Pages

Minggu, 29 September 2013

Tentang Toilet Dan Standar Kebersihan

Sewaktu saya lulus dari S2 pada akhir tahun 1995 dulu, awal 1996 saya ditugasi untuk menjadi sekretaris Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT) IKIP Surabaya (waktu itu belum berubah menjadi Unesa). Berlangsung selama satu periode (4 tahun), dan kemudian pada tahun 2000, saya ditugasi sebagai Kepala PKMT Unesa. Saat itu saya sempat merangkap jabatan sebagai sekretaris jurusan PKK. Saya berhenti tidak menjabat saat tahun 2003, karena saya mengambil program S3. Sepulang dari S3 pada akhir 2007, saya diamanahi untuk menjadi sekretaris Pusat Jaminan Mutu (PJM) Unesa. Sampai 2012, tiga amanah sempat saya emban secara berbarengan, karena selain sebagai sekretaris PJM, saya juga sebagai Kepala Program Studi S2 Pendidikan Teknologi Kejuruan (PTK) dan sebagai Ketua PPG Unesa. 

Begitu memasuki tahun 2013, saya hanya ditugasi untuk mengurus PPG, yang waktu itu sudah harus menempati gedung PPPG, di Kampus Lidah Wetan. Gedung berlantai sembilan, dengan kondisi yang luar biasa amburadul. Belum siap dihuni. Di mana-mana bekakas pating blesah. Debu menjadi aroma yang mendominasi. Perabot belum mapan pada tempat yang seharusnya. Hanya saya, bu Yanti dan pak Sulaiman. Staf belum ada, maka pasukan bodrek pun akhirnya mesti kami himpun sendiri. 

Dalam posisi apa pun, menjabat atau tidak, standar kebersihan menjadi prioritas bagi saya, tentu saja di samping prioritas yang lain terkait dengan tupoksi saya. Front office menjadi tolok ukur pertama. Karena orang harus jatuh cinta pada pandangan pertama. Setelah itu, ruang kerja adalah prioritas yang utama, karena orang yang kerja di situ harus merasa nyaman dan betah. Kemudian, ruang kelas, ruang baca, koridor, hall, menjadi prioritas pertama, karena itu semua adalah pusat layanan pada mahasiswa dan dosen pengajar. Proritas pertama yang lain adalah urusan makan, karena di PPG ini jauh dari mana-mana, maka makan siang, meski dengan menu sederhana, musti disediakan, supaya pimpinan, staf, dan dosen, konsentrasi pada tugas dan tidak perlu dirisaukan dengan urusan makan siang. 

Bagaimana dengan toilet? Dari semua yang prioritas itu, maka toilet adalah urusan yang sangat amat prioritas sekali.

Di PPPG, ada 20 orang tenaga cleaning service yang kami openi. Setiap lantai harus ada dua orang. Selebihnya mengurus taman, baik di dalam gedung maupun di halaman. Sehari mereka minimal bekerja tiga kali, pagi, siang, dan sore. Kalau ada kegiatan insidental yang melibatkan banyak orang, seperti yang sekarang digunakan untuk PLPG dan KKT, maka petugas cleaning service harus sepanjang hari berjaga selama kegiatan berlangsung. Entah gimana ngaturnya mereka, yang jelas, sepanjang hari itu toilet harus dipastikan dalam keadaan bersih. 

Saya sering sengaja masuk ke toilet di luar ruangan saya, hanya untuk memastikan, toilet terjaga kebersihannya. Kalau ada tisu kotor ketinggalan di dalam toilet, atau closet yang tidak bersih, saya akan segera tahu. Petugas cleaning service-pun harus terpaksa menjaga terus kebersihannya.

Ya, semuanya harus bersih. Lantai, jendela, kaca-kaca, meja-meja, tangga, semuanya....terutama....toilet. 
Dan tahukah Anda? Minggu yang lalu, saat saya pulang dari Papua, bu Suryanti, Pembantu Direktur 2 PPG, mengabari, ada tagihan sebesar Rp. 400.000.000,- untuk membayar cleaning service. Untuk layanan setahun ini (2013). Glek. Duit dari mana lagi?

Maka Jumat yang lalu, kami, direktur PPPG, PD 1, PD 2, kabag keuangan dan staf, kabag perlengkapan, rapat di ruang PR 2, atas undangan PR 2. Agendanya adalah untuk membahas pengelolaan PPPG, supaya PPPG bisa menghidupi diri sendiri dan menjadi income generating unit bagi Unesa. Termasuk mengatasi tingginya dana kebersihan dan perawatan.

Pucuk dicinta ulam tiba. Kesempatan dipanggil untuk diajak rapat seperti ini, sudah saya tunggu sejak lama. Selama ini, sejak saya ditugasi untuk ngurusi PPPG, saya hanya lapor saja untuk berbagai persoalan, baik fisik maupun nonfisik. Laporan dalam bentuk lesan, sms, surat, semua sudah. Dikirim ke rektor, ditembuskan ke PR 2, ke kabag perlengkapan, dan ke UPT ULP. Semua yang bisa kami atasi, kami atasi langsung. Plavon jebol, saluran air bocor, lantai retak, lift ngadat, wifi, telepon, dan banyak sekali urusan lain, sepanjang kami bisa, kami atasi sendiri, dan kami tinggal laporkan kepada pimpinan.

Belum lagi urusan asrama untuk menampung mahasiswa PPG. Bo abboohh... Tak terbayangkan oleh saya sebelumnya, saya dan tim akan menangani begitu banyak warisan ketidakberesan. Tahu nggak yang namanya Asrama PGSD? Ampuuuuun. Saya melihatnya bukan seperti asrama. Dengan penampungan TKW aja mungkin lebih baik (waks....maaf, kalau yang ini berlebihan kayaknya). 

