Oleh:
Luthfiyah Nurlaela,
Niken Purwidiani, Siti Sulandjari
Pendidikan Tata Boga,
Universitas Negeri Surabaya
luthfiyahn@yahoo.com
Abstrak: Masalah yang akan
diteliti adalah apakah perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan
menggunakan model pembelajaran tematik: (1) telah memenuhi persyaratan untuk
digunakan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan
pembelajaran?; (2) dapat dibaca dan mudah dipahami siswa?; (3) memberikan
kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?; dan (4)
bagaimana hasil belajar siswa? Pada penelitian ini terdapat kegiatan
utama yakni mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model tematik untuk
kelas 1 SD dan ujicoba terbatas dan luas. Perangkat pembelajaran yang
dikembangkan meliputi RPP, buku siswa, dan alat penilaian berbasis kelas. Pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggunakan
four-D models (Define, Design, Develop, dan Disseminate). Tema yang diambil
adalah tema yang tersedia dalam Kurikulum KTSP dan berdekatan dengan masalah
pangan serta yang dekat dengan kebutuhan anak, yaitu: Makanan, Tumbuhan, dan
Hewan. Hasil penelitian menunjukkan perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan model pembelajaran
tematik yang telah dikembangkan: (1) berkategori baik ditinjau dari aspek,
materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran, (2) direspon
positif oleh siswa yakni menarik, penampilan menarik, tidak ada uraian atau
penjelasan yang terlalu sulit, dan gambar/ilustrasi mudah dipahami dan
memperjelas uraian; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas; dan (4) hasil belajar belajar siswa relatif tinggi.
Abstract: This study aims to find out whether thematic
instruction-based learning materials on getting to know about local food: (1)
has fulfilled the criteria of learning materials, in terms of materials,
language use, presentation, and learning
innovations?; (2) has met the criteria of readibility and comprehensibility?;
(3) assist the teacher in conducting the teaching-learning process; (4) improve
the students’ achievement? This study involved materials development using
thematic model for 1st graders, as well as limited and broad tryouts. The
materials developed consist of lesson plans, student’s book, and class-based
assessment instruments. The learning materials were developed using four-D
models
(Define, Design, Develop, and Disseminate). The themes were taken from School-based
Curriculum and were related to food and children’s needs, i.e. Food, Plants,
and Animals. The result of the study reveals that the existing thematic-based learning materials that
are related to matters of local food: (1) are sufficiently developed in terms
of materials discussed, language use, presentation, and learning
innovations;(2) gain positive response by the students due to their interesting
materials and presentation, easy and comprehensible explanation, and easy and
functional illustrations that help students’ understanding; (3) help the
teacher conduct teaching-learning process; and (4) improve the students’
achievement.
[1] Artikel
Hasil Penelitian Strategis Nasional, 2009.
PENDAHULUAN
Indonesia
memiliki sumber-sumber karbohidrat yang sangat kaya, antara lain terdapat
sekitar 157 spesies bahan pangan karbohidrat nonbiji yang belum termanfaatkan
dengan baik. Selain itu, dalam hal ketersediaan makanan beragam, Indonesia
memiliki kekayaan budaya makanan dan masakan tradisional yang sangat besar.
Upaya yang diperlukan adalah menjadikannya berdaya saing dan
mensosialisasikannya pada khalayak yang lebih luas. Untuk itu peningkatan
pengetahuan atas pangan dan gizi masyarakat harus terkait dengan perubahan
perilaku dan kebiasaan makan. Perubahan ini memerlukan proses yang lama dan
gradual, sehingga sebaiknya sasaran dari langkah ini adalah kelompok usia
sangat muda dan balita, murid TK dan SD (Tampubolon, 2002). Proses peningkatan
pengetahuan dan gizi ini perlu segera dimulai, meskipun hasilnya baru dapat
dilihat beberapa tahun kemudian.
Penelitian
Tejasari (2001) dan Anonim (2001) juga menunjukkan potensi pangan lokal di Jawa
Timur sangat baik dilihat dari segi produksi maupun produktivitasnya.
Pengembangan produk makanan berbasis pangan lokal sangatlah diharapkan dalam
rangka mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional.
Data menunjukkan
bahwa upaya pengembangan dan diversifikasi pangan khususnya pangan lokal telah
dilakukan sejak dua dasawarsa yang lalu, namun belum berhasil seperti yang
diharapkan (Nindyowati, 2001; 2002). Berbagai upaya sosialisasi telah banyak
dilakukan. Selama ini sosialisasi yang dilakukan lebih banyak melalui
kegiatan-kegiatan kampanye, lomba/pameran/gelar makanan di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat, dengan keterlibatan pihak instansi
terkait. Upaya sosialisasi ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain kurang
komprehensif, sesaat, sehingga tidak bertahan lama dalam menanamkan pemahaman
dan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat. Badan Ketahanan Pangan (BKP)
Provinsi Jawa Timur bahkan menggelar kegiatan-kegiatan serupa dua tiga kali
dalam setahun, dengan keterlibatan instansi terkait, dinas pendidikan, dan juga
industri; namun tetap memprihatinkan lambatnya hasil pemasyarakatan
diversifikasi pangan tersebut.
