Akhir bulan ini insyaallah akan terbit buku saya, buku yang saya tulis sebagai hadiah pernikahan emas untuk bapak dan ibu. Inilah pengantar untuk buku sederhana itu.
'Catatan Perjalanan
Jejak-jejak Penuh Kesan'
Buku ini saya tulis nyaris tanpa persiapan. Sebagai sebuah buku yang ingin saya hadiahkan kepada Bapak dan Ibu pada peringatan 50 tahun pernikahan beliau, saya tidak menulisnya secara khusus. Suatu hari, saya masih ingat tanggalnya, di suatu sore pada 19 September 2012, tiba-tiba saja keinginan itu muncul. Keinginan untuk memberikan sesuatu kepada Bapak dan Ibu untuk menandai peringatan pernikahan emas beliau.
Spontan, saya mengutarakan keinginan itu pada mas Rohman, sahabat saya. Kenapa pada dia? Ya, karena selama ini, mas Rohman merupakan salah satu kawan yang gigih mendorong saya untuk membuat blog, dan menyediakan diri untuk 'ngopeni' blog saya. Tidak hanya itu. Mas Rohman juga yang membantu saya membuat buku tentang Makanan Khas Jawa Timur, mulai dari konsep awal sampai jadi. Dia yang alumni Pendidikan Bahasa Indonesia IKIP Surabaya itu, dan sudah bertahun-tahun menjadi redaksi sebuah tabloid kuliner, tentu saja punya segudang pengalaman, sehingga tanpa saya minta dia menjadi penyunting, fotografer, dan bahkan mengurus layout buku dan lain-lainnya.
Saya sendiri sebenarnya telah memiliki blog sejak tahun 2007, namun blog itu tidak 'kopen'. Alhasil, saya hanya sempat mengunggah beberapa tulisan saya pada saat awal-awal saja. Seterusnya, bahkan password pun saya lupa.
Cerita dulu tentang blog. Suatu ketika, saya mengirimkan tulisan ke milis keluarga unesa, sebuah mailing-list yang anggotanya adalah siapa pun keluarga Unesa/IKIP Surabaya, bisa dosen, mahasiswa, karyawan, dan alumni. Sebuah tulisan tentang Rizki Sugiarto, seorang sarjana pendidikan peserta SM-3T yang ditugaskan di daerah sangat terpencil, di pelosok Sumba Timur. Tulisan itu, menurut banyak teman, sangat menyentuh (tulisan tersebut ada di dalam buku ini juga). Maka teman-teman yang awalnya memang sudah mendorong saya untuk mengumpulkan tulisan-tulisan saya yang berceceran di milis tersebut, semakin kuat dorongannya. Salah satunya adalah mbak Sirikit Syah, dialah penulis, mantan wartawan, dosen, dan perempuan dengan seabreg prestasi itu. Dia bahkan menyediakan dirinya untuk menjadi penyunting bagi tulisan-tulisan saya jika dibukukan. Juga sahabat saya yang lain, mas Satria Darma, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Pusat, yang juga sering 'merongrong' saya supaya saya membukukan tulisan-tulisan saya. Satu lagi sahabat saya yang akhirnya 'sukses' memaksa saya, adalah mas Mohammad Ihsan, sekjen IGI. Dengan jurusnya yang ampuh, maka berhasillah dia 'merayu' saya. Sms-nya masih saya simpan sampai saat ini. Bunyinya begini: 'Mbak Ella, tulisan sampeyan sangat luar biasa. Sayang kalau tidak dihimpun. Bagaimana kalau saya siapkan domain khusus untuk sampeyan? Tidak bayar. Boloan wae.....'.
Maka muncullah domain dengan nama www.luthfiyah.com. Mas Ihsan menghadiahkan domain itu untuk saya, dan mas Rohman yang 'ngopeni'. Dengan setia mas Rohman mengunggah tulisan-tulisan saya yang saya post di milis, atau yang langsung saya kirim ke dia via email. Tak ada serupiah pun yang saya keluarkan untuk itu, karena mas Rohman tidak berkenan menerima. Bahkan ketika saya katakan, saya 'nitip duit es' untuk anak-anak yang diminta membantunya, dia bilang, anak-anak tidak ada yang minum es. He he... Saya benar-benar terharu dengan persahatan kami yang sederhana tapi sangat berarti ini.
