Melepas kepergian kami... |
Sejak sore, sepulang dari Letwurung, kami tidak beristirahat. Nanda meminta saya memberikan semacam pernyataan untuk teman-temannya di Sermata dan Luang. Dia akan merekam apa yang saya sampaikan itu dengan camera videonya.
Di Kecamatan Mdona Hyera, ada sebanyak 19 peserta. Empat belas orang di Sermata dan lima orang di Luang.
Untuk mencapai Mdona Hyera, kita harus menumpang kapal-kapal perintis. Sore ini ada kapal perintis Maloli singgah di Tepa. Kalau mau, kami bisa saja monev ke sana. Berangkat bersama Nanda dan kawan-kawan. Tapi entah kapan pulangnya, karena kapan ada kapal singgah lagi ke Mdona Hyera belum bisa dipastikan jadwalnya.
Hal itulah yang menyebabkan kami tidak berani melanjutkan perjalanan monev ke Mdona Hyera, karena jadwal kapal yang tidak pasti. Memang saat ini laut sedang teduh (istilah yang digunakan untuk menggambarkan laut sedang tenang, tidak sedang dalam cuaca angin barat atau angin timur). Namun cuaca bisa saja tiba-tiba berubah. Bila itu yang terjadi, maka kita bisa tertahan di Mdona Hyera berhari-hari atau berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Tentu saja kami tidak berani mengambil risiko itu. Bapen juga tidak merekomendasikan kami berlayar ke Mdona Hyera. Begitu juga kepala UPTD dan beberapa kepala sekolah.
Ada banyak tugas lain yang sudah menunggu. Bu Suryanti, Pembantu Direktur 2 Program Pendidikan Profesi Guru (P3G), sedang sendirian, hanya dibantu staf P3G dan dua orang teman adhoc, pak Yoyok dan bu Lucia. Pak Sulaeman, Pembantu Direktur 1, sedang umroh. Pak Rahman, tim adhoc juga, sedang ada kegiatan di Bali. Pak Heru sedang bersama saya di sini. Begitu banyak hal yang harus diurus mengingat P3G ini baru memulai. Saya tidak sanggup lagi membayangkan bu Yanti harus mengurus semuanya sendirian. Biasanya selalu bersama saya dan pak Sulaeman.
Belum lagi tugas mengajar, baik di program S1 maupun di S2. Hampir dua minggu berturut-turut saya tidak mengajar. Minggu yang lalu, mendampingi pak Rektor monev SM-3T di Talaud. Minggu ini di MBD. Bagaimana pun, mengajar adalah prioritas. Tugas-tugas yang lain harus diatur sedemikian rupa supaya tidak terlalu sering meninggalkan tugas mengajar, meski itu bisa diganti di hari lain.
Selama di Pulau Babar, begitu ada sinyal, sms-sms masuk. Mahasiswa bimbingan yang menanyakan kapan bisa konsultasi, kapan bisa seminar, kapan bisa ujian skripsi dan tesis. Sms undangan penilaian proposal PMW, undangan penilaian presentasi proposal penelitian dari LPPM....
Tentu saja, lepas dari semua itu, saya mempunyai tugas penting melebihi tugas-tugas yang lain. Mengurus keluarga. Bagaimana pun saya seorang ibu, seorang istri, dan tugas utama saya adalah mengurus anak, mengurus suami.
Dan sore ini, saya diminta Nanda untuk menyampaikan beberapa hal di depan kamera videonya. Sebuah pernyataan. Sebagai pengganti ketidakhadiran saya di Mdona Hyera.
Dari hari pertama kami menginjakkan kaki di Tepa, dia dan kawan-kawannya mendampingi kami terus. Hampir semua aktivitas kami diabadikannya. Untuk oleh-oleh teman-teman di Mdona Hyera.
Saya mempersiapkan diri. Memunguti beberapa lembar kertas di tas saya. Surat-surat dari Mdona Hyera. Titipan kawan-kawan Nanda untuk saya. Saat tangan saya menyentuh surat-surat itu, hati saya mulai meleleh. Tapi saya menguatkan diri. Menghela nafas panjang. Saya tahu saya sangat sedih dan saya bisa saja menangis di depan kamera. Tapi itu tidak boleh terjadi. Saya matikan perasaan saya.
Di depan kamera, saya membuka satu per satu surat-surat itu. Dengan ketegaran yang terus terjaga, saya menanggapi surat dari Rico Ady, Dian Widayanti, Leni Ariyanti, Purwaningsih, dan juga dari Eko Tirto. Mereka mewakili teman-temannya yang bertugas di Mdona Hyera. Mereka meminta maaf tidak bisa bergabung dengan kami tim monev, pada umumnya karena alasan tidak mungkin meninggalkan sekolah. Juga harapan mereka supaya kami menjenguk mereka di Mdona Hyera.
Tempo hari, menjelang keberangkatan kami ke MBD, Eko Tirto sempat telepon dan menyampaikan keinginannya dan teman-temannya supaya tim monev sampai ke Mdona Hyera. Dia sangat, sangat mengharapkan itu. Tidak cukup berkomunikasi di telepon, dia menulis di FB Grup SM-3T 2012. Menyarankan dengan keras kepada tim monev supaya mengunjungi Mdona Hyera. Saya tentu saja sangat memahaminya.
Oleh karena kapal tidak pasti jadwalnya, saya memintanya untuk mencoba kemungkinan sewa speedboat. Waktu monev di Aceh Singkil dulu, kami menggunakan speedboat Polair sebagai sarana untuk mengunjungi wilayah pulau-pulau. Pasti ongkosnya sangat mahal. Tapi ya sudahlah, demi mereka semua...
