Pages

Minggu, 13 April 2014

Kurikulum 2013 (1): Semua Bermula dari Kelas

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP) Kemendikbud, Prof. Dr. Syawal Gultom, malam ini memberikan materi pada acara Pelatihan Narasumber Nasional Kurikulum 2013. Acara yang dihelat di Hotel Garden Palace Surabaya ini diikuti oleh 246 peserta, terdiri dari dosen, guru dan widyaiswara, dari Indonesia bagian Timur dan Tengah. 

Acara dibuka oleh Wakil Mendikbud, Prof. Dr. Musliar Kasim. Selain membuka acara, wamen juga memberikan pengarahan dan penguatan pentingnya implementasi Kurikulum 2013. Uraian tentang pengarahan wamen ini saya tuangkan dalam tulisan "Yang Manis-Manis dari Kurikulum 2013".

Setelah Prof. Musliar Kasim menyampaikan pengarahan dan penguatannya, acara dilanjutkan dengan presentasi dari Prof. Syawal. Materinya adalah Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013.

Prof. Syawal, seperti biasa, begitu bersemangat  menyampaikan materinya. Harus diakui, mantan Rektor Unimed ini memiliki kepiawaian berorasi. Suaranya yang lantang, dengan logat Bataknya yang kental, ditambah dengan wawasan dan pengetahuannya yang luas, dilengkapi dengan bumbu-bumbu humor, membuat topik apa pun yang dibawakannya selalu hidup. 

Banyak hal yang perlu dicatat dalam presentasi Prof. Syawal. Bukan hanya materi tentang kerangka dasar dan struktur Kurikulum 2013 itu sendiri. Namun pernyataan-pernyataannya yang lebih bermakna filosofis dan perlu penghayatan.

Semua berawal dari kelas. Begitulah kata Prof. Syawal. Negara yang hebat itu karena pendidikan di kelas itu hebat. Pendidikan itu adalah mengembangkan potensi anak. Pendidikan itu tidak hanya mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari guru ke siswa. Pendidikan berbeda dengan pengajaran. Kalau guru hanya berpikir bagaimana supaya materi yang diajarkannya dipahami anak, dia tidak sedang melakukan pendidikan, namun sekadar melakukan pengajaran. Dia tidak mendidik, tetapi mengajar. 

Begitu pentingnya peran guru, sehingga semuanya bergantung dari guru. Mau jadi apa pun anak itu, terserah apa kata guru. Karena begitu pintu kelas ditutup, tidak ada yang tahu apa yang terjadi di kelas. Hanya guru itu yang tahu, siswa, dan Tuhan. Kepala sekolah pun banyak yang tidak tahu apa yang dilakukan guru di kelas. Pengawas, kepala dinas, kepala badan, pun tidak tahu. Hanya guru, siswa dan Tuhan. Bahkan yang membuat kurikulum pun, tidak banyak tahu apa yang terjadi di kelas. Apa yang diperankan guru di depan siswa-siswanya, hanya guru itu sendiri, siswa-siswa, dan Tuhan yang tahu.

Kurikulum 2013 dinilai  revolusioner. Salah satunya bila dikaitkan dengan peran guru. Betapa tidak. Guru tidak hanya menilai pengetahuan dan keterampilan anak. Dia harus mengamati sikap spiritual dan sosial anak. Bagaimana ketakwaannya pada Tuhan, apakah dia melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya, apakah dia menghargai makhluk ciptaan Tuhan, dan sebagainya. Guru juga harus melihat bagaimana sikap anak terhadap temannya dan orang-orang lain di sekitarnya, apakah siswa jujur, tanggung jawab, peduli, apakah dia menghargai lingkungannya. Semua harus diamati dan dicatat. Ya, dalam Kurikulum 2013 ini, dicetak guru setengah malaikat. Bukankah mengamati dan mencatat sikap dan perilaku yang religius dan sikap sosial itu pekerjaan malaikat? Dan guru harus melakukan itu. Maka guru harus menjadi manusia setengah malaikat. Sangat revolusioner. 

Kesalehan individu seseorang yang luar biasa, belum tentu dibarengi dengan kesalehan sosial. Bila seorang anak hanya rajin beribadah, namun kurang peduli pada sesama, tidak bisa bekerja sama dengan temannya, kurang memiliki kepekaan sosial, berarti dia kurang memiliki kesalehan sosial. Maka gurulah yang harus membentuk kesalehan sosial itu, karena kesalehan individu seharusnya membangun kesalehan sosial. 

Persoalan sikap, adalah persoalan merebut hati anak. Untuk bisa merebut hati anak, maka guru harus inspiratif. Untuk bisa menjadi guru yang inspiratif, hanya satu caranya:  dia harus menjadi contoh, secara konsisten menjadi model bagi siswa-siswanya.

Kalau dari kelas, kita membangun karakter secara optimal, maka negara ini akan hebat, karena diurus oleh orang-orang yang hebat, yang berkarakter. Karakter tidak bisa dibentuk secara instan. Dia harus dibentuk sedini mungkin pada diri anak. Kurikulum 2013 memungkinkan pembentukan karakter itu sedini mungkin.

Lepas dari pro kontra terkait Kurikulum 2013, kehadiran saya di Garden Palace ini bukan sekadar untuk memenuhi undangan BPSDMPK-PMP dan tergiur dengan 'jabatan' sebagai narasumber nasional. Tujuan saya yang utama adalah untuk lebih menyelami seperti apa Kurikulum 2013, bagaimana implementasinya, apa kendala-kendala implementasinya, dan pertanyaan-pertanyaan lain yang masih memenuhi benak saya. Saya termasuk orang yang skeptis terhadap Kurikulum 2013, kendati pun saya sudah beberapa kali menerima pelatihan dan bahkan sudah diminta berkali-kali untuk menjadi narasumber pelatihan Kurikulum 2013. Saya ingin mengeliminir skeptis saya ini dengan datang ke acara ini. Saya sedang berusaha untuk menjadi orang yang lebih bersahabat dengan Kurikulum 2013. Saya sedang berusaha meyakinkan diri saya tentang 'kesaktian' Kurikulum 2013 ini untuk membangun generasi masa depan, karena setelah ini saya harus bisa meyakinkan orang lain, yaitu para instruktur nasional. Bagaimana saya bisa meyakinkan orang lain kalau saya sendiri tidak yakin? 

Masih ada banyak catatan penting dari hasil Pelatihan Narasumber Nasional Kurikulum 2013 ini, yang mudah-mudahan bisa saya tuangkan dalam bentuk tulisan. 

Yang jelas, saya sedang berusaha untuk bermetamorfosis...

Hotel Garden Palace Surabaya, 13 April 2014

1 komentar

Anonim

salut Prof.

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...