Pages

Rabu, 09 April 2014

Menulis sebagai Tagihan

Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba terpikir di benak saya, untuk mewajibkan setiap peserta SM-3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal) Unesa, agar membuat minimal dua buah tulisan khas (feature)tentang pengalaman mereka selama mengikuti program tersebut. Waktu itu, saya hanya berpikir, sayang sekali kalau pengalaman-pengalaman mereka selama setahun mengabdi di daerah 3T yang penuh dengan pernak-pernik itu menguap begitu saja. Sayang sekali kalau tidak diabadikan. Padahal sebagian besar pengalaman itu begitu luar biasa. Mengharukan, menggemaskan, memprihatinkan, sekaligus menginspirasi. 

Pucuk dicinta ulam tiba. Pembantu Rektor I, Prof. Dr. Kisyani, memiliki keinginan yang sama. Bahkan beliau membuka pintu lebar-lebar untuk membiayai penerbitan buku kumpulan pengalaman pengabdian itu. Kebetulan pada hampir tiap tahun, beliau mengalokasikan sejumlah dana dari Bidang I untuk penerbitan buku. Program ini tentu saja sudah jelas maksud dan tujuannya, yaitu menggairahkan budaya menulis di kalangan mana pun di lingkungan Unesa, baik dosen maupun mahasiswa, termasuk peserta SM-3T juga.

***

Program SM-3T sendiri adalah sebuah program yang diluncurkan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) sejak tahun 2011. Sebuah program yang merupakan salah satu perwujudan Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI). Penanggung jawab program ini adalah Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Diktendik), Dikti. 
Sasaran program SM-3T yaitu Sarjana Pendidikan yang belum bertugas sebagai guru, untuk ditugaskan selama satu tahun pada daerah 3T. Salah satu misi program tersebut adalah membantu mengatasi kekurangan guru di daerah 3T, sekaligus mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa. Muaranya adalah membawa anak-anak di ujung negeri itu maju bersama mencapai cita-cita luhur seperti yang diamanahkan para pendiri bangsa Indonesia.

Daerah-daerah 3T yang secara administratif maupun realitasnya berada di bawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memiliki berbagai permasalahan dalam peyelenggaraan pendidikan. Salah satu permasalahan yang sangat dominan adalah yang terkait SDM guru, antara lain meliputi kekurangan jumlah (shortage), distribusi tidak seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi di bawah standar (under qualification),  kurang kompeten (low competencies), serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang diampu (mismatched). Permasalahan yang lain adalah angka putus sekolah yang juga masih relatif tinggi, hal ini memperparah rendahnya angka partisipasi sekolah.

Oleh sebab itu, peningkatan mutu pendidikan di daerah 3T perlu dikelola secara khusus dan sungguh-sungguh, agar daerah 3T dapat maju bersama sejajar dengan daerah lain. Hal ini harus menjadi perhatian khusus berbagai pihak, termasuk Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, mengingat daerah 3T memiliki peran  strategis dalam memperkokoh ketahanan nasional dan keutuhan NKRI. 

***

Sejak diluncurkan pada tahun 2011, program SM-3T menjadi salah satu program unggulan Kemendikbud.  Ada 12 Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk Dikti sebagai penyelenggaranya, salah satunya adalah Unesa. Selanjutnya sejak tahun kedua (2012), LPTK penyelenggara meningkat menjadi 17. Kuota yang disediakan pemerintah adalah untuk 3000 peserta setiap tahun. Para peserta diseleksi dengan ketat melalui berbagai tahapan, mulai dari seleksi administrasi, tes potensi akademik, tes bidang studi, tes wawancara, dan tahap prakondisi. 

Tahun pertama, 2011-2012, SM-3T Unesa mengirimkan 241 peserta ke Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama setahun para peserta SM-3T ini mengabdikan dirinya di Tanah Marapu tersebut.

Pada angkatan kedua (tahun 2012-2013), SM-3T Unesa memiliki 4 wilayah penugasan, meliputi Sumba Timur, Maluku Barat Daya (MBD), Talaud, dan Aceh Singkil. Sebanyak 178 peserta disebar ke empat daerah 3T tersebut. Rinciannya, 73 orang di Sumba Timur, 33 orang di MBD, 30 orang  di Talaud, dan 42 orang di Aceh Singkil. 

Saat ini, adalah pelaksanaan Program SM-3T angkatan ketiga (2013-2014). Peserta dari Unesa sebanyak 190 orang, dan tersebar di enam kabupaten. Rinciannya, Sumba Timur sebanyak 79 orang,  Aceh Singkil 25 orang, Talaud 19 orang, MBD 26, Mamberamo Tengah 20, Mamberamo Raya 19.

Sebagai ‘reward’ dari proses yang telah mereka lalui, peserta SM-3T akan menempuh Pendidikan profesi Guru (PPG) di LPTK. Saat ini, peserta PPG SM-3T untuk angkatan pertama sudah lulus, dan sedang berlangsung PPG SM-3T untuk angkatan kedua.  Sebagai bukti bahwa mereka telah menyelesaikan program PPG adalah dimilikinya sertifikat sebagai guru profesional.

