Pages

Kamis, 06 Juni 2013

Mbak Marni Mantu

Mbak Marni adalah teman SMP saya. Anaknya tiga. Seperti ibunya, anak pertamanya, perempuan, juga lulusan Unesa. Nah, anak perempuannya itulah yang saat ini sedang dimantu.

Kami bertiga, saya, mas Ayik dan Arga, berangkat dari Surabaya menuju Tuban kemarin sore selepas maghrib. Mas Ayik dan saya mengendarai Espass, mobil yang akan kami hadiahkan untuk ibu Tuban. Mobil keluaran tahun 2006 berwarna hitam itu masih sangat mulus. Kilometernya baru 55 ribu meski mobil sudah beroperasi selama tujuh tahunan. Beberapa bagian bahkan masih belum dilepas plastiknya. Mulus. Mesinnya juga. Meski mungkin ada yang perlu distel-stel, begitu kata Mas Ayik. Mobil yang cukup lumayan untuk membawa Ibu ke tempat-tempat pengajian dan ke tempat saudara-saudara. Ibu hobi silaturahim dan ngaji, dan mobil tua yang selama ini mengantar beliau ke mana-mana itu sudah waktunya dicarikan teman. Meski temannya tidak terlalu muda, tapi lumayanlah...hehe.

Oya, Arga mengendarai mobil kecil kami, sendirian. Meski sendirian, di mobilnya sudah saya siapkan cukup bekal. Minuman dan kletikan. Tapi Arga biasanya cukup puas dengan mendengarkan lagu-lagu kesayangannya. Menemani dia melek sepanjang perjalanan.

Pagi tadi selepas shubuh, seperti biasa, saya dan mas Ayik berburu nasi uduk. Belasan nasi uduk bungkus kami bawa pulang untuk sarapan. Tapi tidak sebanyak biasanya. Banyak yang puasa hari ini, puasa Sya'ban. Hampir semua orang dewasa di tiga rumah dalam kompleks rumah keluarga besar kami sedang berpuasa. Kecuali orang dewasa perempuan yang lagi ada udzur atau lelaki dewasa yang sedang M. 
Maksudnya....mmmmMales... Hehe.

Setelah sarapan, kami dan ibu beserta beberapa keponakan pergi ke saudara yang seminggu lalu baru saja 'kesripahan'. Sekalian 'nganyari' mobil lawas. Ibu sangat 'marem' dengan mobil barunya itu.

Saudara kami itu memiliki empat anak, masih kecil-kecil. Beberapa tahun yang lalu ibunya anak-anak itu meninggal. Seminggu yang lalu, ayah mereka yang meninggal. Empat orang anak yatim piatu itu membuat hati kami trenyuh pagi ini. Wajah-wajah polosnya membuat kami larut dalam kedukaan. Benar-benar yatim piatu. Keempatnya belum ada yang berusia baligh. Betapa luar biasa ganjaran Allah yang musti diterima oleh keluarga ini. Menguji kesabaran dengan ganjaran demi ganjaran. Sekaligus membuka pintu-pintu surga dari segala penjuru bagi siapa pun yang berkenan menyantuni anak-anak itu. Demi meraih ridho-Nya. 

Kembali ke mantunya Mbak Marni. Resepsi dilaksanakan di Gedung KSPKP (saya lupa kepanjangannya, panjang sekali sih). Kami datang sekitar pukul 11.20. Sejak di bagian penerima tamu, sudah ada yang menyapa saya, termasuk perempuan-perempuan cantik yang menunggu buku tamu dan suvenir. Ternyata saya cukup populer di sini....wakak...

Kami langsung menuju panggung pelaminan, menyalami Mbak Marni dan pendampingnya. Pendamping Mbak Marni adalah anak keduanya, si jangkung yang tampan. Suami Mbak Marni sudah berpulang beberapa tahun yang lalu, jadilah si sulung sebagai pengganti bapaknya. 

Saya dan Mbak Marni berpelukan, haru. Kami memang sangat dekat. Bersahabat sejak lama. Setiap kali kami pulang kampung, Mbak Marni selalu menghadiahi kami legen asli. Kadang-kadang pisang dan belimbing hasil kebunnya sendiri. Mbak Marni juga beberapa kali main ke rumah kami di Surabaya, seingat saya waktu kami mau berangkat dan pulang haji, juga pada kesempatan yang lain. Saking dekatnya, anak-anaknya sudah sangat mengenal kami. Maka saya pun memeluk putri tunggalnya yang lagi dimantu itu, menjabat erat tangan lelaki muda di sisinya yang ngganteng dan santun, dengan penuh haru dan bahagia.

Begitu kami turun, seorang ibu yang kelihatannya sudah sangat mengenal saya, menyambut kami dan menyilakan kami di sisi yang nampaknya sudah disiapkan khusus untuk para keluarga dan sahabat. Meja-meja prasmanan dengan meja kursi makan yang sudah diatur melingkar. Cocok untuk menikmati hidangan sambil mengobrol dengan kawan-kawan lama.

Tak pelak. Reuni dadakan pun terjadilah. Ada puluhan teman SMP beserta keluarganya yang akhirnya 'ngumpul' di sudut itu. Senangnya bertemu mereka. Kami pun seperti jadi pusat perhatian kedua setelah pengantin. Berkali-kali tukang foto dan tukang video mengarahkan sorotnya ke kami yang lagi ramai. Rupanya Mbak Marni memang meminta para awak dokumentasi itu untuk merekam kami sesering mungkin (haha, ge er). Arga pun juga mengabadikan hampir setiap momen kebersamaan kami.

Lebih dari satu jam kami ada di tempat itu. Beberapa kali saya nyeletuk, 'eh, nggak buyar tah?'. Teman-teman tertawa saja. Sampai akhirnya salah satu dari mereka bilang, 'lek sampeyan pamit, ngko kabeh lak buyar...' Haha, rupanya saya jadi tamu kehormatan siang ini. Dan benar. Begitu saya berdiri dan bilang, 'ayo buyar, rek, wis awan', mereka berdiri. 

Kami tidak langsung menuju pintu keluar. Tapi menuju pelaminan lagi, bermaksud pamit ke Mbak Marni, dan tentu saja, foto bersama. Ramailah kami di panggung penganten. Pengantennya sampai seolah tersisih. Mbak Marni nampak bahagia sekali. Awak dokumentasi sibuk mengabadikan kami. 

Ada banyak tawaran untuk singgah di rumah kawan-kawan. Selalu begitu. Kalau pulang ke Tuban, kami bisa memperoleh banyak 'properti'. Legen, belimbing Tasikmadu, pepaya, mangga, apa saja sesuai musimnya. Minimal makan gratis lontong tahu yang sedap, garang asem, mangut pe,  atau cumi, rajungan dan konco-konconya.

Tapi kami tidak punya waktu banyak. Siang ini juga kami harus segera meluncur kembali ke Surabaya. Sore dan malam ini saya harus packing. 

Besok pagi berangkat ke Sumba.

Selura, I'm coming.....

Tuban, 6 Juni 2013

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...