Pages

Rabu, 09 April 2014

Adikku Ingin Jadi Penulis

Adikku, Mariyatul Qibthiyah, adalah alumus Pendidikan Bahasa Inggris IKIP Surabaya/Unesa. Tubuhnya kecil mungil, kulitnya bersih, pendiam tapi ramah, dan sangat halus budi pekertinya. 

Dia sekitar tiga tahun di bawah saya. Sejak menikah, dia tinggal di Bojonegoro bersama keluarganya. Saat ini, dia memiliki tiga anak. Anak pertama, perempuan, sekarang sedang menempuh pendidikan di sebuah pondok pesantren di Nganjuk, kelas 2 SMP. Anak keduanya, laki-laki, masih kelas 3 SD. Sedang yang terkecil, Aliya, perempuan, masih balita, 2 tahun.

Suaminya adalah seorang guru PNS di sebuah SMP Negeri di Bojonegoro. Juga alumnus IKIP Surabaya/Unesa, jurusan Pendidikan Sejarah. Keduanya bertemu saat sama-sama aktif di organisasi UKKI. 

Dik Utik, begitu saya memanggil adik saya itu, adalah orang yang tekun dan pintar. Pada awal-awal pernikahannya dulu, meskipun dia tidak bekerja di luar rumah, dia mengajar mengaji dan les Bahasa Inggris di rumah kontrakannya, di Bojonegoro. Namun setelah lahir anak pertamanya, dia fokus mengurus anak. Apa lagi setelah lahir anak kedua dan ketiga, waktu dan tenaganya didedikasikan sepenuhnya untuk mengurus suami dan anak-anaknya, serta mengikuti organisasi yang telah mempertemukannya dengan dik Antok, suaminya.

Beberapa waktu yang lalu, Dik Utik menyampaikan keinginannya untuk belajar menulis. Dia terinspirasi, salah satunya, dengan buku-buku yang saya tulis. Saya pun mendorongnya untuk mulai menulis. 

Tulisan pertamanya, sempat saya lemparkan ke mailing list keluarga Unesa. Ternyata responnya sangat positif. Karena dia dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, respon positif dari para suhunya, antara lain dari Pratiwi Retnaningdyah dan M. Khoiri, begitu memotivasiya. 

Saya katakan ke Dik Utik, dia harus menulis karena dia punya potensi dan kemampuan untuk itu. Allah SWT sudah memberikan kemampuan, dan kita akan berdosa kalau kita tidak memanfaatkan kemampuan itu. Selain itu, dengan menulis, kita sedang menyiapkan sesuatu yang mungkin berguna untuk anak cucu kita, bahkan untuk agama, nusa dan bangsa. Menulis juga akan membuat kita selalu mengembangkan wawasan, karena tanpa wawasan yang baik, kita tidak akan bisa menulis dengan baik. Setidaknya, dengan menulis, kita tidak menyia-nyiakan apa yang sudah kita pelajari selama ini, yaitu keterampilan berbahasa.

Saat ini, di Utik sudah mengirimkan delapan tulisannya ke saya. Tulisan tentang kisah sehari-harinya, tentang renungan-renungannya. Tulisannya, menurut saya, cukup bagus, dan penuh hikmah. Bahasanya lancar, rapi, halus, sehalus pembawaannya. 

Kadang-kadang kalau dia lama tidak mengirimkan tulisannya, saya akan menagihnya. Seperti malam ini, karena sudah sekitar tiga minggu dia tidak setor tulisan, saya menanyakannya melalui SMS. "Endi tulisanmu yg lain, Nduk? Oktober diterbitkan. Jadi agustus kudu wis rampung, utk diedit, dilayout, diurus ISBN-nya, diterbitkan Oktober." Lantas ini jawabannya: "Sepuntene mandek dangu. Sakjane wonten ide tp dereng saget ngetik. Aliya nek ono wong mbukak laptop melu2 nyedak. Trs laptope ora entuk didemek utawa ditutal-tutul. Mbuh piye maksute. Mugi2 enggal saget nulis malih. Pangestune nggih.."

Saya memang menjanjikan ke Dik Utik, akan membukukan tulisan-tulisannya. Ya, kami sedang menyiapkan sebuah buku yang akan kami tulis berdua. Buku itu insyaallah akan kami terbitkan pada bulan Oktober tahun ini. Kebetulan, Dik Utik dan saya, samai-sama lahir di bulan Oktober. Jadi buku itu akan menandai ulang tahun kami berdua.

Buku yang kami belum tahu entah apa judulnya itu, akan menjadi kado kecil untuk keluarga besar kami. Kebetulan keluarga besar kami pada umumnya suka membaca, sehingga memberi hadiah buku, tentulah hal yang sangat berarti. Apa lagi kalau itu ditulis sendiri oleh kami berdua. Juga kado untuk para sahabat dan teman kami. 

Saya senang, meski Dik Utik adalah ibu rumah tangga yang begitu disibukkan oleh tiga anaknya yang masih kecil-kecil, tapi dia mempunyai komitmen untuk menyempatkan diri menulis. Saya bermimpi, suatu saat, adik saya yang manis itu benar-benar menekuni bidang tulis-menulis. Ketika anak-anaknya sudah besar, dia akan lebih banyak punya waktu untuk menulis. Tulisannya adalah tulisan yang penuh hikmah, sesuai dengan kapasitasnya sebagai ibu rumah tangga yang religius dan aktivis sebuah organisasi yang memberinya banyak pengalaman berharga. Saya tahu, dia bisa. Setidaknya sampai saat ini, dia sudah menunjukkan dia bisa menulis dengan baik.  

Semoga.

Surabaya, 6 April 2014

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...