Pemerintah daerah
propinsi Jawa Timur yang dikoordinasikan oleh Balitbang Jawa Timur bekerja sama
dengan Universitas Negeri Surabaya telah melakukan kajian pengembangan berbagai
produk olahan berbasis pangan lokal. Hasil kajian ini sampai saat ini baru
dapat disosialisasikan ke instansi
terkait dari 4 kabupaten/kota, yaitu Dewan Ketahanan Pangan, Dinas
Kesehatan/BKKBN, Bapemas, Dinas Pertanian, dan PKK (Sampang, Bangkalan,
Kabupaten Malang, dan Kotamadia Malang) (Sulandjari, dkk, 2002). Sosialisasi
lebih lanjut diperlukan agar upaya peningkatan ketahanan pangan dapat lebih
berarti dan menjangkau masyarakat yang lebih luas.
Sosialisasi lebih
lanjut, yang selama ini belum pernah dilakukan, adalah melalui jalur pendidikan
formal, khususnya SD. SD sebagai agen
sosialisasi sekunder bagi peserta didik yang berusia muda memiliki peran yang
strategis karena pada usia-usia tersebut masih sangat terbuka peluang untuk
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang diharapkan akan lebih mudah
tertanam serta bertahan lama. Keberhasilan dan keterjaminan perwujudan
ketahanan pangan memprasyaratkan kesadaran masyarakat Indonesia akan arti
penting dan sentralnya ketahanan pangan bagi kehidupan masa kini dan masa
mendatang. Kesadaran ini harus ditumbuhkan dengan lebih
komprehensif, mendasar, dan sistemik yang salah satunya adalah
mengintegrasikannya dalam kurikulum pendidikan formal, khususnya pendidikan
dasar (Nurlaela, 2002; 2006). Hal ini sejalan dengan pendapat Tampubolon (2002)
yang menyatakan bahwa sebaiknya sasaran untuk sosialisasi penganekaragaman
pangan adalah kelompok usia sangat muda dari balita, murid TK, dan SD.
Soenardi (2002) juga mengemukakan hal
yang sama, yaitu penganekaragaman pangan non-beras perlu diperkenalkan sejak
usia dini hingga terbawa sebagai kebiasaan hingga usia dewasa. Proses tersebut
harus segera dimulai walaupun hasilnya baru dapat dilihat beberapa tahun
kemudian, karena proses ini memerlukan waktu yang lama dan gradual.
Analisis
yang telah dilakukan peneliti (Nurlaela, 2002;2006) tentang kajian sosialisasi
pendidikan ketahanan pangan melalui pendidikan dasar menemukan bahwa beberapa mata pelajaran SD seperti IPA, IPS,
PPKn, dan Bahasa Indonesia, sangat terbuka peluang untuk mengintegrasikan
pendidikan ketahanan pangan ke dalam kurikulumnya. Ini berarti sosialisasi
konsumsi pangan lokal tidak perlu berdiri sendiri sebagai mata pelajaran
tersendiri karena hal ini akan membebani kurikulum SD, namun cukup menjadi
isi/bahan/muatan di dalam beberapa mata pelajarannya. Hasil kajian konseptual peneliti lebih
lanjut (Nurlaela, 2006) tentang penerapan model pembelajaran terintegrasi (integrated learning) juga menunjukkan
adanya peluang yang sangat terbuka untuk mengintegrasikan pendidikan pangan
dalam berbagai mata pelajaran. Ketahanan pangan sebagai tema dapat memadukan
mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa Indonesia,
Pengetahuan Sosial, Sains, dan Kertakes.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulandjari, dkk (2002)
menghasilkan buku “Ragam Olahan Bentul Dalam Rangka Diversifikasi Pangan Non
Beras”, dimaksudkan sebagai media sosialisasi ke dinas/instansi terkait.
Penelitian disertasi Nurlaela (2007) tentang pengaruh model pembelajaran
(tematik dan konvensional) terhadap hasil belajar pada siswa kelas 3 SD
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
tematik lebih baik daripada siswa yang menggunakan model konvensional. Hal ini
disebabkan antara lain siswa pada pembelajaran tematik lebih aktif, lingkungan
belajar lebih baik, dan penilaian berbasis siswa; yang kesemuanya ini memang
merupakan sebagian karakteristik pembelajaran tematik. Penelitian Suryanti dkk
(2007) juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu pencapaian hasil belajar siswa
yang menggunakan pembelajaran tematik yang meningkat secara signifikan.
Rumusan masalah yang hendak dipecahkan
dalam penelitian ini adalah apakah perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal
dengan menggunakan model pembelajaran tematik yang dikembangkan: (1) telah
memenuhi persyaratan untuk digunakan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian,
dan inovasi pelaksanaan pembelajaran?;
(2) dapat dibaca dan mudah dipahami siswa?; (3) memberikan
kemudahan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?; dan (4)
bagaimanakah hasil
belajar siswa?
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran mengenal pangan lokal dengan menggunakan
model pembelajaran tematik, yang dapat meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar pada siswa kelas 1 SD.