Ternyata tidak ada satu pun speedboat yang bersedia disewa ke Mdona Hyera karena cuaca mulai menunjukkan gejala awal angin timur. Itu artinya, kami tidak bisa ke sana.
Cukup lama juga saya berbicara di depan kamera. Selain menanggapi surat-surat mereka, saya juga meminta maaf kepada mereka semua untuk ketidakhadiran kami di Mdona Hyera. Saya pastikan bahwa hal ini tidak akan membuat semangat mereka surut. Hadir atau tidak hadir, mereka sudah bertekad bulat jauh-jauh datang ke Mdona Hyera adalah untuk mengemban tugas pengabdian. Saya juga mendoakan mereka semua agar selalu diberikan kesehatan, kemudahan dan kelancaran dalam menjalankan tugas. Saya pesankan pada mereka supaya selalu jaga diri, jaga kesehatan dan jaga kehormatan.
Selesai 'testimoni' itu, saya menghela nafas lega. Saya sudah melaluinya dengan baik. Tidak perlu ada pertumpahan air mata di depan kamera.
Tapi tidak begitu dengan mas Heru. Saat Nanda sudah siap merekam pernyataannya, mas Heru tidak kunjung berkata-kata. Yang terjadi adalah, dia menangis. Wajahnya merah padam dan air matanya berderai-derai. Situasinya sangat tidak memungkinkan untuknya meski hanya sekedar menyampaikan sepatah dua patah kata. Setelah ditunggu beberapa saat, dia menyerah. Dia justru meminta selembar kertas dan memilih menumpahkan perasaannya dengan menulis.
Dan sore ini, kami semua sudah di dermaga. Siap melepas Nanda, Puri dan Junaidi. Setelah sekitar seminggu bersama, rasanya berat untuk berpisah. Perasaan itu membuat kami tidak mau melewatkan waktu sedetik pun tanpa bersama mereka sejak sore tadi. Kami habiskan waktu dengan bersenda gurau di 'para-para' depan rumah tempat tinggal Noval dan Risna. Menikmati detik-detik terakhir kebersamaan.
Begitu peluit kapal berbunyi tanda kapal akan segera berangkat, kami saling berpelukan. Puri matanya merah, dia memang sudah sejak sore tadi menangis setelah bertelepon dengan ibunya. Dan sekarang mata itu basah lagi. Nanda, anak itu memang selalu tegar. Tapi wajahnya tidak mampu menyembunyikan kesedihannya. Sedangkan Junaidi, tetap dengan senyum manisnya, kupeluk dia dan kukatakan supaya dia jaga Nanda dan Puri.
Kapal beringsut meninggalkan dermaga. Ketiga anak manis itu melambai. Meski agak gelap, saya bisa dengan jelas melihat lambaian tangan mereka. Ada yang terasa sakit di tenggorokan saya. Raungan kapal seperti mengiris-iris ulu hati. Saya menatap mereka dan kami terus saling melambai sampai kapal semakin menjauh dan gelap benar-benar menelan pandangan.
Di tengah perjalanan pulang ke penginapan, sms Puri masuk: 'Ibu, doakan saya bu spy jd pribadi yg lbh kuat ya bu. Ibu, pak heru, pak rukin sdh sy agp orgtua sndiri, trmksh byk sdh menjenguk kami bu....'
Begitu juga sms Nanda: 'Ibu hati2 kalau pulang...terimakasih untuk satu minggu yang sangat berkesan...doakan kita bisa menjalankan sisa masa tugas sebaik mungkin....sampai jumpa beberapa bulan lagi... Kita sayang sama bu luthfi....
Rupanya anak-anak manis itu sedang memanfaatkan detik-detik terakhir di mana mereka masih bisa ber-sms. Sebab hanya beberapa meter saja setelah itu, sinyal tidak akan pernah mereka dapatkan lagi, sepanjang perjalanan sampai di Sermata, sampai di Luang, bahkan untuk sekitar enam bulan ke depan, selama mereka menyelesaikan masa pengabdiannya di tempat itu.
Meski saya tidak yakin sms balasan saya akan dibacanya, saya tetap mengirimkannya. Gagal, tidak terkirim. Saya coba, gagal lagi, berkali-kali, dan akhirnya, sepertinya terkirim. Sepertinya. Semoga benar-benar terkirim.
'Puri, saya terharu melepas kalian. Setelah beberapa hari bersama, rasanya tidak ingin melepas kalian. Tp semua demi tugas. Kami menyayangi kalian, bangga pada kalian. Semoga perjalanan kalian menyenangkan, selamat sampai tujuan, selalu sehat dan lancar dalam mengemban tugas. Salam sayangku untuk kalian semua.'
'Ya, Nanda, kamu luar biasa. Kuat, tegar. Aku belajar banyak dari kamu. Meski rasanya sudah mau nangis melepas kalian tadi, tp melihat ketegaran kalian, saya berusaha bertahan. Selamat bertugas, sayang. Salam sayangku untuk kalian semua. Semoga kalian selalu sehat, lancar, dan kita bisa bertemu lagi dalam keadan baik-baik. Amin.'
Sekali lagi saya tidak yakin sms saya tersebut benar-benar telah terkirim. Meski begitu, saya lega telah membalas sms mereka...
Tepa, Pulau Babar, MBD, 19 April 2013
Wassalam,
LN
1 komentar
super sekali Bu Luthfi.
Posting Komentar
Silakan tulis tanggapan Anda di sini, dan terima kasih atas atensi Anda...