami diantar ke hotel Merlin. Hotel yang cukup terkenal (tidak berarti paling bagus) di Sumba Timur. Dibanding dengan hotel Alvin tempat kami dulu menginap, hotel Merlin memang lebih ramai. Di depannya ada tanah lapang, yang setiap sore orang duduk-duduk bersantai sambil makan jagung bakar dan aneka jajanan yang lain. Di seberang kanannya, ada pasar tradisional yang menjual berbagai macam
kebutuhan, bahan kering, bahan basah, kain-kain khas Sumba, dan juga souveneer yang lain.

Ketika mengantar kami masuk kamar, seseorang menyapa bu Lusia. 'Mama, kenapa mama antar sendiri tamu ke hotel?'. Jawab bu Lusia: 'Ya, karena ketika saya ke Surabaya, bu Prof juga antar saya ke hotel.' O o....saya baru menyadari, sebulan yang lalu, ketika tiba di bandara Waingapu, saya hanya dijemput driver, tanpa siapa-siapa. Tapi ketika bu Lusia ke Surabaya, saya dan bu Asri, bendahara SM-3T, menjemput bu Lusia dari bandara, menemaninya makan malam, dan mengantarnya sampai ke lobi hotel. Tentu saja dengan diantar driver dan mobil kampus. Hal itu ternyata menjadi catatan khusus baginya, sehingga sore ini beliau merasa harus menjemput sendiri kami dari bandara.

Kami rasan-rasan dengan pak Wasis dan bu Luci: ya....beliau pejabat, layak kita jemput. Lha kita ini? ....dijemput driver pun sudah bagus.....

Rabu, 7 Desember 2011
Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...