Perangkat pembelajaran dimaksud meliputi: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
Buku Siswa, dan penilaian berbasis kelas yang memenuhi persyaratan dari aspek
materi, bahasa, penyajian, keterbacaan, pemahaman, dan menarik bagi siswa,
memberi kemudahan bagi guru, dan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Manfaat
penelitian ini secara umum adalah tersedianya contoh perangkat pembelajaran perangkat pembelajaran mengenal pangan
lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik. Secara spesifik manfaat
tersebut adalah sebagi berikut: (1) bagi siswa, perangkat pembelajaran mengenal
pangan lokal dengan menggunakan model pembelajaran tematik ini akan membantu
mengembangkan semua pemikirannya karena diasajikan secara terpadu tidak
terpisah-pisah; (2) bagi guru, dengan dikemasnya kompetensi-kompetensi antar
mata pelajaran dalam satu tema tertentu yang dituangkan dalam buku siswa, akan
lebih mudah mengelola pembelajaran secara tematik, yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pemberian tugas, dan penilaian siswa; dan (3) bagi dosen dan
instansi yang terkait dengan bidang pendidikan serta ketahanan pangan, Hasil
penelitian ini dapat menjadi pijakan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut,
baik di SD maupun jenjang-jenjang di atasnya. Selain itu juga dapat menjadi
bahan untuk pengabdian kepada masyarakat dan kegiatan-kegiatan lain yang
menyangkut sosialisasi ketahanan pangan melalui jalur pendidikan formal.
KAJIAN TEORI
Sosialisasi
Ketahanan Pangan melalui Pendidikan
Upaya
pengembangan dan diversifikasi pangan khususnya pangan lokal telah dilakukan
sejak dua dasawarsa yang lalu, namun belum berhasil seperti diharapkan. Salah satu kendala sulitnya
diversifikasi pangan adalah karena secara budaya beras masih diakui masyarakat
sebagai pangan pokok yang bernilai tinggi. Beras tidak hanya dipandang sebagi
bahan makanan pokok namun dalam pemanfaatannya diyakini mampu menggambarkan
staus kondisi sosial ekonomi sautu keluarga. Faktor lain yang dimungkinkan
dapat menjadi penyebab rendahnya minat masyarakat terhadap pangan non beras,
Pertama, bentuk sajian yang ada di masyarakat kurang bervariasi, Kedua,
pengolahan yang dikenal masyarakat kurang bervariasi, dalam arti bentuk olahan
masih menunjukkan bahan baku aslinya, cara membuatnya lama, dan daya simpannya
pendek (Anonim, 2001)
Salah satu upaya
sosialisasi ketahanan pangan dapat ditempuh melalui institusi pendidikan, baik
formal, nonformal, maupun informal. Diyakini bahwa secara asasi pendidikan itu
bertujuan untuk: (1) melimpahkan suatu pandangan hidup, (2) meningkatkan dan
merekonstruksi pandangan hidup itu, dan (3) memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu.
Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu kebutuhan manusa dalam rangka
mengembangkan, memanfaatkan, dan melestarikan nilai-nilai yang dianut bersama.
Nilai dalam hal ini sistem nilai budaya bangsa merupakan konsepsi yang hidup
dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus
mereka anggap amat berharga dalam hidup. Karena itru sistem nilai budaya
biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia
(Koentjaraningrat, 1985). Sistem nilai budaya tersebut dapat dipandang sebagai
pandangan hidup bangsa dan dalam trangka proses penanaman sistem nilai inilah
pendidikan itu dilakukan. Dengan demikian, dalam rangka sosialisasi nilai
budaya pola konsumsi makan, maka dapat dilakukan meaui berbagai institusi
pendidikan.
Selanjutnya
karena diyakini pendidikan sebagi pranata dan proses penanaman nilai, dengan
kata lain pendidikan sebagai saluran dan proses enkulturisasi, yang berarti
tempat latihan, dan berkat latihan itulah seorang individu diintegrasikan ke
dalam kebudayaan sejaman dan setempat (Baker, 1990), maka perlu dilakukan
sosialisasi nilai budaya pola konsumsi pangan untuk berbagai institusi
pendidikan, khususnya pendidikan dasar.
Pendidikan dasar
sebagai agen sosialisasi sekunder bagi peserta didik yang berusia muda memiliki
peran yang strategis karena pada usia-usia tersebut masih sangat terbuka
peluang untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang diharapkan akan lebih
mudah tertanam serta bertahan lama. Tampubolon (2002) bahkan menyatakan bahwa
sebaiknya sasaran untuk sosialisasi penganekaragaman pangan adalah kelompok
usia sangat muda dari balita, murid TK dan SD. Proses tersebut harus segera
dimulai walaupun hasilnya baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian, karena
proes ini memerlukan waktu yang lama dan gradual.
Implementasi
pendidikan ketahanan pangan dalam pendidikan salah satunya dapat disikapi
sebagai isi/bahan/muatan pendidikan/pembelajaran yang dapat diajarkan atau
dibelajarkan pada siswa. Dalam kaitan ini, pendidikan ketahanan pangan
sebaiknya dimasukkan dalam kurikulum formal (ideal). Apabila pendidikan
ketahanan pangan belum memungkinkan untuk diwadahi dalam mata pelajaran
tersendiri, maka paling tidak dapat diintegrasikan atau dipadukan dalam mata
pelajaran tertentu. Isi/bahan pendidikan ketahanan pangan dapat diintegrasikan
ke dalam banyak mata pelajaran, misalnya Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA,
PPKN, IPS, dan mungkin Agama. Oleh sebab itu, pendekatamn integratif dalam
pengembangan bahan pelajaran perlu diupayakan dalam kaitan ini.