Maka website itu pun jadi lumayan hidup, tidak seperti blog saya yang mati suri dan tidak bangun-bangun. Meski saya tidak terlalu rajin menulis (bukan karena sibuk, semata-mata karena saya tidak terlalu rajin menulis). Mas Rohman secara konsisten mengunggah tulisan saya yang tidak banyak itu, memberi gambar-gambar dan foto-foto, membuat website tersebut cukup menarik banyak orang untuk membaca. Beberapa teman sudah memberikan apresiasinya untuk tulisan-tulisan di web tersebut.
Lantas suatu hari, entah ketika sedang ngobrol apa, saya keceplosan bilang ke bu Kisyani, sahabat saya yang saat ini menjabat PR1 Unesa, tentang rencana pernikahan emas bapak ibu. Bu Kis bercerita tentang hadiah sebuah buku yang ditulisnya sendiri sebagai hadiah pernikahan emas bapak dan ibunya. Beliau bahkan mengirimkannya ke saya contoh buku itu, dengan catatan, contoh buku itu harus saya kembalikan, karena itu tinggal satu-satunya. Buku itu sangat manis, baik isi maupun penampilannya. Tapi saya merasa 'menyerah', merasa tidak sanggup menulis buku sebagus itu. Semata-mata karena waktu. Saat-saat itu bersamaan dengan kegiatan rekrutmen peserta program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM-3T), dan saya ditugasi sebagai koordinatornya. Waktu saya begitu banyak tersita untuk persiapan dan pelaksanaan tes administrasi, tes online, tes wawancara, prakondisi, dengan semua ikutannya. Saat ini pun, adalah hari keenam masa prakondisi, dan masih seminggu lagi kegiatan ini selesai. Setiap hari kami tim panitia harus datang pagi-pagi sekali dan pulang malam, seringkali pulang larut malam, bahkan beberapa dari kami harus menginap di Kodikmar, tempat para peserta dikarantina. Selama berminggu-minggu kami tidak memiliki hari Minggu, yang ada adalah hari Senin semua. Setelah prakondisi selesai, mereka akan diberangkatkan ke empat kabupaten 3T, yaitu ke Sumba Timur, Talaud, Aceh Singkil, dan Maluku Barat Daya. Tentu saja begitu banyak persiapan yang harus kami lakukan, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
Maka saya pun memendam dalam-dalam keinginan saya untuk membuat buku khusus sebagai hadiah bapak ibu. Sampai suatu ketika di sore hari (seperti yang saya sampaikan di awal tulisan ini), tiba-tiba saya ingat saya punya website, dan di situlah terhimpun tulisan-tulisan saya. Tulisan-tulisan yang berisi laporan perjalanan ketika saya dalam tugas atau ketika bersama keluarga dan teman-teman, juga catatan-catan kecil semacam buku harian, juga pikiran-pikiran saya tentang berbagai hal, khususnya dalam bidang pendidikan.
Ketika saya kemukakan kepada mas Rohman keinginan saya untuk membuat buku yang ingin saya hadiahkan kepada bapak ibu di ulang tahun pernikahan emas beliau itu, jawaban mas Rohman membesarkan hati saya. 'Bisa, bu, kenapa tidak? Tentu saja kita pilih tulisan-tulisan yang bernuansa keluarga, juga tulisan-tulisan lain yang bernuansa humanis...'
Dan jadilah buku ini. Sebuah buku yang amat sederhana. Dari tulisan-tulisan yang juga sederhana. Dari keinginan hati yang sederhana. Sekedar sebagai tanda bahwa saya sekeluarga selalu mengingat bapak dan ibu. Dengan segala kelebihan dan kekurangan bapak ibu. Dengan segala keterbatasan kami. Dengan segala kenaifan kami. Dengan segala keikhlasan kami.
Teriring cinta yang tulus, jiwa yang penuh kasih, hati yang selalu bersyukur, buku sederhana ini kami persembahkan kepada Bapak Ibu. Berharap engkau berdua senantiasa berbahagia dalam mengarungi sisa hidup. Tetap teguh dalam ikatan kasih yang terjalin kuat dan tak lekang oleh waktu. Tegar senantiasa meniti hari-harimu dengan penuh rasa syukur yang tak pernah putus sedetik pun. Juga dengan sepenuh doa restumu yang terus mengiringi langkah-langkah kecil kami.
Karena engkau, kami ada. Karena engkau, kami memiliki arti. Dan karena engkau, kami 'menjadi'.
Selamat ulang tahun, Bapak Ibu......
Ridho Allah SWT selalu menyertaimu....
Kami yang mencintai,
Luthfiyah Baskoro Adjie dan Keluarga
0 komentar
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...