Pages

Minggu, 14 April 2013

MBD (1): Ambon Manise...

Lion Air mendarat dengan mulus pada pukul 11.55 WIT. Bandara Pattimura melambai. Bandara yang dikelilingi bukit-bukit hijau. Warna hijaunya tetap terlihat ketika kami keluar dari halamannya. Kami, saya, mas Heru Siswanto dan mas Rukin Firda. Hari ini kami di Ambon hanya untuk transit. Besok pagi meneruskan penerbangan ke Saumlaki. Menunggu kapal yang akan membawa kami ke Maluku Barat Daya (MBD). Kami akan melakukan monev SM-3T, sekaligus meliput kehidupan dan kegiatan para peserta.

Ongen, driver yang mengantar kami menuju hotel Amans, hotel yang kami pesan, lelaki 35 tahunan, berasal dari Flores. Dia sekeluarga, termasuk bapak ibunya, muslim. Sudah puluhan tahun merantau di Ambon. Ayahnya yang asli Flores menikah dengan wanita muslim dari Sulawesi. Jadilah ayahnya seorang mualaf. Ongen dan saudara-saudaranya telah memeluk Islam sejak lahir.

Ambon siang ini begitu tenang. Sampai sejauh tiga puluh menit perjalanan, laut dengan pantainya yang indah ada di sebelah kanan kami. Sedang di sebelah kiri adalah bukit-bukit, hutan-hutan, rumah-rumah. Juga para penjual buah. Durian, manggis, rambutan dan gandaria.

Kami turun di salah satu penjual buah. Ingin mencoba makan buah gandaria. Buah yang warnanya kuning, bentuknya bulat sebesar bola bekel, daging buahnya manis segar mirip rasa mangga. Di dalam buah mungil itu ternyata ada bijinya, seperti biji mangga juga tapi jauh lebih kecil. Tidak puas hanya mencoba manggaria, durian yang ranum kami coba juga meski hanya sebutir untuk bertiga. Tidak berani lebih. Perut kami yang sejak pagi belum kemasukan nasi sebutir pun, membuat kami tidak berani makan durian banyak-banyak. Takut terjadi apa-apa. Adoh omah. Hehe.....

Mobil kami memasuki kota. Melihat Ambon yang ramai dan sibuk seperti siang ini, sulit membanyangkan kalau kota ini lekat dengan berbagai konflik dan kerusuhan. SARA menjadi isu yang sangat sensitif pada beberapa waktu yang lalu. Korban berjatuhan hanya karena kesalah pahaman. Aksi sekelompok orang yang ingin mendirikan RMS (Republik Maluku Selatan) menambah pertikaian menjadi kian berat. Aparat setempat tidak cukup berdaya sehingga harus mendatangkan bantuan kesatuan dari luar Ambon. Syukurlah, setelah konflik September 2011 yang lalu, saat ini Ambon relatif kondusif.

Kami sampai di hotel Amans. Hotel bintang tiga. Ada di jalan Pantai Mardika. Resepsionisnya ramah dan room boy-nya helpful. Siang ini kami akan habiskan waktu untuk beristirahat. Makan siang sudah aman karena kami tadi mampir di rumah makan Padang (jauh ya, turunnya di Ambon, makannya di Padang....hehe).

Tapi ternyata kami hanya bertahan sekitar satu jam saja untuk beristirahat. Keinginan untuk melihat-lihat kota Ambon mengalahkan rasa lelah. Saya dan mas Rukin turun. Mas Heru memilih tidak ikut, katanya mau tidur 'sakseran'. Di bawah terik matahari yang masih cukup garang meski sudah pukul 16.00, saya dan mas Rukin 'ngukur' jalan. Niat 'nglemeske' kaki. Ada becak, ada ojek, ada angkot, ada taksi hotel. Tapi kami jalan saja, bertanya kepada orang-orang di pinggir jalan ke mana arah Amplas (Ambon Plaza). Konon, Amplas merupakan pusat keramaian dan pusat belanja. Tentu saja kami tidak bermaksud untuk belanja. Sekedar ingin tahu saja seperti apa Amplas itu.  

Menjelang Amplas, seorang perempuan muda menarik perhatian kami. Perempuan itu sedang asyik membaca, duduk di sebuah 'dingklik' plastik, sementara di depannya adalah barang-barang jualannya: air mineral dan minuman yang lain, kacang goreng, permen, dan tissue. Di sebelah menyebelahnya yang lain juga para penjual seperti dia, sedang duduk-duduk, mengobrol, atau main kartu. Tapi perempuan itu membaca.

Mas Rukin spontan mewawancarainya. Dari cara bicaranya, perempuan itu nampak cerdas. Tegas, runtut.  Perempuan itu namanya Sumiyati. Ya, meski dia bukan keturunan Jawa, namanya Jawa banget. Keluarganya asli dari Buton. Entah kenapa ayah ibunya memberinya nama Sumiyati. Juga nama-nama Jawa yang lain untuk saudara-saudaranya. 

Sumiyati mengaku suka sekali membaca. Meski tidak lulus SD, buku yang saat ini sedang dibacanya tergolong berat. Membaca Pikiran. Dia juga memiliki koleksi buku di rumahnya. Novel juga banyak. Dia bilang, dengan membaca, dia mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan. Saat ini, perempuan 27 tahun yang sudah dua kali menikah itu (dua-duanya bercerai), ingin mengumpulkan buku-buku tentang bisnis. Dia ingin belajar berbisnis, dan dia yakin itu bisa dipejarinya dari buku-buku.

Kami melanjutkan perjalanan lagi setelah mas Rukin mengambil foto Sumiyati yang malu-malu karena diledekin teman-teman seprofesinya. Sore ini kami hanya survei saja di mana Amplas, di mana tempat-tempat makan yang menjual makanan khas Ambon. Nanti malam, kami akan menyantap menu khas tersebut: papeda, ikan kuah, ikan bakar, dengan sambalnya yang khas, colo-colo. 

Ambon di sore hari
Ketika matahari beranjak pergi
Angkot dan becak berebut rezeki
Penjual buah menunggu pembeli
Setiap wajah tersenyum berseri

Ambon manise....


Ambon, 14 April 2013

Wassalam,
LN

0 komentar

Posting Komentar

Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...