Analisis yang
telah dilakukan Nurlaela (2002, 2006) tentang kajian sosialisasi pendidikan
ketahanan pangan melalui pendidikan dasar menemukan bahwa beberapa mata pelajaran SD seperti IPA, IPS,
PPKn, dan Bahasa Indonesia, sangat terbuka peluang untuk mengintegrasikan
pendidikan ketahanan pangan ke dalam kurikulumnya. Misalnya pada pelajaran IPA
SD Kelas V Semester I terdapat pokok bahasan "Makanan, Alat Pencernaan,
dan Kesehatan", di dalamya terdapat sub-pokok bahasan "Makanan
bergizi dan penyusunan makanan dengan gizi seimbang", di dalamnya dapat
dimasukkan muatan pendidikan ketahanan pangan khususnya tentang konsumsi pangan
lokal. Ini berarti sosialisasi konsumsi pangan lokal tidak perlu berdiri
sendiri sebagai mata pelajaran tersendiri karena hal ini akan membebani kurikulum SD, namun cukup
menjadi isi/bahan/muatan di dalam beberapa mata pelajarannya; atau dapat juga
diintegrasikan dalam mata pelajaran keterampilan (tata boga/memasak), atau
menjadi salah satu pilihan kegiatan dalam ekstrakurikuler. Hasil kajian konseptual peneliti lebih
lanjut (Nurlaela, 2006) tentang penerapan model pembelajaran terintegrasi (integrated learning) juga menunjukkan
adanya peluang yang sangat terbuka untuk mengintegrasikan pendidikan pangan
dalam berbagai mata pelajaran. Ketahanan pangan sebagai tema dapat memadukan
mata pelajaran-mata pelajaran lain seperti Matematika, Bahasa Indonesia,
Pengetahuan Sosial, Sains, dan Kertakes.
Konsep
Pembelajaran Terpadu Dengan Model Tematik
Dewasa ini, para ahli pendidikan mulai
memunculkan kembali ide keterpaduan dalam pembelajaran dengan menciptakan berbagai model
dengan panduan rancangan pembelajaran yang tersusun secara rinci dan jelas. Pembelajaran
terpadu sangat terkait dengan implementasi paradigma konstruktivistik dalam
pengembangan kecerdasan multiple pada anak didik.
Menurut
Forgaty
(1991), ada sepuluh model pengintegrasian kurikulum, mulai dari yang sangat
berorientasi pada persatuan mata pelajaran hingga sangat berorientasi pada
keterpaduan mata pelajaran bahkan diantara siswa, meliputi: (1) model penggalan
(fragmented), (2) model
keterhubungan/tyerkait (connected),
(3) model sarang (nested), (4) model sequenced, (5) model shared, (6) model webbed, seringkali disebut model terjala atau model tematik, (7)
model threaded, (8) model integrated, (9) model immersed, dan (10) model networked.
Dalam kajian ini, model yang digunakan adalah
model terjala (model webbed) atau
yang biasa disebut model tematik, karena menggunakan tema dalam merencanakan
pembelajaran. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang
melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna
kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek
proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar-mengajar. Menurut Joni
(1996), pembelajaran terpadu yang kegiatan belajarnya terorganisasikan secara
lebih terstruktur dapat terwujud, apabila kegiatan belajar-mengajar yang
diselenggarakan itu secara lebih eksplisit bertolak dari tema-tema.
Menurut
KTSP, pembelajaran tematik diajarkan pada siswa SD kelas rendah (kelas 1, 2 dan
3), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu
keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa dipisahkan dengan
perkembangan mental, sosial dan emosional. Apabila di jenjang pendidikan yang
lebih tinggi seperti SMU, khasanah pengetahuan dapat dipilah-pilah demi
efisiensi penyajian (metematika, bahasa, IPA, dan sebagainya, yang diajarkan
secara terpisah-pisah oleh guru bidang studi), di jenjang SD terutama di kelas-kelas
awal, para siswa yang masih lebih menghayati pengalamannya sebagai totalitas,
mengalami kesulitan dengan pemilahan-pemilahan pengalaman yang ‘’artifisaial’’
ini (Joni, 1996). Dengan kata lain, para siswa yang masih muda itu melihat
dirinya sebagai pusat lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan yang belum
jelas unsur-unsurnya, dengan pemaknaan secara holistik yang berangkat dari yang
bersifat konkrit.
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang
khas dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Kegiatan belajar lebih banyak
dilakukan melalui pengalaman langsung atau hands
on experiences. Adapun karakteristik pembelajaran tematik antara lain; (1) tema memberikan pengalaman langsung
dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak untuk memanipulasi; (2) tema
menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk menggunakan pemikirannya, (3)
membangun kegiatan sekitar minat-minat umum anak, (4 Adapun karakteristik
pembelajaran tematik antara lain; (1)
tema memberikan pengalaman langsung dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak
untuk memanipulasi; (2) tema menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak untuk
menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat umum anak,
(4) menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang menghubungkan semua aspek perkembangan
kognitif, social, emosi, dan fisik; (5) mengakomodasi kebutuhan anak-anak.Untuk
bergerak dan melakukan kegiatan fisik, interaksi sosial, kemandirian, dan harga
diri yang positif, (6) menghargai individu, latar belakang kebudayaan, dan
pengalaman di keluarga yang dibawa anak-anak ke kelasnya, dan (7) menemukan
cara untuk melibatkan anggota keluarga anak (Barbar Rohde dan Kostelink, et.al,
1991).