Baru memasuki halamannya saja, bau selokan sudah naudzubillah, tanda saluran tidak beres. Masuk ke lantai satu dan dua, ke kamar-kamar, walahhh.... Saya gedek-gedek tok, tak bisa komentar. Kasur-kasur mblegadus, sofa koyak dan jebol, bed pada sengkleh, tembok berwarna-warni mangkak di sana-sini. 

Belum lagi toiletnya. Saya tak habis pikir. Lihat toilet seperti itu kok yo tegaaa gitu. Ya mahasiswanya, ya pengelolanya (maaf, mudah-mudahan tidak menyinggung siapa pun). Toilet yang kotor, pintu banyak yang semplah, bau... Dan halaman di sekitar toilet, rumput-rumput tumbuh sak karepe dewe, tanaman tak terurus, ada tempat yang seharusnya menjadi tempat mahasiswa belajar, malah jadi gudang, penuh dengan tumpukan kayu-kayu dan jemuran-jemuran. Bo abboohh....

Padahal, di PPG SM-3T ini, mahasiswanya dari seluruh Indonesia, tidak hanya dari Unesa tok. Dari UNG, Unima, UNP, Undiksha, UM, UNY, dll.  Mereka ditampung di asrama, karena memang judulnya adalah PPG berasrama-berbeasiswa. 

Dengan kondisi asrama yang seperti itu? Mati awak.... Ini urusan pencitraan... Tidak main-main.... Citra Unesa dipertaruhkan di sini, di asrama ini, juga di gedung PPPG ini.

Maka setelah hitung sana hitung sini, dengan menerapkan sistem pengelolaan keuangan biaya pendidikan sesuai dengan aturan Unesa, serta fleksibilitas penggunaan dana kehidupan berasrama, kami bekerja cepat. Pengadaan untuk bed, kasur, ngecat tembok, rehab toilet, benahi saluran, dan buwanyak lagi... 

Maka saat rapat, ketika bapak PR 2 menanyakan seperti apa kami mengelola PPG dan asrama, beliau malah mengucapkan terima kasih, karena pimpinan telah diringankan pekerjaannya. Tahukah, berapa dana yang sudah kami keluarkan untuk asrama dan perbaikan fisik gedung PPPG (ya, gedung yang masih baru itu, ternyata plavonnya banyak yang jebol, toiletnya banyak yang salurannya tidak beres, lantainya banyak yang mengkap, dan lift-nya ngadat melulu). Lebih dari Rp. 800.000.000,- belum yang ngrentil kecil-kecil... Bisa-bisa tembus 1M....

Maka, biaya cleaning service yang Rp. 400.000.000,- itu pun akhirnya ditangani oleh PR 2, karena setelah dihitung-hitung, pemasukan PPPG ke Unesa dari pemotongan biaya pendidikan, sudah lebih dari cukup untuk membayar cleaning service. Ya, baru nanti di tahun-tahun yang akan datang, biaya itu akan ditangani oleh PPPG sendiri, setelah persoalan-persoalan yang prioritas seperti tahun pertama ini, sudah teratasi semua.

Begitulah saudara-saudara. Ngopeni cleaning service, dengan tuntutan standar kebersihan yang sesuai dengan keinginan kita, ternyata tidak murah. Kalau cuma asal ada petugas saja sih gampang. Tapi ya itu, pagi dibersihkan, nanti sore lagi. Sepanjang hari, kita yang musti jaga kebersihan itu.

Ya, kita. 

Di industri, kita mengenal ada prinsip 5R. Singkatan dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. Itu konsep aslinya dari Jepang, 5S: Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke. 

Singkatnya, Seiri adalah pengorganisasian. Terorganisir berarti menjaga barang yang diperlukan serta memisahkan barang yang tidak diperlukan dalam pekerjaan. Seiton adalah kerapian. Kerapian menentukan secepat apa kita meletakkan barang dan mendapatkannya kembali pada saat diperlukan. Seiso berarti resik. Kebersihan harus dilaksanakan dan dibiasakan oleh setiap orang, dari pimpinan sampai staf terendah. Seiketsu adalah standar. Kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan 3S yang pertama harus distandarisasi. S yang terakhir adalah Shitsuke, yang diartikan sebagai disiplin. Dimaksudkan untuk menerapkan kemampuan melakukan sesuatu dengan yang seharusnya. Kebiasaan buruk dapat dihilangkan dengan mengajari staf mengenai apa yang seharusnya dilakukan, dan membiasakan mereka untuk melakukan hal-hal baik.

Kalau disingkat, 5S bermuara pada: 1) ringkas biaya/cost, 2) rapi proses dan delivery-nya, 3) resik dalam hal kualitas dan keamanannya, 4) terawat sistem dan standarnya, serta 5) rajin budaya dan sikapnya.

Namun, tentu saja,  pelaksanaan 5S tanpa disertai komitmen dapat menyebabkan 5S tidak efektif, mungkin hanya bertahan beberapa hari atau minggu, atau bulan saja, kemudian lingkungan kerja kembali pada kondisi seperti sebelumnya.

Maka, apa yang terpenting untuk menjaga kebersihan? Nomor satu, komitmen. Nomor dua, komitmen. Nomor tiga, komitmen.

Komitmen siapa? Komitmen kita semua.

Catatan: kalau teman-teman masih menemukan toilet yang kotor dan tidak layak di Gedung PPPG, langsung beri tahu saya ya? Hitung-hitung, ikut membantu menjaga kebersihan. Itu kan tanggung jawab kita semua. Komitmen bersama. Oke? Oke?


Surabaya, 29 September 2013

Wassalam,
LN

1 komentar

Anonim

tulisan yang mengejutkan dan berisi tujuan yang disukai semua orang 'bersih' ^_^

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...