***

Selama di tempat pengabdian, para peserta SM-3T selain harus melaksanakan tugas dalam bidang pendidikan, mereka juga harus melakukan tugas di bidang sosial kemasyarakatan. Semua kegiatan mereka harus dilaporkan. Laporan ditulis dalam bentuk catatan harian, laporan tengah semester dan laporan akhir semester. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran, evaluasi, dan berbagai bukti fisik lain musti dilampirkan. Seluruh tagihan tersebut sudah dilengkapi dengan panduan dan format penulisannya. Semua tagihan ini juga merupakan tagihan standar Program SM-3T secara keseluruhan, di semua LPTK penyelenggara SM-3T.

Khusus SM-3T Unesa, ada tagihan tambahan, yaitu setiap peserta harus menyerahkan minimal dua tulisan dalam bentuk feature. Satu tulisan ditagih di semester pertama, dan satu tulisan di semester kedua. Feature ini, sebagaimana tagihan yang lain, hukumnya wajib. 

Tidak bisa tidak, peserta pun terpaksa harus menulis. Pengelola Program SM-3T Unesa akan mengecek semua tugas tiap peserta, dan kalau ada yang belum menyerahkan feature, maka yang bersangkutan akan ditagih terus, sampai akhirnya dia harus menyerahkan. Selama yang bersangkutan belum menyerahkan feature, maka dia dianggap belum memenuhi tugas-tugasnya. 

Tidak semua tulisan peserta baik dan layak. Bahkan para peserta yang dari program studi bahasa pun, tidak berarti terampil menulis. Banyak dari tulisan mereka harus disunting habis-habisan agar pantas untuk dibukukan. Sebuah pekerjaan berat tentu saja bagi pengelola SM-3T.

Untunglah ada Rukin Firda dan Fafi Inayatillah, dua orang alumni Unesa yang selalu siap membantu untuk melakukan penyuntingan. Rukin Firda adalah wartawan senior Jawa Pos yang sempat turun langsung ke daerah pengabdian di Sumba Timur, sehingga dia tahu persis seperti apa kondisi di sana. Hal ini tentu saja sangat membantu dalam proses penyuntingan. Sedangkan Fafi Inayatillah adalah mahasiswa S3 Pendidikan Bahasa Unesa, yang saat ini sedang melakukan penyuntingan untuk buku pengalaman para peserta PPG (Pendidikan Profesi Guru) angkatan pertama. 

Syukurlah, untuk angkatan pertama (2011), telah dihasilkan dua buku: "Ibu Guru, Saya Ingin Membaca" dan "Jangan Tinggalkan Kami". Buku yang lain, yaitu "Setahun Hatiku untuk Sumba", merupakan tulisan penulis tunggal, yaitu Ali As'ari. Buku "Senandung Anak Sulung", merupakan antologi puisi yang dihasilkan oleh peserta PPG SM-3T angkatan pertama dari Prodi Bahasa Indonesia. Ada juga buku "Berbagai di Ujung Negeri", yang merupakan kumpulan tulisan pengalaman saya saat melakukan kunjungan ke berbagai daerah 3T. 

Ternyata, ketika atmosfir cinta menulis itu dibangun, hal ini mampu memberikan inspirasi bagi munculnya para penulis baru. Dua buah buku yang sudah disebut di atas. "Setahun Hatiku untuk Sumba" dan "Senandung Anak Sulung", adalah buku yang ditulis atas inisiatif pribadi para penulisnya. Mereka tidak perlu didorong-dorong untuk menulis. Saat ini pun, para alumni peserta SM-3T angkatan kedua, yang sekarang sedang menempuh PPG, juga tengah menghimpun puisi-pusi yang mereka hasilkan selama mengabdi di tempat penugasan, dan akan diterbitkan sebagai buku antologi puisi.

Saat ini, sebuah buku yang merupakan kumpulan pengalaman peserta SM-3T angkatan kedua, sedang dipersiapkan dengan penyuntingnya Rukin Firda dan saya sendiri. Buku yang lain, yang merupakan kumpulan pengalaman peserta PPG angkatan pertama, juga sedang dipersiapkan, dengan penyuntingnya Fafi Inayatillah dan juga saya sendiri. Selain Rukin Firda dan Fafi Inayatillah, Abdur Rohman, alumnus Unesa juga, sangat berperan dlam membuat layout, desain sampul buku, serta proses pencetakan dan penerbitan 
buku-buku tersebut. 

Menulis memang harus dipaksa bagi orang-orang yang tidak suka atau tidak terampil menulis. Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap orang bila dia ingin bisa bertahan dalam era saat ini dan ke depan. Lebih-lebih bagi seorang calon guru, kemampuan menulis harus dikembangkan dan dilatihkan serta menjadi tuntutan, karena menulis berarti melatih kemampuan berpikir kritis serta pemecahan masalah. Merujuk pendapat Wagner (2008) yang mengemukakan konsep 'the survival skills for new generation', bahwa keterampilan-keterampilan penting untuk bisa bertahan hidup pada generasi baru ini antara lain adalah  critical thinking and problem solving serta effective oral and written communication. 

Jadi, ingin bertahan hidup? Maka menulislah.

Surabaya, 6 April 2014

Wassalam,
LN

1 komentar

Unknown 15 Juni 2014 pukul 16.00

Assalamu'alaikum wr wb
(y) saya begitu terpukau setelah membaca semua karya bu Lutfi… karya² bu Lutfi begitu mendidik dan sangat bermanfaat… saya ingin bisa seperti bu Lutfi… :) akhir kata wassalamu'alaikum wr wb

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...