Selain cara di atas, Hendrik (1989)
dalam Kostelink (1991) mengemukakan bahwa tema membantu anak-anak mengembangkan
semua pemikiran dalam belajar. Melalui pembelajaran tematik anak-anak membangun
hubungan di antara informasi yang terpisah-pisah untuk membentuk konsep yang
lebih kompleks dan abstrak (Osbum dan Osbum, 1983; Bredekan dalam Kostelink,
et.al, 1991)
Berdasarkan uraian diatas dapat
dikemukakan bahwa pengajaran dengan tema merupakan model pembelajaran yang
lebih komprehensif dan terpadu. Menggunakan tema dapat mengembangkan konsep
anak. Konsep adalah gagasan pokok tentang obyek dan peristiwa yang dibentuk
oleh anak-anak di lingkungannya. Konsep adalah kategori kognitif yang membuat
orang mengelompokkan informasi yang berbeda secara perceptual, peristiwa dan
persoalan (Wellman, 1998 dalam Kostelink,1991). Dengan demikian pembelajaran
tematik merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan terpadu
(Nurlaela, 2008).
Keterpaduan dilakukan secara sadar,
bertujuan, sistematis dan membantu siswa untuk memahami topik tertentu dari
berbagai sisi. Charbonnean dan Reider (1995:5) menyatakan bahwa guru dan siswa
hendaknya memilih topik yang menarik untuk dipelajari dan topik tersebut
hendaknya melibatkan beberapa konsep dan keterampilan. Dengan adanya kerjasama
antara guru dan siswa, siswa akan memperoleh kesempatan belajar menggunakan
ide-idenya, keterampilan dan konsep-konsep yang telah dipelajarinya dalam
konteks bidang studi yang lain.
METODE PENELITIAN
Untuk mengembangkan perangkat pembelajaran tematik
digunakan four-D models yakni define, design, develop, dan disseminate
(Thiagarajan, Semmel & Semmel, 1974). Dalam tahap define akan dilakukan kajian terhadap standar kompetensi dan isi
yang ada dalam kurikulum KTSP yang sesuai dengan tema-tema yang telah
ditetapkan. Langkah selanjutnya adalah mendisain format perangkat dan penulisan
perangkat seperti tampak pada bagan berikut ini.
Setelah perangkat pembelajaran tematik berhasil ditulis
dan menghasilkan Draft 1, selanjutnya diadakan kegiatan telaah. Sebagai
penelaah pakar-pakar pendidikan yang berkompeten di bidangnya, yakni ahli
pendidikan dan guru SD kelas I. Kegiatan telaah dimaksudkan untuk melihat aspek
materi, kebahasaan, penyajian dan inovasi dalam peningkatan KBM. Aspek materi
yang dinilai meliputi kebenaran konten, kemutakhiran konten, dan sistematika
sesuai dengan struktur keilmuan. Aspek kebahasaan meliputi bahasa yang
digunakan sesuai dengan usia siswa, menggunakan bahasa yang baik dan benar,
istilah yang digunakan tepat dan mudah dipahami dan penggunaan istilah dan
simbol secara ajeg. Aspek penyajian meliputi membangkitkan motivasi/minat/rasa
ingin tahu, sesuai dengan taraf berpikir dan kemampuan membaca siswa, mendorong
siswa terlibat aktif, dan memperhatikan siswa dengan kemampuan/gaya belajar
siswa serta menarik/menyenangkan. Aspek inovasi peningkatan KBM meliputi
kesesuaian tema dengan kurikulum, kesesuaian buku dengan tema, menekankan dunia
nyata, KBM yang student centered, dan
menunjang terlaksananya KBM yang bervariasi. Setelah dilakukan telaah, maka
akan dilakukan revisi berdasarkan masukan dari ahli dan guru kelas 1 SD, dan
dihasilkan Draf 2. Selanjutnya dilakukan uji coba terbatas, dan menghasilkan
perangkat pembelajaran tematik.
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka
data diambil dengan menggunakan instrumen angket, observasi, dan dokumentasi,
serta tes. Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini
selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Untuk mengetahuai
efektifitas perangkat pembelajaran dilakukan analisis dengan menggunakan uji-t.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan pengembangan perangkat pembelajaran
yakni model 4D maka pada tahap define telah
dirumuskan tema-tema yang ada dalam kelas 1 SD semester 2 yakni tema makanan,
tumbuhan, dan hewan. Tema-tema tersebut memadukan berbagai standar kompetensi
dalam 5 matapelajaran yakni Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA, IPS, dan Kertakes.
Berdasarkan
tema yang telah ditentukan, tahap selanjutnya adalah mengembangkan perangkat
pembelajaran yang terdiri dari RPP, buku siswa, dan alat penilaian untuk setiap
tema.
