Pages

Senin, 10 Juni 2013

Sumba Timur (6): Sebuah Wilayah Perbatasan

Pagi ini, selepas shubuh, saya, Lukman dan Sigit jalan-jalan ke pantai. Zia membantu pak Rahman mengambil air tawar untuk mengisi kamar mandi mess yang saya tempati. Sedangkan Tamam dan Irfan menyiapkan makan pagi.

Kami kembali menikmati eksotisme laut dan pantai Salura. Menikmati puluhan perahu yang semalam lampu-lampunya bersinar indah seperti kunang-kunang berwarna-warni. Membaui aroma anyir laut yang dibawa angin yang berhembus halus mengusap wajah-wajah kami.

Heri membawa kami ke sebuah tugu di salah satu sudut di pantai itu. Dikatakan sebuah tugu, tapi sebenarnya hanya berupa bangunan semen segi empat dengan ukuran sekitar 1,5x1x1,5, yang di atasnya terpasang semacam prasasti yang terbuat dari batu marmer. 

Tugu tersebut merupakan tugu klaim tapal batas wilayah Salura dengan Australia. Bunyinya seperti ini:

'Pulau ini adalah Pulau Salura. Merupakan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan Australia'. 

Prasasti tersebut ditandatangani oleh  Bupati Sumba Timur, Drs. Gidion Mbilijora, M.Si. Dan Dody Usodo Hargo, S., S.IP, Kolonel Inf, NRP 29955. 

Di bagian lain, tidak jauh dari tugu itu, ada sebuah kantor polisi. Dari papan namanya tertulis bahwa kantor polisi ini adalah kantor Polsek Karera sub sektor perbatasan. Ada prasastinya juga.

'Dengan rahmad Tuhan Yang Mahaesa, telah diresmikan penggunaan Kantor Polisi Subsektor Perbatasan Pulau Salura pada tanggal 17 Agustus 2010 oleh Kepala Kepolisian Resort Sumba Timur, Tetra Megayanto Putra, AKBP NRP 63031119.

Di dekatnya, pada sebuah batu berbentuk segitiga, tertera 'Indonesia-Australia ±800 mil selatan. 

Sebagai wilayah perbatasan, sebagaimana wilayah perbatasan yang lain di seluruh Indonesia ini, Salura sebenarnya memerlukan lebih banyak sentuhan dari pemerintah. Tidak sekedar tugu dan prasasti-prasasti. Adanya prasasti itu tidak serta merta menjadi bukti bahwa para petinggi yang telah menandatangani itu benar-benar pernah datang ke Salura. Tidak. Tugu klaim batas wilayah itu juga tinggal memasang saja di tempat itu karena para petinggi sudah menandatanginya di tempat lain. 

Salura membutuhkan lebih dari itu. Kehadiran para petinggi untuk menengok keadaan mereka di tempat itu. Dengan sebenar-benarnya. Dengan sepenuh hati. Menyapa mereka dengan ketulusan yang murni. Meyakinkan pada mereka bahwa mereka adalah bagian dari NKRI. Bukan sekedar dengan simbol-simbol dan prasasti-prasasti.

Dalam bidang pendidikan, Salura juga masih sangat memprihatinkan. Satu-satunya sekolah adalah SD-SMP Negeri Satap Salura. SD terdiri dari 115 siswa, kelas satu sampai enam, tetapi hanya memiliki tiga kelas. Dengan kondisi kelas yang sangat menyedihkan. Kalau kita melihat proses pembelajaran di kelas, kita seperti kembali ke masa tiga atau empat puluh tahun yang silam. Lantai dan dinding-dinding kelas yang kusam, papan tulis yang sudah pudar, dengan kondisi anak-anak sekolah yang kotor, berdaki, berbaju lusuh, dan bertelanjang kaki. 

Memang anak-anak tidak perlu menempuh jarak yang sangat jauh untuk mencapai sekolahnya, sebagaimana di wilayah Sumba yang lain. Di Salura yang kecil ini, bahkan jarak terjauh pun cukup ditempuh hanya dalam waktu sekitar tiga puluh menitan. Namun sebenarnya kondisi mereka tidak kalah memprihatinkannya. Sungguh. Ada lebih banyak uluran tangan yang mereka butuhkan demi menata masa depannya. Tidak sekedar menjadi pencari cumi di laut sebagaimana yang dilakukan kebanyakan masyarakat Salura saat ini. Saya sempat tercekat saat menyadari mereka seperti kebingungan menjawab saat saya bertanya apa cita-cita mereka.

Di SD, gurunya ada 2 PNS, satu kepala sekolah dan satunya lagi adalah pak Rasyid, guru yang kemarin bersama kami dari Waingapu. Guru bantu ada tiga orang tetapi yang seorang sedang kuliah di Waingapu sehingga praktis tidak pernah mengajar. 

Jangan bicara tentang perpustakaan, laboratorium, ekstrakurikuler, dan hal-hal lain yang semuanya itu seolah jauh api dari panggang. Mungkin bagi kita yang telah terbiasa melihat pendidikan di kota dan memiliki kepedulian, akan merasa teriris melihat lemari (bukan perpustakaan) mereka yang lapuk, selapuk buku-buku yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan. Miris.

Menurut salah seorang guru, sejak SD inpres berdiri tahun 1982, kepala dinas PPO datang waktu peresmian itu. Namun setelah itu, sampai saat ini, kepala dinas tidak pernah lagi datang. Satu-satunya yang pernah datang adalah pengawas, mungkin tiga-empat kali sejak tahun 1984. Namun sejak beberapa tahun belakangan, tidak ada lagi pengawas yang datang karena pengawas itu sudah pensiun.

Sementara itu, SMP baru saja berdiri pada tahun 2011 yang lalu.  SMP ini  bahkan belum ada gurunya sama sekali, hanya kepala sekolah yang baru akan bertugas tahun ajaran baru nanti. Padahal saat ini sekolah itu sudah memiliki tiga belas siswa. Jadilah Heri dan kawan-kawan mengangkat diri mereka sendiri menjadi kepala sekolah dan berbagi tugas siapa mengajar apa. 

Hari ini kami mengunjungi SD-SMP Satap itu. Saya membawakan kamus bahasa Inggris untuk kelas 5 SD, sesuai pesanan Heri. Jadilah kami belajar Bahasa Inggris pagi itu. Seumur-umur, anak-anak itu baru kali ini melihat kamus. Kami semua turun gunung mengajari mereka bagaimana menggunakan kamus. Kami menyebutkan beberapa kosa kata, baik dalam Bahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia, dan berkeliling mengajari mereka bagaimana mencarinya di kamus dengan cepat. Rona wajah mereka seperti menemukan segenggam berlian setiap kali mereka berhasil menemukan kata-kata itu di kamus. Terasa teriris hati saya menyaksikan semua itu.

Saya memasuki semua kelas yang ada. Berdialog dengan guru-guru dan pada anak-anak itu. Membagikan coklat, biskuit, dan kue-kue yang lain. Sejumlah buku bacaan dan buku tulis saya titipkan pada Heri dan kawan-kawan untuk dibagikan pada mereka. 

Coklat, biskuit, buku-buku, sebenarnya hanyalah alasan saya saja untuk menghibur diri sendiri. Menutupi perasaan bersalah, menyadari bahwa saya belum bisa berbuat banyak untuk mereka.

Pulau Salura, Karera, Sumba Timur. 10 Juni 2013. 10.00 WITA.


Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...