Pages

Selasa, 17 September 2013

Mamberamo (6): Mengarungi Samudra Pasifik

Sungai Memberamo dari pantauan udara.
Pukul 04.00. Hotel sudah menggeliat. Semua pintu yang penghuninya peserta SM-3T diketuk-ketuk, lebih tepatnya, digedor-gedor. Pasti salah satu dari pendamping, pak Julianto atau mas Rukin. Sepagi ini, semuanya harus sudah bangun, berkemas, dan bergerak ke arah pantai. Ke tempat tiga speedboat telah menunggu. 

Pukul 04.15 WITA. Kami sudah di pantai, bahu-membahu memasukkan semua barang ke speedboat. Barang-barang itu, bagasi kami, semalam disimpan di rumah singgah. Rumah singgah, hanya berupa bangunan yang sangat sederhana, berukuran sekitar 4-10 meter, persegi panjang. Tanpa sekat. Kamar mandi ada di bagian samping depan, terpisah dengan bangunan itu. Juga sangat sederhana.

Pukul 06.00 WITA. Kami berdoa bersama. Memohon perlindungan dan keselamatan dari Allah SWT. Jaelani, sarjana pendidikan Matematika, alumi UNP Kediri, memimpin doa. 

Semua barang dan orang sudah masuk ke tiga speedboat. Speedboat paling kecil, berisi lima peserta dan dua awak. Sebagian bahan bakar cadangan ada di situ. Speedboat kedua, sedikit lebih besar, memuat hampir semua bagasi kami, ditambah delapan peserta dan dua awak. Speedboat terbesar, yang memiliki atap dan tempat duduk, berisi tiga belas orang plus dua awak. Saya, mas Rukin, pak Kadis, dan dua orang kru JTV, ada di speedboat ini.

Cuaca pagi cukup cerah. Matahari bersinar hangat. Menemani speedboat-speedboat kami membelah Samudra Pasifik. Terayun-ayun di atas hamparan laut yang luas tak berbatas. Air membuncah-buncah di kiri-kanan speedboat. Membekaskan jejak panjang buih-buih putih di belakangnya. Langit yang putih dengan sedikit mega menaungi perjalanan.

Seiring dengan merangkaknya matahari yang semakin meninggi, dentuman speedboat semakin keras dan sering. Seorang peserta, Agung Subekti, telah overload, istilah mas Rukin untuk menyebut mabuk laut. Anak muda yang sejak beberapa jam yang lalu sudah nampak tidak sehat dan mukanya terus berkeringat itu, muntah-muntah. Bongkar muatan. Ya, kondisi speedboat yang menghentak-hentak, ditambah dengan kondisi fisik yang lelah dan mungkin juga stres, menyebabkan siapa pun yang tidak terbiasa melakukan perjalanan berat seperti ini bisa mabuk kepayang.

Dalam speedboat yang terus melaju, anak-anak tertidur. Tubuh dan kepala mereka, bergoyang-goyang, terantuk-antuk. Ada yang diam tak bergerak, pulas, nyenyak sekali. Padahal hempasan speedboat yang menghentak-hentak laut terasa cukup keras. Hentakan itu, berpadu dengan suara mesin, dan deburan air laut di kanan kiri speedboat, serta semilir angin, seperti alunan musik syahdu yang meninabobokan mereka.

Saya memandangi wajah-wajah pulas mereka satu per satu. Wajah-wajah itu begitu lelah. Setelah selama dua belas hari mereka mengikuti prakondisi di Kodikmar, tanpa jeda hari, mereka langsung diberangkatkan. Perjalanan panjang dari Surabaya ke Jayapura, lanjut Jayapura-Sarmi, dan ketidakpastian keberangkatan ke Mamberamo Raya selama dua hari, telah membuat tubuh mereka kelelahan. Bayangkan, sejak berangkat pada dini hari empat hari yang lalu, kami belum juga sampai di tempat tujuan. Namun begitu, semangat mereka tidak surut. 

Perjalanan membelah Samudra Pasifik ini akan memakan waktu dua hingga tiga jam untuk mencapai muara Sungai Mamberamo. Sementara menunggu sampai mencapai muara, yang bisa kami lakukan adalah tidur, makan cemilan, dan merenung. 

Saya sendiri sedang berfikir, sebenarnya demi apa saya melakukan perjalanan sejauh ini. Dengan kondisi medan berat yang penuh risiko. Saya masih ingat, ketika berunding dengan tim SM-3T di Kodikmar, membagi tugas pendampingan untuk para peserta, saya tidak memasang nama saya di mana-mana. Tidak di Sumba Timur, Talaud, Aceh Singkil, Maluku Barat Daya, atau Mamberamo Tengah dan Mamberamo Raya.

Mamberamo Raya, awalnya merupakan kabupaten yang paling sulit bagi saya untuk mendapatkan kontaknya. Sampai pada batas akhir kami harus mendapatkan kepastian tentang kabupaten tempat penugasan, saya tidak berhasil menghubungi contact person. Saat itu juga, waktu rapat koordinasi di Jakarta, Mamberamo Raya saya coret dari daftar tempat penugasan karena kepala dinas tidak hadir dan tidak bisa dihubungi. 