1. Buku Siswa
Buku Siswa dikembangkan sebagai perangkat pembelajaran
yang berfungsi untuk memandu siswa dalam mempelajari materi-materi yang
disajikan dalam kegiatan pembelajaran. Buku Siswa tematik terbagi menjadi tiga
buku, yaitu buku dengan tema Makanan, Tumbuhan, dan Hewan. Buku Siswa diawali
dengan penyajian peta konsep yang merupakan formulasi kaitan tema dengan mata pelajaran Matematika,
Bahasa Indonesia, IPA/Sains, IPS, dan Kertakes, serta formulasi kompetensi yang
akan dicapai dalam setiap mata pelajaran
tersebut. Kemudian penyajian materi secara terpadu sedemikian rupa sehingga
tidak nampak pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain. Di dalam buku
tersebut materi dipadukan dengan tugas-tugas dan aktivitas lain seperti
membaca, menulis, menjelaskan isi gambar, menghitung, gunting tempel, menyanyi,
bermain peran, serta praktik. Aktivitas dilakukan di dalam maupun di luar
kelas, secara individual maupun berkelompok.
Karakteristik
buku siswa dikembangkan dengan mengacu pada kebutuhan anak SD yang masih tahap
operasional konkrit dan ketertarikan anak pada gambar-yang menarik dan
berwarna. Dengan disertai gambar-gambar yang menarik dan berwarna diharapkan mampu
menumbuhkan minat anak untuk membaca dan mudah memahami konsep yang terkandung
di dalamnya. Selain itu, buku dikembangkan berdasarkan prinsip dari yang
sederhana menuju yang lebih kompleks, dari yang dekat dunia anak menuju ke yang
relatif jauh. Berdasarkan teori belajar
sosial Bandura (Slavin, 1995), anak dapat belajar melalui pemodelan, maka buku
siswa juga dikembangkan dengan mengetengahkan seorang anak yang ideal sebagai
tokoh yang diharapkan dapat digunakan sebagai model oleh siswa.
2. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP
dirancang sebagai panduan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran. RPP dengan
tema Makanan terdiri dari empat RPP masing-masing dengan alokasi waktu
pembelajaran sebanyak 6x35 menit. RPP tema Tumbuhan terdiri dari 3 RRP
masing-masing dengan alokasi waktu pembelajaran 6x35 menit. RPP tema Hewan
terdiri dari 3 RRP masing-masing dengan alokasi waktu pembelajaran 6x35 menit.
Setiap RPP diawali dengan identifikasi kelas, waktu, dan tema. Setelah itu
masuk pada bagaian A, yaitu tahap perencanaan, yang menampilkan mata pelajaran
dan indikator hasil belajar yang dipadukan, kompetensi dasar, indikator
keberhasilan, Metode pembelajaran, dan sumber bahan. Pada bagian B yaitu tahap
pelaksanaan, menyajikan kegiatan awal yang meliputi apersepsi dan curah
pendapat sehingga dapat dimunculkan kemungkinan kaitan tema dalam bentuk peta
konsep. Dilanjutkan dengan kegiatan inti yang menggambarkan skenario kegiatan
guru dan siswa dalam pembelajaran. Tahap selanjutnya adalah kegiatan akhir, meliputi
evaluasi, tindak lanjut, dan penutup. RPP diakhiri dengan bagian C, yaitu
Evaluasi, yang di dalamnya meliputi prosedur tes, jenis tes, dan bentuk tes,
serta dilengkapi dengan soal dan butir-butir tes yang diberikan.
3. Alat
Penilaian
Alat
penilaian berupa soal-soal tes untuk tema Makanan yang terdiri 15 butir soal,
tema Tumbuhan terdiri 9 butir soal, dan tema Hewan terdiri 9 butir soal. Soal
tes disusun berdasarkan RPP dan buku siswa yang telah dikembangkan. Tes
dilakukan dua kali berupa pre tes yang dilaksanakan diawal KBM dan postes yang
dilaksanakan diakhir KBM dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal, hasil
belajar, serta peningkatan hasil belajar siswa.
Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran Tematik
Setelah perangkat pembelajaran tematik berhasil
dikembangkan, langkah selanjutnya dilakukan validasi oleh ahli/praktisi
pendidikan. Validasi ini dimaksudkan untuk melihat kebenaran materi, kebahasaan
dan penyajian. Perangkat pembelajaran telah divalidasi oleh 3 orang ahli dan
praktisi pendidikan. Hasil validasi menunjukkan bahwa perangkat yang
dikembangkan dilihat dari aspek materi, kebahasaan, penyajian, dan peningkatan
KBM dinilai baik oleh validator. Namun demikian terdapat beberapa catatan yang
direkomendasikan sebagai bahan revisi perangkat yakni materi pada tema makanan
yang terlalu berat untuk anak kelas 1 SD dan aktivitas siswa supaya lebih
diperbanyak. Masukan ini sebagai bahan revisi perangkat sebelum diujicobakan
kepada siswa di kelas.
Hasil Ujicoba Terbatas Perangkat
Pembelajaran Tematik
Untuk mengetahui keterbacaan
perangkat pembelajaran pengembangan mengenal pangan lokal dengan menggunakan
model pembelajaran tematik yang telah dikembangkan, dilakukan ujicoba terbatas
pada siswa kelas 1 SD di SDN Kebonsari II. Setelah pelaksanaan pembelajaran,
siswa diberi angket tentang pendapatnya mengenai buku siswa dan pemahaman
mereka melalui tes.