Saya bahkan sudah memindahkan peserta yang awalnya akan kami tugaskan ke Mamberamo Raya, ke Kabupaten Nduga. Saya langsung berkoordinasi dengan staf dinas dikpora Nduga yang waktu itu hadir pada rapat koordinasi. Rute perjalanan sudah saya dapatkan. Bahkan jadwal untuk kehadiran pejabat kabupaten dalam kegiatan prakondisi sudah kami sepakati.

Sampai tiba-tiba hari itu, sehari sebelum prakondisi, saya menerima sms dari Dikti bahwa plotting peserta SM-3T tiap LPTK harus dikembalikan sesuai rencana. Artinya, Nduga harus saya lepaskan dan kembali ke Mamberamo Raya. Saya juga dikirimi nomor HP orang UP4B supaya saya bisa mendapatkan contact person Mamberamo Raya.

Prakondisi sudah dua hari berjalan, dan saya baru berhasil kontak dengan bapak Obed Barenz, yang belakangan saya tahu, beliau adalah sekretaris daerah Kabupaten Mamberamo Raya. Beliaulah yang mengupayakan supaya saya bisa kontak dengan kepala dinas dikpora, bapak Isak Torobi. Begitu berhasil kontak, saya lega. Dari pembicaraan di telepon, nampak jelas, pak Isak, kadis itu, sangat berharap program ini bisa menyentuh Mamberamo Raya. Tinggal menyepakati hal-hal lain yang bersifat teknis.

Namun bahkan sampai kehadiran pak kadis di kegiatan prakondisi di kodikmar, plotting penempatan peserta SM-3T belum saya dapatkan. Anak-anak belum bisa dipastikan di mana mereka nanti akan ditugaskan, apakah di PAUD, SD, SMP atau SMA. Ini menyangkut kesiapan mereka akan buku-buku yang harus mereka bawa. Saya menenangkan mereka, supaya bawa saja buku-buku sekedarnya, dan di sana nanti bisa saling tukar sesuai dengan tempat tugasnya.

Pak Kadis menyatakan, plotting tugas baru bisa dibuat setelah beliau sampai di Mamberamo Raya. Setelah lapor bupati. Setelah bertemu sekretaris dinas dan staf. Ya, hanya untuk urusan plotting, kami harus menunggu selama itu. Artinya, plotting itu baru bisa kami dapatkan saat para peserta sudah tiba di Mamberamo Raya. Ya, karena sejak hadir di prakondisi peserta tempo hari, pak Kadis bahkan belum pulang kembali ke Mamberamo Raya. 

Akhirnya saya putuskan, saya berangkat ke Mamberamo Raya. Ada perasaan waswas, memang, setelah mendengar penuturan kepala dinas dan melihat rekaman di youtube tentang rute ke Mamberamo Raya. Tapi saya meyakinkan diri, saya harus berangkat. Saya ingin berbagai hal yang belum jelas tentang Mamberamo Raya bisa lebih jelas. 

Perjalanan saya ke berbagai daerah 3T, dengan menempuh medan berat penuh risiko, jauh dari rasa keinginan untuk menaklukkan alam. Jauh. Pada dasarnya saya sedang menaklukkan rasa takut yang ada dalam diri saya sendiri. Allah memberi kesempatan pada saya untuk melihat dunia yang luas ini, mempelajari keragamannya, mencintai keindahannya, mengagumi budayanya, dan menebarkan hal-hal baik bernama persaudaraan dan semangat berbagi. Anak-anak kami, para guru SM-3T itu, adalah anak-anak muda yang tengah belajar untuk peduli dan membangun ke-Indonesiaannya. Saya hanya ingin mereka yakin, tidak perlu ada keraguan untuk melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat, tidak perlu ada ketakutan untuk berbagi dan menebarkan kemuliaan di tanah mana pun di negeri ini, meskipun demi itu semua, perjalanan panjang dan medan berat penuh risiko harus ditempuh.

****


Pukul 08.30 WITA, saat speedboat kami berhenti di tengah laut. Ya, ini sudah yang ketiga kali speedboat sengaja diberhentikan, untuk menunggu dua speedboat yang lain. Speedboat kami lajunya jauh lebih cepat dibanding dua speedboat kecil yang lain, sehingga beberapa kali kami harus berhenti untuk menunggu mereka, lantas bersama-sama melanjutkan perjalanan lagi.

Saat ini, muara sungai Mamberamo sudah dekat. Air laut sudah berubah warna, dan agak keruh. Rumah-rumah penduduk sudah nampak dari kejauhan. Muara itu, meski nampak tenang, namun arus di bawah sangat kuat. Jadi speedboat musti ekstra hati-hati untuk melewatinya.

Akhirnya, Samudra Pasifik kami tinggalkan. Rasa lega luar biasa memenuhi hati saya. Ya, meski perjalanan menyusuri Sungai Mamberamo justeru lebih lama, namun setidaknya, satu etape yang bagi saya cukup mendebarkan sekaligus mengasyikkan itu telah terlewati.

Saatnya mengendorkan otot-otot dan urat syaraf di rumah Singgah yang sudah menunggu....

Waremboi, Mamberamo Hilir, 17 September 2013

Wassalam,
LN

1 komentar

YuPi FourBi 3 Juni 2014 pukul 20.15

Bisa bagi nomor HP Pak Isak Torobi, Kadis Pendidikan Mamberamo Raya ke email uppppb(at)gmail(dot)com? Terima kasih.

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...