Hasil
ujicoba menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran, yakni buku siswa direspon
positif oleh siswa, siswa menyatakan buku tersebut menarik, mudah dipahami,
bagus, dan tidak ada yang sulit dipahami. Hasil ini memperlihatkan bahwa hasil
rancangan dan pengembangan buku siswa tentang mengenal pangan lokal dengan menggunakan model
pembelajaran tematik tersebut sesuai dengan karakteristik anak usia kelas 1
SD yang masih dalam tahap operasional konkrit dan menyukai gambar–gambar
ilustratif dengan warna-warna cerah yang dekat dengan dirinya. Pendapat siswa ini ternyata konsisten
dengan hasil belajar (postes) yang dijaring melalui tes dalam 3 tema yang memperlihatkan bahwa perangkat pembelajaran
memberikan rerata dan peningkatan hasil belajar yang relatif tinggi di kelas 1
SD
Hasil Ujicoba Skala Luas Perangkat
Pembelajaran Tematik
Ujicoba
skala luas dilaksanakan di tiga sekolah dasar yakni SDN Kebonsari I, SDN
Ketintang III, dan SDN Jajartunggal III. Hasil ujicoba skala luas dimaksudkan
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Hasil Analisis deskriptif untuk
masing-masing tema dapat dilihat pada gambar di bawah.
1. Tema Makanan
Berdasarkan grafik di atas nampak ada
peningkatan rerata hasil belajar dari pretes dan postes pada tema Makanan, SDN
Ketintang III rerata pre tes adalah 44,56, rerata post tes 76,50, sedangkan SDN
Jajartunggal III rerata pre tes 62,43 dan rerata postes adalah 78,18.
Dari
hasil uji-t, menunjukkan angka signifikansi 0,061 dan 0,000 dengan taraf
signifikansi 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dan
peningkatan hasil belajar antara pretes dan postes.
2. Tema Tumbuhan
Berdasarkan
tabel dan grafik di atas nampak ada peningkatan rerata hasil belajar dari
pretes dan postes pada tema Tumbuhan, SDN Kebonsari I rerata pre tes adalah
75,14, rerata post tes 79,14, sedangkan SDN Ketintang III rerata pre tes 75,23
dan rerata postes adalah 78,63. Dari hasil uji-t, menunjukkan angka signifikansi 0,013
dan 0,000 dengan taraf signifikansi 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan dan peningkatan hasil belajar antara pretes dan postes.
3 Tema Hewan
Berdasarkan
tabel dan grafik di atas nampak ada peningkatan rerata hasil belajar dari
pretes dan postes pada tema Hewan, SDN Kebonsari I rerata pre tes adalah 79,06,
rerata post tes 86,60, sedangkan SDN Jajartunggal III rerata pre tes 85,72 dan
rerata postes adalah 94,23. Dari hasil uji-t pada Tabel 4.11 dan 4.12 menunjukkan
angka signifikansi 0,002 dan 0,000 dengan taraf signifikansi 5%, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dan peningkatan hasil belajar
antara pretes dan postes.
Hasil
tersebut memperlihatkan bahwa perangkat pembelajaran tematik memberikan rerata
hasil belajar yang relatif tinggi di kelas 1 SD. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran tematik yang di lengkapi
dengan perangkat pembelajaran tematik cukup memberi peluang perlibatan berbagai
pengalaman siswa, karena tema–tema yang diangkat dipilih dari hal–hal yang di
kemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta
berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt
need). Hasil ini sesuai dengan temuan Hendrik (dalam Kostelink,1991) yang
menyatakan bahwa tema membantu anak–anak mengembangkan semua pemikirannya dalam
belajar. Melalui pembelajaran tematik, anak–anak membangun hubungan di antara
informasi yang terpisah-pisah untuk membentuk konsep yang lebih kompleks dan
abstrak (Osborn dan Osborn, dalam Kostelink,1991).
Benson (2005) mengemukakan
pembelajaran tematik melibatkan sekumpulan aktifitas yang terkait dan dirancang
di seputar topik atau tema, serta menjangkau beberapa area kurikulum. Adanya keterlibatan
sekumpulan aktifitas berarti siswa tidak hanya mengandalkan pendengaran, namun
juga mata dan bahkan gerakan atau sentuhan; dan semuanya ini akan lebih optimal
bila dilengkapi dengan bahan ajar tematik. Tema yang dikemas sedemikian rupa
dalam bentuk bahan ajar dapat menyediakan linkungan yang mendorong belajar
proses dan melibatkan seluruh siswa secara aktif (Fisher,1991).
Selain itu, pengemasan bahan ajar yang berbasis tema, membuat siswa mudah
memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu. Siswa dapat
mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran
dalam tema yang sama, serta memahami materi pelajaran lebih mendalam dan
berkesan. Selama pembelajaran, linkungan belajar yang ditata sedemikian rupa memungkinkan siswa lebih
bergairah belajar, karena bisa
berkomunikasi dalam situasi yang nyata misalnya bertanya, bercerita, bermain
peran, berdiskusi, bekerja kelompok, dan sebagainya.
SIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan penyajian data dan
pembahasan hasil penelitian maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut Perangkat
pembelajaran pengembangan perilaku menyukai pangan lokal dengan model
pembelajaran tematik yang telah dikembangkan: (1) berkategori baik ditinjau
dari aspek, materi, kebahasaan, penyajian, dan inovasi pelaksanaan pembelajaran;
(2) direpon positif oleh siswa yakni menarik, penampilan menarik, tidak ada
uraian atau penjelasan yang terlalu sulit, dan gambar/ilustrasi mudah dipahami
dan memperjelas uraian; (3) memberikan kemudahan bagi guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas; dan (4) belajar siswa relatif tinggi
Dari simpulan yang diambil maka
dapat disampaikan saran sebagai berikut: (1) Dalam rangka meningkatkan
ketahanan pangan nasional, dapat melalui jalur pendidikan yaitu dengan dengan
menerapkan perangkat pembelajaran pengembangan
perilaku menyukai pangan lokal dengan model pembelajaran tematik, dan
(2) agar hasil belajar siswa optimal maka sebaiknya pembelajaran tematik di
kelas rendah, khususnya di kelas 1 SD, menggunakan bahan yang dikemas dalam
bentuk tematik, tidak berdiri sendiri setiap mata pelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, T.R. 2005. The issues: Integrated
teaching units. PBS teacher source. http://www.pbs.org/teachersource/prek2/issues/904issue.shtm
Fisher, B. 1991. Joyful
learning: A whole language kindergarten. Postmouth, N.H.: Heinemann
Kostelink,
M.J., Soderman, A.K & Whiren, A.P. 2004. Developmentally appropriate curriculum: best practice in early
childhood education. Upper
Saddle River ,
N.J: Merrill
Nindyowati, E. 2001. Kebijakan dan Program Pembangunan dalam Mewujudkan
Ketahanan Pangan. Makalah yang disampaikan dalam Seminar Nasional Makanan
Tradisional, di NICE Center Graha Pena Building Surabaya, 27 Oktober 2001.
---------------. 2002. "Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan dan
Sosialisasi Pangan Lokal". Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional
Hasil-hasil Penelitian Makanan Tradisional Pengembangan dan Sosialisasi Pangan
Lokal. Unesa University Press,
Universitas Negeri Surabaya.
Nurlaela, Luthfiyah. 2002. Sosialisasi Ketahanan Pangan: Mungkinkah Melalui
Pendidikan Dasar? Dalam Jurnal Pendidikan
Dasar. Vol. 3 No. 1, 2002: 52-61.
----------------. 2002. "Sosialisasi
Pangan Berbasis Bahan Pangan Lokal Melalui Pendidikan". Dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Hasil-hasil Penelitian
Makanan Tradisional Pengembangan dan Sosialisasi Pangan Lokal. Unesa University
Press, Universitas Negeri Surabaya .
-----------------.
2006. Penerapan Model Pembelajaran Terintegrasi (Integrated Learning) untuk Meningkatkan Pemahaman Pendidikan
Ketahanan Pangan di SD. Dalam Jurnal
Pendidikan Dasar. Vol. 7 No. 1, Maret 2006.
-----------------. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran, Gaya Belajar dan Kemampuan
Membaca terhadap Hasil Belajar Siswa SD di Kota Surabaya. Dalam Jurnal Pendidikan Dasar. Vol. 9
No. 1, Maret 2008.
Nurlaela, Luthfiyah
dan Rita Ismawati. 2007. Pemetaan dan
Pendokumentasian Makanan Tradisional Jawa Timur. Laporan Penelitian
Fundamental. Belum Dipublikasikan. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya . 2007.
Sulandjari, Siti; Bahar, Asrul; Amaria. 2002. Penelitian dan Pengkajian Pola Konsumsi Melalui Diversifikasi Menu dan
Gizi di Jawa Timur. Laporan Penelitian
Kerjasama antara Balitbang Propinsi Jawa Timur dan Universitas Negeri Surabaya.
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya.
Soenardi, Tuti. 2002. Makanan
Alternatif untuk Ketahanan Pangan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Suryanti, dkk. 2007. Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di
Kelas Rendah Sekolah Dasar. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Lanjutan.
Belum Dipublikasikan. Lembaga Penelitian Universitas Negeri Surabaya. 2007.
Tampubolon,
SMH. 2002. Suara dari Bogor, Sistem dan
Usaha Agribisnis, Kacamata sang Pemikir. Pusat Studi Pembangunan IPB dan
USESE Foundation.
Tejasari, dkk. 2001. Kajian Tepung Umbi-Umbian Lokal
sebagai Bahan Pangan Olahan. Laporan Penelitian kerjasama antara Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember dan Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur. Tidak
diterbitkan.
Tim Universitas Brawijaya Malang. 2001. Kajian
Pangan Olahan Pengganti Beras. Laporan Penelitian Kerjasama antara Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Badan Ketahanan Pangan
Jawa Timur. Tidak diterbitkan.
Thiagarajan, S., Doroty S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel.
1974. Instructional Development for
Training Teachers of Exceptional Children. Source Book. Bloominton: Center
for Innovation on Theaching the Handicapped.
0 komentar
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...